Self Pity (Iba Diri) ternyata berbahaya!

Helen: Hai rekan-rekan Pelita, selamat bergabung kembali dengan podcast ngobrol bareng Pelita. Masih bersama saya, Helen. Kali ini kita akan ngobrol bareng lagi dengan Vikaris Sariwati. Selamat datang kembali, Ibu Sari.

Ibu Sari: Halo Helen, apa kabar?

Helen: Baik, terima-kasih. Bu, kita kan sering banget dengar atau mungkin pernah ngomong kalimat misalnya, “Aku tuh orang yang paling malang sedunia.” Atau, “Ah, memang nasib jelek deh.” Atau bahkan ada yang bilang, “Kasian deh gue.”

Nah, katanya ini namanya self-pity alias mengasihani diri sendiri. Bu, sebenarnya apa sihself-pity itu?

Ibu Sari: Iya, Helen, self-pity itu adalah bagian kecil dari self-talk. Dan betul sekali bahwa self-pity itu adalah satu kalimat yang dikatakan kepada diri sendiri yang berisi yaitu mengasihani diri sendiri, dan ini hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Kenapa? Karena kalau dibiarkan, self-pity ini akan sangat merugikan bagi pribadi yang terus- menerus mengatakan hal-hal yang self-pity kepada dirinya sendiri. Itu akan mengganggu pertumbuhan karakter dia dan juga bahkan akan membuat dia itu menjadi pribadi yang seolah-olah lumpuh karena sangat mengecilkan hatinya, dan akhirnya selalu melihat kepada dirinya yang malang.

Helen: Berarti itu sesuatu yang sangat negatif, ya, Bu?

Ibu Sari: Iya, bukan hanya negatif, tetapi itu sebenarnya masuk ke dalam satu hal yang sebenarnya berdosa. Artinya dia mengatakan hal-hal yang tidak sesuai yang Tuhan mau dia pikirkan. Jadi, selain mengarah kepada diri sendiri, itu juga akhirnya tidak melihat kebaikan Tuhan di dalam hidupnya. 

Helen:Nah, kenapa orang bisa jatuh kedalam self-pity ini, ya, Bu?

Dan apakah ada satu kelompok tertentu yang lebih rentan terkena jebakan self-pity ini?

Mungkin maksudnya seperti, apakah kelompok anak muda? Atau mungkin kelompok orang yang mungkin lebih senior begitu, Bu?

Ibu Sari: Sebenarnya self-pity ini ada dalam setiap pribadi dan ini sebagai satu bentuk nyata kejatuhan kita di dalam dosa. Jadi, dosa itu masuk ke dalam kehidupan manusia dan merusak seluruh aspek hidup manusia, termasuk cara berpikir, dan salah satunya masuk di dalam self-talk dalam bentuk self-pity seperti ini. Jadi, tidak ada bagian atau kelompok orang tertentu yang lebih rentan dibandingkan yang lain, dari kecil sampai sudah tua. Dan ini sesuatu yang sangat berbahaya kalau tidak di sadari, dan itu akan terus-menerus menarik diri masuk ke dalam satu pemikiran yang self-centered, dan akhirnya sangat merugikan sekali, baik secara karakter pribadi dan juga kerohanian.

Helen: Kembali lagi ke pertanyaan saya yang tadi, orang kenapa bisa self-pity, Bu?

Ibu Sari: Jadi begini, kalau dilihat dari kisah perjalanan seorang manusia begitu, ya, seorang anak di tengah keluarga itu biasanya orang tua tanpa menyadari seringkali lebih fokus kepada kelemahan anak, sehingga ketika anak mengalami satu kesalahan atau satu kelemahan, orang tua sering kali cepat untuk mengatakan sesuatu yang negatif. Bukan perbuatannya, tetapi kepada pribadinya.

Misalnya seorang anak yang memang lahir dalam kondisi yang biasa saja, tidak terlalu pintar, tetapi orang tua ingin dia menjadi anak yang pintar, anak yang paling menonjol di kelas, dan ketika harapan orang tua itu tidak terjadi, seringkali orang tua tanpa sadar mengatakan kepada anak, “Kamu anak bodoh!Kamu tidak sepintar kakak kamu! Kamu kok tidak sepintar teman kamu si A, si B…?”. Dan anehnya, kalimat-kalimat negatif itu masuk ke dalam pikiran anak itu dan terekam di dalam memorinya dia, sehingga ketika besar, tentu orang tua nya tidak lagi mengatakan hal dan kata yang sama, tetapi itu akan masuk ke dalam self-talk dia dan menjadi self-pity

Misalnya orang itu menjadi seorang pemuda yang sebenarnya berhasil, tetapi ketika mengalami kegagalan, anehnya kalimat-kalimat self-pity, self-blaming itu keluar lagi.

“Oh, saya memang orang bodoh. Saya memang orang yang tidak berhasil. Saya memang orang yang malang.”

Dan, misalnya, beberapa ciri dari self-pity itu adalah, misalnya, selalu dalam pikiran itu ada merasa diri paling malang dan selalu harus dimaklumi, dimengerti dalam setiap kelemahannya. Misalnya seorang pribadi atau seorang pemuda yang kalau marah itu meledak-ledak, kasar, misalnya, sinis. Ketika sahabatnya bertanya kenapa kamu seperti itu,lalu dia akan menceritakan bagaimana masa lalunya, yang misalnya orang tuanya sering marahin dia, dan kondisi keluarganya, atau dia sering menjadi anak yang sering disalahkan. Akhirnya orang itu akan merasa orang lain itu harus mengerti dia dan dia sendiri tidak mau mengambil tanggung jawab itu, selalu melihat diri sebagai korban, “Ini adalah akibat orang tua saya dulu!” 

Selalu menyalahkan orang lain, selalu menyalahkan kondisi, dan orang self-pity ini selalu minta dikasihani dan dimengerti oleh manusia. Padahal seperti yang kita tahu, sebagai anak Kristen, manusia hanya hidup karena belas kasihan Tuhan saja. Dan yang paling mematikan adalah dia tidak pernah masuk ke dalam satu kata “Pertobatan” karena dia tidak mau mengakui ini kesalahan dia. Jadi, dia selalu blaming orang lain, blaming masa lalunya, dan itu sangat menghambat sekali pertumbuhan rohaninya.

Helen: Kalau begitu, berarti self-pity itu pasti ada level-nya, ya, Ibu Sari? Dari yang ringan, misalnya self-pity karena tidak ada yang like postingan kita di Instagram, sampai level yang paling ekstrem mungkin. Nah, Ibu Sari, sebagai seorang konselor, bisa tidak share kasus self-pity apa yang paling ekstremyang pernah Ibu Sari tangani?

Ibu Sari: Jadi, self-pity ini sebenarnya kalau dibiarkan akan menuju kepada hal yang lebih berbahaya, misalnya kalimat-kalimat negatif tentang orang lain. Itu sesuatu yang di luar diri dia. Kalau itu dibiarkan juga, maka akan muncul kalimat-kalimat negatif tentang dirinya sendiri juga. Dan itu akan membuat dia selalu berbicara kepada dirinya bahwa saya orang yang gagal. Saya tidak mampu. Dan orang itu akan menjadi takut untuk mencoba hal yang baru, dan akhirnya dia tidak menyukai dirinya sendiri, dan bahkan membenci dirinya sendiri. Dan dari perasaan benci itu juga akan muncul, jika ini dibiarkan terus, akan muncul menjadi keinginan melukai diri. Dan itu akhirnya akan muncul keinginan mengakhiri hidupnya karena dia merasa tidak ada yang mengasihi dia, tidak ada yang bisa mengerti dia, dan akhirnya dia merasauntuk apa saya hidup.

Helen: Berarti ekstrem sekali, ya, Bu?

Ibu Sari: Iya, sangat berbahaya sekali.

Helen: Jadi, dimulai dari sesuatu yang kelihatan sederhana, sampai akhirnya bisa sampai self-harming, karena self-pity ini. 

Nah, tadi di awal Ibu Sari bicara bahwa semua orang itu bisa kena self-pity dan tidak ada satu kelompok pun yangimun. Sebagai orang Kristen, bagaimana kita bisa menghadapi self-pity ini dan bagaimana kita bisa terhindar dari jebakan self-pity ini?

Ibu Sari: Jadi, sebenarnya ini menjadi satu hal yang real di dalam diri setiap orang, termasuk orang Kristen. Jadi, ketika seseorang lahir baru, Alkitab mengatakan dia menjadi ciptaan baru di dalam Kristus, maka di hadapan Allah yang suci, kita disucikan di dalam Kristus. Tetapi itu tidak otomatis merubah segala sesuatu di dalam diri kita. Maksudnya begini, ketika orang sudah percaya Tuhan, status rohaninya dia dibenarkan di hadapan Tuhan Allah Bapa, di dalam Kristus Yesus, Roh Kudus berdiam di dalam hati dia, dan setelah itu, orang Kristen yang lahir baru itu akan masuk ke dalam proses pengudusan. 

Jadi, proses pengudusan ini adalah satu proses pengudusan yang Roh Kudus kerjakan melalui firman, melalui persekutuan dengan orang percaya, dan itu termasuk di dalam self-talk ini. Dan seringkali orang Kristen tidak menyadari hal ini begitu signifikan, sehingga itu menjadi sesuatu yang seolah-olah tersembunyi di dalam diri dia. Dan kalau misalnya itu menjadi satu realita pergumulan kita, sebenarnya peperangan rohani itu ada di dalam self-talk itu sendiri. Bagaimana seseorang mendengar firman dan Roh Kudus mengkonfirmasi bahwa firman itu adalah kebenaran, lalu ketaatan itu sebenarnya keputusan pribadi. Jadi, setelah dia menerima kebenaran, tidak secara otomatis kebenaran itu akan bekerja di dalam diri dia, kecuali kebenaran itu masuk ke dalam seluruh aspek hidup dia, termasuk self-talk ini diterangi oleh firman. 

Saya beri contoh, misalnya di dalam Mazmur 42, itu adalah satu Mazmur yang dituliskan dengan judul “Kerinduan kepada Allah.” 

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri pemazmur? Dia mengatakan seperti ini, dia bertanya kepada dirinya sendiri di dalam self-talk-nya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?” Ini satu pertanyaan yang menarik sekali. Dan ini satu realita bahwa self-talk itu ada dan pemazmur ini mengalami satu kegelisahan di dalam dirinya. Dia berkata kepada dirinya, bertanya “Mengapa engkau tertekan dan gelisah di dalam diriku, hai jiwaku?”

Lalu jawaban itu muncul lagi dari dalam dirinya, di dalam self-talk itu juga, ada satu dialog yang mengatakan seperti ini, “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku.”

Jadi, seolah-olah itu adalah dua orang yang berbicara, tetapi sebenarnya adalah dirinya sendiri.

Dan Martyn Llyod-Jones mengatakan bahwa masalah depresi kerohanian, jadi spiritualdepression itu, sebenarnya masalah utamanya adalah orang Kristen membiarkan dirinya bicara kepada dirinya, tetapi tidak melatih self-talk ini diisi oleh firman. Tetapi pemazmur ini jelas sekali dia mengatakan, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku?”

Tentu konteks hidup bermacam-macam membuat jiwa kita tertekan. Sebagai anak Tuhan, kita perlu merenungkan Firman Tuhan, sehingga menghadapi self-talk yang negatif atau self-pity. Kalimat-kalimat yang membuat kita jauh dari Tuhan. Kita perlu berharap kepada Allah, kita perlu terus merenungkan sifat Allah, dan dia mengambil keputusan sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku. Itu cara menghadapi self-talk yang negatif. 

Tapi dunia seringkali mengatakan, “Kamu harus berpikir positif.”

Positive thinking itu tidak sama dengan self-talk yang diperbaharui oleh Roh Kudus. Bedanya adalah positive thinking itu berusaha memasukkan kalimat-kalimat positif dari luar, “Kamu pasti bisa!Kamu pasti berusaha lebih keras lagi. Pasti ada aja jalan keluar.”

Itu sesuatu yang dimasukkan dari luar. Mungkin, bisa berhasil, tetapi hanya sementara dan hanya di luar saja, tetapi tidakpermanen dan tidak sejati perubahan itu. Berbeda sekali dengan self-talk yang dikuduskan oleh firman dan ada kuasa Roh Kudus yang terus menopang kita.

Jadi, menghadapi hal-hal seperti ini, jangan sendirian. Bergantunglah bersama Tuhan.

Helen: Baik, jadi kita sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak kebal terhadap self-pity itu, tetapi kita perlu waspada, jangan sampai kita jatuh ke dalam jebakan self-pity.

Baik, Ibu Sari, sebelum kita akhiri podcast-nya kita hari ini, apakah ada hal yang Ibu Sari mau sampaikan untuk rekan-rekan Pelita di rumah, khususnya mungkin bagi mereka yang bergumul dalam self-pity?

Ibu Sari: Iya, jadi pertama, kita perlu terus mengingatkan bahwa apa yang menjadi pergumulan di dalam hati kita, khususnya di dalam self-talk atau berapa banyak kalimat negatif muncul itu, kita sebagai anak Tuhan harus selalu ingat bahwa kita tidak sendirian, ada Tuhan, ada Roh Kudus di dalam hati kita dan Tuhan tahu apa yang ada di dalam hati kita yang paling dalam. Selain itu, dengan rajin dan sengaja kita latih, amati self-talk saudara. Apakah itu sesuatu yang membangun iman atau itu menjauhkan kita dari Tuhan? Dan mintalah Tuhan secara pribadi membimbing kita untuk kita berani jujur, mengakui, membuka hati kita, dan bertobat. 

Jadi, sebenarnya itu menjadi tanggung jawab kita untuk boleh melatih diri kita, arah pikiran kita tertuju kepada Tuhan, tentu saja di dalam pertolongan Tuhan, dan isilah self-talk kita dengan membaca firman setiap hari, dengan mengingat, merenungkan, dan juga isi dengan ketaatan demi ketaatan, dan doa setiap hari, dan jangan sendirian. Di dalam Yakobus 4:7 itu tertulis seperti ini, “Tunduklah kepada Allah dan lawanlah iblis.”

Jadi, jangan jauhi juga persekutuan dengan orang percaya lain, karena kasih saudara seiman, doa-doa mereka itu sangat kita butuhkan.

Helen: Baik, terima kasih sekali Ibu Sari untuk semua obrolan kita hari ini. Biar ini semua boleh menjadi peringatan dan perenungan bagi kita semua.

Ibu Sari: Kembali kasih.

Helen: Sekian podcast Pelita kita kali ini. Untuk mendengarkan topik podcast Pelita yang lain, silakan mengunjungi www.pelita.net. Tuhan memberkati.

Renungan bagi Kaum Muda: Menganggap Rendah Kekristenan

Buat apa terlalu serius sama agama? Yang biasa-biasa saja sudah cukup baik, kok. Pergi ke gereja pada saat moment-moment besar seperti Paskah dan Natal sudah membuat kita satu level lebih baik daripada orang-orang Kristen lainnya yang tidak pergi ke gereja sama sekali. Jangan terlalu fanatik, deh!

Pemikiran-pemikiran seperti ini banyak diadopsi oleh orang-orang yang mengakui diri pengikut Kristus. Perhatikan beberapa alasan mengapa hal ini terjadi:

  1. JC. Ryle dalam bukunya mengatakan ada kemerosotan yang signifikan di dalam ketertarikan orang-orang muda untuk mendedikasikan waktu dan tenaganya dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya agamawi. Berapa banyak anak muda yang mengaku Kristen yang masih taat membaca Alkitab setiap hari? Berapa banyak yang ikut kelas Pendalaman Alkitab, apalagi datang ke Persekutuan Doa? Tragisnya, tidak banyak anak muda yang mengerti tentang alat-alat anugerah ini! Anak-anak muda saat ini cenderung merasa malu kalau dirinya terlihat terlalu suci karena itu adalah hal yang dilihat tidak normal bagi generasi muda saat ini. Iblis dengan semua keahliannya berusaha untuk membuat kita jauh dari hal-hal rohani yang membantu kita untuk semakin membenci dosa dan secara tidak langsung iblis membuat kita tidak menghargai keselamatan di dalam Kristus.
  1. Adanya sikap tidak hormat dan ketidakpercayaan terhadap Firman Tuhan. Ini semua dilandasi oleh sikap acuh tak acuh dimana Firman Tuhan dilihat sebagai sesuatu yang tidak harus dijunjung tinggi. Dalam 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yangdiilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Terlalu banyak orang yang mengaku pengikut Kristus, tapi hidup tanpa ada rasa takut akan Tuhan. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka berbicara, bertindak, dan berpikir. Banyak anak muda menolak dan tidak mau taat kepada apa yang tertulis di dalam Alkitab karena Firman Tuhan di dalamnya menghukum perilaku mereka. Jauh di lubuk hati yang paling dalam mereka tahu bahwa Alkitab adalah saksi yang melawan dosa-dosa mereka. Firman-Nya membongkar semua kebobrokan hati yang terdalam dari seseorang.

Alkitab dilihat sebagai buku yang kurang penting dalam kehidupan anak muda dan tidak terlalu ada relevansinya dengan era ini. Banyak anak muda yang terlalu malas untuk membaca Alkitab. Alasan umumnya adalah karena terlalu susah untuk dimengerti. Ini adalah tipuan iblis yang sangat halus, tapi ujungnya adalah kehancuran. Masalah sebenarnya bukan pada hakekat Alkitab yang sulit dimengerti, tetapi hati manusia lebih menyukai hal-hal yang dunia tawarkan. Nonton youtube sampai berjam-jam atau membaca komik berhari-hari - anehnya kita tidak merasa bosan saat melakukan hal-hal ini - tapi baru baca beberapa pasal di Alkitab saja kita sudah bikin kita ngantuk. Dosa ini tidak terlihat terlalu serius kalau dilihat dari permukaan, namun pelan tapi pasti dosa ini mengarahkan rasio dan afeksi kita untuk semakin serupa dengan dunia yang berdosa ini. 

Jangan ikuti jalan dunia ini karena ujung jalannya adalah keterpisahan dari Allah. Jalan yang paling membahagiakan dan yang paling menyenangkan adalah jalan ketaatan di dalam Kristus. Biarlah hati kita boleh bertobat dan terus-menerus dimurnikan, agar hidup Kristiani kita tidak merendahkan pribadi Kristus dan kebenaran-Nya.

Oleh: NJ

Pandangan kita terhadap konsep waktu

"Pak, bicara tentang konsep waktu, bagaimana pandangan kita sebagai orang Kristen terhadap konsep waktu?"

Oh, tema tentang waktu itu tema yang sangat-sangat besar, dalam, dan sangat sulit, dan ini kita tidak mungkin bisa membahasnya dalam beberapa menit, tetapi saya akan masuk ke dalam Mazmur pasal 90, dan ini pun akan menjadi eksposisi yang panjang lebar, tapi saya hanya akan berbicara berkenaan secara sederhana mengenai waktu di dalam aplikasi yang kita semua akan bisa lakukan.

Pertama, kita harus sadar bahwa waktu itu cepat.

Kedua, kita harus sadar bahwa waktu itu hanya satu kali diberikan Tuhan kepada kita.

Ketiga, kita harus sadar bahwa ujung daripada waktu yang kita miliki adalah penghakiman.

Waktu itu cepat. Waktu itu cuma satu kali. Waktu itu setelah kita selesai maka akan dihakimi.

Maka dengan mengerti 3 hal ini saja kita harus hati-hati untuk menggunakan waktu. Kalau saudara-saudara melihat, membaca buku-buku biografi, autobiografi orang-orang yang sungguh-sungguh Tuhan pakai, ada satu kesamaan daripada mereka. Dan saya menemukan satu kesamaan daripada mereka adalah mereka selalu berpikir bahwa waktu yang mereka miliki tidak lama lagi. Selalu itu ada. Jadi, selalu mereka itu menyadari waktu itu rasa tidak lama lagi mereka akan mati, tidak lama lagi mereka akan selesai, tidak lama lagi mereka akan berpulang kepada Tuhan. Itulah sebabnya mereka memiliki hal seperti itu di dalam dirinya, membuat mereka itu kerja keras, membuat mereka itu kerja sungguh-sungguh, membuat mereka itu menjauhkan diri daripada dosa, membuat mereka itu berlaku sungguh-sungguh jujur, bisa dipercaya, dan berbuat banyak, sebanyak-banyaknya bagi Tuhan,  meskipun pada akhirnya nanti ternyata mereka memiliki umur misalnya 80 tahun, 90 tahun. Tetapi sejak bahkan mereka umur 25 tahun, mereka berpikir mungkin waktu mereka tinggal 1 hari atau 2 hari.

Mereka bukan menakut-nakuti diri, tetapi Roh Kudus bekerja di dalam diri mereka, membuat mereka sadar bahwa waktu itu cepat, satu kali, dan akan dihakimi oleh Allah. Nah, Saudara-saudara, kalau saudara-saudara makin saudara bertambah umur, tepatnya berkurang umurnya, makin kita itu menjadi tua, makin kita akan menyadari ketiga kalimat ini itu sungguh-sungguh terjadi: waktu itu adalah cepat, waktu itu hanya satu kali, tidak pernah bisa kembali, dan waktu itu akan dihakimi, sehingga kita makin lama makin tua, kenapa orang tua makin bijak? Adalah karena mereka tahu waktunya sedikit. Tetapi adalah alangkah baiknya jikalau saudara-saudara sejak dari muda mendidik diri bahwa waktu itu cepat, satu kali tidak kembali, dan akan dihakimi, itu sejak muda, maka kita akan mengerjakan banyak pekerjaan-pekerjaan yang berharga dan kita tidak membuang umur kita.

 

Self Talk – Sehat atau ga ya?

Helen: Hi rekan-rekan Pelita. Selamat bergabung kembali dengan podcast ngobrol bareng Pelita bersama saya Helen. Kali ini kita akan ngobrol bareng dengan Vikaris Sariwati.
Selamat datang Ibu Sari. 

Ibu Sari: Hallo Helen, apa kabar? 

Helen: Baik, Bu ini banyak banget pertanyaan-pertanyaan, yang kita pingin tanyain ke Ibu Sari, jadi Ibu jangan bosan-bosan ya kita undang ke podcast kita. Bu, kali ini kita mau ngobrol bareng tentang satu tema yaitu suara hati, atau self-talk. Nah kita kan sering dengar, orang bilang, “Suara hati saya bilang saya ga bisa.” Atau suara hati bilang, “Iihh..kok orang ini nyebelin banget sih.” Atau malah tiba-tiba suara hati bilang, ”Eh tadi kompor udah dimatiin belum ya?”

Nah..pokoknya hampir setiap saat ada suara hati kita aktif gitu. Kecuali mungkin pas tidur kali ya ibu Sari. Nah self-talk itu apa sih Bu Sari ? 

Ibu Sari: Iya Helen, ini satu pemikiran yang baik sekali. Maksudnya ini sesuatu yang perlu kita renungkan. Nah self-talk itu bisa juga dimengerti sebagai suara hati dan itu adalah satu kemampuan yang Tuhan berikan pada manusia, sebagai bagian dari proses berpikir. Dan bisa dimengerti juga sebagai suara dialog di dalam hati.

Jadi ada proses berpikir dalam kalimat-kalimat, yaitu diri berbicara dengan diri sendiri, dan ini menarik sekali ya. Dan self-talk ini adalah biasanya juga berisi tadi pikiran dan kalimat-kalimat yang muncul, dan juga sebagai satu pertimbangan sebelum atau kalimat-kalimat di dalam diri seseorang, sebelum dia keluar menjadi kalimat melalui bibirnya dia. Dan biasanya self-talk ini juga sebagai respon pada lingkungan yang tadi Helen kasih contoh ya. Ketika teringat sesuatu, “oh..uda dimatiin belum kompor?” “Oh kenapa orang itu pake baju itu?” Dan sebenarnya dalam satu hari, kalau kita boleh perhatikan pada diri kita sendiri, ada ribuan bahkan jutaan kata yang muncul tuh dalam pikiran kita. Sehingga melalui self-talk ini kalo kita mau amati, kita bisa mengenal siapa diri kita sendiri, bagaimana kita berpikir melalui self-talk ini.

Helen: Ok, jadi self-talk itu proses bicara sama diri sendiri, ya bu ya. Kalau gitu apa sih signifikansi self-talk

Ibu Sari: Iya, jadi self-talk ini ada dalam diri. Manusia adalah satu-satunya ciptaan Tuhan, yang Tuhan berikan dimana manusia diciptakandi dalam gambar dan rupa Allah dan ini adalah satu kemampuan yang Tuhan berikan di dalam diri manusia untuk berpikir. Proses berpikir ini ada di dalam bentuk perkataan-perkataan dalam diri seseorang. Ciptaan lain tidak ada, tidak punya kemampuan ini. Jadi kemampuan ini Tuhan berikan untuk memikirkan, bukan saja apa yang ada di dunia ini, namun juga merenungkan dan memikirkan hal-hal yang kekal yang Tuhan mau. Manusia memakai akal budi ini untuk berelasi juga dengan Tuhan.

Helen: Jadi signifikan sekali ya bu.

Ibu Sari: Ya iya..sangat signifikan juga, dan self-talk ini juga sebenarnya juga ya Helen, itu boleh diamati untuk boleh mengenali pribadi seseorang itu sehat atau tidak sehat. Maksudnya begini, seseorang yang sehat pribadinya maka self-talk yang ada di dalam diri dia itu adalah berkaitan dengan realita kehidupan yang dia hadapi. Misalnya, seorang anak yang sedang konflik dengan orang tua, ketika itu terjadi maka anak ini akan memakai proses berpikir dan dialog di dalam dirinya itu untuk memikirkan atau memproses apa sih sebenarnya terjadi? Kenapa saya konflik dengan orang tua saya? Kenapa orang tua saya marah ? Dan bagaimana solusi ini bisa dipikirkan?

Tapi kalau pribadi anak ini tidak sehat, maka anak ini akan menolak secara tidak sadar bahwa itu menjadi masalah dia; dia akan berandai-andai. Andainya, seandainya saya punya orang tua lebih baik, seandainya saya mempunyai orang tua mengerti, seandainya orang tua saya seperti orang tua teman saya. Jadi, tidak berkaitan dengan realita yang dia hadapi, seperti itu. Jadi melalui self-talk ini juga, kita bisa melihat kepribadian seseorang itu sehat atau tidak. Kalau dia sehat, dia akan mampu menghadapi realitas yang ada dan memproses apa yang dialami dalam self-talk. Tetapi kalau tidak sehat, maka self-talk itu akan lebih mengarah kepada suatu fantasi, dan menghindari dari realita hidup. 

Jadi pribadi itu akan sulit sekali bertumbuh karena menolak untuk dealing atau menyingkapi realita yang ada. Selalu berpikir berandai-andai. Begitu ya, saya lanjut kan ya. Self-talk ini juga bisa dilihat sebagai satu wadah dimana orang itu menjadi unsur pembentukan karakter pribadi, maksudnya apa? Maksudnya adalah ketika seseorang mengalami satu kesulitan dalam hidup dia, tantangan-tantangan yang ada, Nah kalimat-kalimat apa yang dia katakan kepada dirinya sendiri? Apakah itu kalimat yang berisi sesuatu hal yang positif? Artinya mendorong dia untuk berjuang atau kalimat yang sangat membuat dirinya pesimis. Itu akan mempengaruhi pembentukan karakter pribadi seseorang.

Misalnya di dalam satu Seminar Krisis Masa Muda dan Pembentukan Karakter oleh Pdt. Stephen Tong. Jadi kalau saudara ada di YouTube itu yang bagian ke 15 maka self-talk ini mempengaruhi pembentukan karakter. Saya kutip Pak Tong mengatakan di dalam seminar itu : Ini kalimat penting ya! Waktu kamu mengalami sesuatu lalu kamu bicara pada dirimu sendiri, apa yang kau bicarakan pada dirimu sendiri (ini adalah self-talk), sangat mempengaruhi pembentukan karaktermu di dalam proses hidupmu selanjutnya. Jadi ini sesuatu yang perlu dipikirkan, perlu dicermati. Sebaliknya kalau seorang yang tidak sehat, maka dia isi self-talk itu berisi self pity, selalu mengasihani diri sendiri diri dan selalu melihat hidup ini terlalu sulit. Jadi itu dua arah yang berbeda sekali.

Helen: Wah bu, kalau self-talk itu ada yang negatif dan positif? Apa self-talk itu bisa dikendalikan bu? Apakah kerohanian itu mempengaruhi self-talk seseorang? 

Ibu Sari: Ya Helen. Jadi sebenarnya self-talk itu bukan dikendalikan seperti apa ya. Tetapi di dalam kehidupan rohani kita sebagai anak Tuhan itu ada satu proses yang dinamakan proses pengudusan. Nah di sinilah, Tuhan itu mau kita dikuduskan dalam semua aspek kehidupan kita, termasuk self-talk ini. Jadi di Roma 12:2 mengatakan bahwa: Perbaharuan akal budimu. Ini masuk ke sini, proses berpikir. Jadi self-talk ini juga perlu dikuduskan supaya self-talk, proses berpikir kita sebagai anak Tuhan itu boleh dipakai untuk merenungkan firman, juga berdoa kepada Tuhan dan memikirkan pekerjaan Tuhan di tengah dunia ini.

Pertanyaan selanjutnya apakah kerohanian mempengaruhi self-talk? Itu sangat-sangat mempengaruhi sekali. Jadi ada beberapa contoh di dalam Alkitab, self-talk ini dimengerti berkata di dalam hatinya. Jadi iman sebenarnya yang Tuhan anugerahkan di dalam diri kita itu juga bekerja di dalam self-talk. Jadi iman bekerja untuk misalnya dalam Matius 5:28, satu cerita peristiwa dimana seseorang perempuan yang sudah sakit pendarahan selama dua belas tahun. Dan di tengah kerumunan orang banyak, ketika Yesus mengajar di tengah orang-orang banyak, maka perempuan itu mengejar kesembuhan dari Tuhan dan di dalam hatinya dia berkata, “Asalku jamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Dan betul, ketika perempuan itu menjamah jubah Kristus, maka dia menjadi sembuh.

Jadi self-talk ini menjadi satu tempat di mana manusia itu boleh melatih imannya, memikirkan kebenaran firman Tuhan, merenungkannya dan memikirkan apa yang baik bagi Tuhan. Juga menarik sekali, dalam Yohanes 5:42, dituliskan disitu bahwa: Tuhan tahu di dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih kepada Allah. Jadi Tuhan melihat apa yang kita pikirkan, apa yang kita katakan dalam self-talk kita. Sehingga kita perlu menyadari sebagai anak Tuhan, proses pengudusan yang kita alami atau kita jalani setelah kita menerima Kristus sebagai Juruselamat itu bukan sesuatu perubahan perilaku. Yang tadinya tidak ke gereja jadi pergi ke gereja, yang tadinya tidak melayani jadi melayani. Bukan itu! Tetapi pembaharuan itu Tuhan kerjakan, Roh kudus kerjakan dari dalam melalui dari dalam, self-talk ini sendiri.

Selanjutnya juga ternyata Alkitab juga mencatat bahwa di dalam Yohanes 13:2 itu dicatat seperti ini : Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot. Jadi jelas dalam bagian ini bahwa self-talk itu menjadi satu tempat dimana terjadi satu peperangan rohani. Jadi hal-hal yang jahat, si jahat itu juga bekerja memasukkan pikiran-pikiran yang jahat kepada anak-anak manusia. Sehingga di dalam self-talk itu kita menjadi satu tempat bergumul antara kita mau taat kepada kebenaran firman atau kita mengikuti hal-hal yang jahat di dalam diri kita, maupun bisikan dari luar. Begitu juga di dalam pergumulan sebagai anak Tuhan, apakah kita mau mengisi self-talk kita menjadi satu tempat kita merenungkan firman atau kita membiarkan self-talk kita terbuka untuk dunia memasukkan konsep-konsep dunia yang bertentangan dengan apa yang Tuhan ajarkan kepada kita.

Helen: Ok, pertanyaan terakhir Bu Sari. Positif self-talk itu sama ga sih sama positive thinking?

Ibu Sari: Sangat berbeda sekali ya Helen, karena positive thinking itu spiritnya adalah berusaha memikirkan hal-hal yang positif dari luar. Jadi berusaha memikirkan kalimat-kalimat yang baik, yang benar, supaya kita bisa, merubah self-talk yang negatif jadi positif, tetapi self-talk yang kita bicarakan disini adalah di dalam konteks pengudusan. Sehingga perubahan di dalam arah self-talk kepada hal kebenaran itu adalah karya Roh Kudus. Bukan cara manusia supaya orang itu berpikiran positif, maka hidupnya jadi lebih baik. Itu menjadi suatu perubahan mungkin bisa berhasil tetapi itu sementara sekali dan itu sangat superficial, jadi hanya di permukaan saja.

Tetapi apa yang Roh Kudus kerjakan, yaitu pembaharuan akal budi. Adalah satu perubahan di dalam isi self-talk, yang tadinya berisi secara alamiah adalah hal-hal yang berdosa, hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Tetapi Roh Kudus bertahta di dalam hati nurani manusia dan juga menguduskan self-talk itu dengan kebenaran Firman Tuhan. Dengan merenungkan janji Tuhan dan tentu saja di dalam ketaatan kita sebagai anak Tuhan, dan disitulah ada satu perubahan yang sejati dan permanen. Sehingga hidup manusia yang tadinya sia-sia di luar Kristus, akan menjadi hidup yang Tuhan pakai untuk menyatakan pekerjaan Tuhan dan kemuliaan Tuhan di tengah dunia ini. 

Helen: Wah.. self-talk ini ternyata serius sekali ya bu ya. Karena ini adalah hal yang sangat tersembunyi di dalam diri seseorang dan kalau tidak diarahkan maka kita yang muda-muda ini pasti banyak jatuh dalam jebakan dosa. Nah.. Bu Sari, sebelum kita akhiri ngobrol bareng Pelita kita kali ini apa ada hal yang Ibu Sari sampaikan ke rekan-rekan Pelita di rumah ? 

Ibu Sari: Ya Helen, self-talk ini sangat penting sekali untuk kita sadari karena kalau tidak itu akan berbahaya sekali. Tanpa sadar sebenarnya, yang tadi saya katakan bahwa si jahat juga bisa memasukkan atau membisikkan pikiran-pikiran yang membawa kita jatuh di dalam dosa, begitu. Jadi perlu diingat bahwa Tuhan itu mengetahui apa yang ada di dalam hati manusia. Di Yohanes 2:25 dituliskan : Karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepada-Nya, kepada Tuhan tentang manusia, sebab Tuhan tahu apa yang ada di dalam hati manusia. Mengapa ini penting sekali? karena seringkali kita berpikir dan tertipu oleh pikiran itu sendiri. Bahwa karena ini tersembunyi, maka kita pikir orang lain ga tau, dan akhirnya Tuhan juga gak tau apa yang kita pikir, padahal itu tidak benar, begitu ya. 

Jadi berlatihlah dari sekarang, dengan sengaja begitu! Mengamati self-talk yang ada dalam diri saudara, Apakah self-talk itu sehat atau tidak sehat ? Ataukah self-talk itu berisi sesuatu yang membawa kita makin mendekat kepada Tuhan, atau self-talk kita berisi hal-hal yang sebenarnya menjatuhkan diri kita sendiri, berisi keluhan, berisi hal-hal yang self pity misalnya. Lalu sebenarnya Tuhan itu senang sekali kepada anak-anak-Nya yang minta Dia membimbing. Jadi mintalah Tuhan membimbing saudara secara pribadi, untuk berani jujur mengenali, dan mengakui apa yang ada dalam self-talk kita, dan berbalik arah kepada-Nya. Dan isilah self-talk dengan membaca firman Tuhan setiap hari. Mengingat, memikirkan, merenungkan firman Tuhan dan berbicara kepada Tuhan dalam setiap kondisi hati kita. Jadi itu menjadi satu perjalanan Rohani kita bersama Tuhan, setiap saat kita berdoa di dalam self-talk kita kepada Tuhan.

Renungan bagi Kaum Muda: Ketidakpedulian

EGP (emang gue pikirin)?” Sangat umum kita mendengar ungkapan ini dari orang-orang di sekeliling kita.

Udah, nggak usah dipikirin, lakukan aja – hidup kan cuma sekali.” Inilah yang menjadi pegangan banyak orang muda dari jaman ke jaman. Mereka berpikir bahwa apa yang mereka lakukan tidak akan menyebabkan masalah apapun ke depannya. Terlebih lagi, hal yang sudah ada di depan mata, yang sangat menarik hati, menciptakan dorongan kuat untuk mengejarnya, seringkali tanpa dipertimbangkan baik-baik. Toh, yang penting sekarang hidup enak – ada waktunya untuk kerja keras nanti! Namun sebagaimana orang yang terlalu asyik melihat HP dan tidak peduli terhadap sekeliling jatuh ke lubang yang persis di depannya, ketidakpedulian adalah suatu bahaya yang sangat sulit terdeteksi.

Menurut J. C. Ryle, ketidakpedulian adalah sesuatu yang membahayakan, terutama bagi anak muda. Ini dikarenakan sifat acuh tak acuh dan tidak peduli untuk memikirkan matang-matang setiap hal yang akan dilakukan. Ini seringkali terjadi di dalam hidup kita, mulai dari hal-hal yang sederhana, hingga sampai ke hal-hal yang rumit, misalnya memilih pekerjaan hanya karena uang, bermain games, dan jalan-jalan ketimbang belajar dengan keras, memilih pasangan hidup hanya karena penampilan, semuanya hal-hal yang kelihatan sederhana yang mengakibatkan penderitaan bertahun-tahun. Bila hal duniawi diremehkan sedemikian rupa, apalagi hal rohani? Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut (Ams. 16:25). Banyak anak muda mengejar dosa dan berkata, “Aku tidak memikirkan sampai ke sana; itu tidak terlihat seperti dosa, terlihat enak.” Dosa tidak akan datang kepada manusia sambil berkata, “Aku adalah dosa!” Dosa selalu terlihat “baik dan sedap kelihatannya” ketika ia hendak dijalankan (Kej. 3:6).

Oleh karena itulah Firman Tuhan mengajar untuk kita memperhatikan keadaan kita. Ketetapan hati untuk berhenti, berpikir dan mempertimbangkan hal seturut Firman Tuhan sangat penting. Maka dari itu, kita harus memperoleh hikmat dan pengertian (Ams. 4:7) dari sumber hikmat itu, yaitu Allah sendiri, melalui pertolongan Roh Kudus, dalam hati dan pikiran kita dan menjalankannya. Bijaksana untuk menyikapi segala sesuatu dibutuhkan bukan hanya untuk hidup rohani, tetapi hidup dalam dunia ini untuk kebaikan kita.

Mungkin terlintas suatu pikiran yang mengatakan, “Kalau begitu, masa hidup harus bersikap sangat suram dan termenung-menung?” Perlu dipahami, Allah adalah Allah yang ‘bahagia/menyenangkan’, bukan Allah yang dingin, kaku dan membosankan. Di dalam Yesus Kristus, Allah mau membentuk hati kita untuk bijaksana dalam mempertimbangkan apa yang kita lakukan dan ke mana kita berjalan, semua supaya kita bertumbuh dalam sukacita pengenalan akan Dia. Dan lebih daripada itu, Ia mau supaya kita makin berjalan hidup dalam pimpinan-Nya dan menikmati hidup serta diri-Nya senantiasa. Kiranya kita mau untuk dididik dan belajar untuk makin peduli dan berbijaksana dalam hidup di dalam Tuhan.

Oleh: HN

Bagaimana mengetahui kehendak Tuhan di dalam hidup kita?

"Bagaimana caranya mengetahui kehendak Tuhan di dalam hidup kita?"

Ini adalah suatu pertanyaan yang semua dari kita bergumul. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengatakan saya ahli, kita ahli, untuk mengetahui kehendak Tuhan. Tetapi di tempat yang lain, Alkitab dengan jelas menyatakan Tuhan itu ingin kehendakNya diketahui.

Nah sekarang saya ingin memberikan secara sederhana, hal-hal & prinsip apa untuk yang Tuhan nyatakan di dalam Firman-Nya untuk kita boleh mengenal Dia dan mengerti kehendak-Nya.

Yang pertama adalah baca Firman Tuhan, Alkitab, secara teratur.

Kita tidak bisa membaca bagian-bagian Alkitab yang kita inginkan saja, tetapi kita membacanya secara teratur, bab demi bab, ayat demi ayat. Alkitab itu akan memberikan kepada kita suatu kerangka berpikir mengerti kehendak Tuhan. Jadi bukan sesuatu yang mistik.

Oh, aku memilih itu atau memilih ini, maka kemudian Alkitab menyatakan: "Pilih yang A," oh, bukan seperti itu. Alkitab memberikan kepada kita prinsip-prinsipnya dan akan memberikan kepada kita cara berpikir untuk mengerti sifat Tuhan, mengenal pribadi-Nya dan kemudian baru kita akan mengerti kehendak-Nya. Pertama adalah baca Firman Tuhan secara teratur.

Kedua adalah milikilah hati yang ditetapkan untuk taat di depan.

Ini adalah sesuatu yang penting. Kita tidak bisa mengatakan kepada Tuhan, "Tuhan nyatakan kehendak-Mu," tetapi di dalam hati kita, "Aku tidak mau taat sepenuhnya atau kalau Tuhan katakan A, aku tidak mau, Tuhan katakan B, aku baru mau taat." Tidak, kita tetapkan hati di depan untuk taat kepada Tuhan terlebih dahulu, sebelum kita mengerti Tuhan menjawab apa. Ini ada di dalam Alkitab, di dalam Firman Tuhan, yang mengatakan: "Barangsiapa mau maka dia akan tahu", Yohanes 7:17. Yaitu, barangsiapa menetapkan hatinya taat terlebih dahulu, dia akan tahu kehendak Tuhan.

Hal yang ketiga adalah tidak ada orang yang bisa datang kepada Tuhan, mengenal Dia, tanpa hati itu adalah jujur, terbuka, dan tulus di hadapan Tuhan.

Ini yang di dalam Alkitab dikatakan integrity of heart (Integritas hati). Jadi, Tuhan itu bergaul dengan orang-orang yang jujur, Tuhan itu menyatakan kehendak-Nya kepada orang-orang yang tulus. Jujur, tulus, terbuka, itu adalah selalu hati yang kita harus jaga di hadapan Tuhan dan kemudian kita membaca Firman-Nya dengan teratur dan kita mau rela taat, maka kita lihat bagaimana Tuhan itu akan menyatakan sesuatu begitu jelas secara rohani di dalam hidup kita. Itu adalah mengerti kehendak Allah.

Renungan bagi Kaum Muda: Cinta akan Kesenangan

Masa muda adalah masa yang paling indah, begitulah lirik dari sebuah lagu. Makanya menjadi tua adalah hal yang paling tidak ditunggu-tunggu di dalam hidup. Masa muda adalah masa dimana sebagian orang mencapai puncak dari kesehatan dan kekuatan secara fisik. Kekuatiran, sakit penyakit, dan kematian terdengar sebagai sesuatu yang asing. Banyak orang bilang, “Nikmatilah hidup selama kamu muda.” Dan itulah yang banyak dilakukan oleh orang muda. Mereka mengartikan kalimat ini sebagai suatu dorongan untuk melakukan apa saja yang menyenangkan mereka tanpa batas apapun. Banyak yang akhirnya hidup untuk kenikmatan itu sendiri dan hidup hanya untuk mengejarnya. Misalnya mengejar kesenangan dalam seks, alkohol, obat-obat terlarang, pesta pora, dan sebagainya. Ada kalimat yang mengatakan “Semakin dilarang, semakin penasaran dan semakin dikejar”. Kenikmatan itu terus dipikirkan siang dan malam.

J.C. Ryle mengatakan bahwa cinta akan kesenangan adalah salah satu hal yang harus diwaspadai oleh anak muda. Segala sesuatu yang memberikan perasaan senang, yang menenggelamkan pikiran yang jernih, yang menyenangkan indera dan memuaskan daging, semua ini menguasai hidup anak muda dengan begitu kuat. Tetapi semua kesenangan itu hanya bersifat sementara, tidak akan pernah memuaskan, kosong dan sia-sia. Seperti seekor belalang yang terlihat begitu indah dengan mahkota di kepala mereka, namun ternyata mereka memberikan sengat yang mematikan dengan ekornya (Wahyu 9:3-11). Cinta akan kesenangan akan mematikan jiwa. Semua yang hanya memberikan kenikmatan sementara bukanlah kenikmatan yang sesungguhnya. Tubuh kita adalah pelayan yang berguna tetapi selalu menjadi tuan yang buruk, jadi jangan sampai kita menjadi hamba dari tubuh.

Itulah sebabnya Alkitab mengatakan jauhkanlah diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa (1 Petrus 2:11). Jauhkanlah juga diri dari situasi-situasi yang mungkin membuat kita jatuh, jangan membicarakan hal tersebut dan jangan memikirkannya sehingga membuat kita tergoda untuk melakukannya. Seperti tertulis di Kolose 3:5, “Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala”.

Jadi, apakah menjadi anak Tuhan berarti kita tidak dapat menikmati hidup? Tentu tidak. Justru sebaliknya, Tuhan menciptakan kita sebegitu rupa dengan segala indera yang ada supaya kita dapat menikmati hidup yang Dia berikan dan dunia yang Dia ciptakan, dengan ucapan syukur dan di dalam kekudusan. Seperti tertulis di dalam Mazmur 16:11, Tuhan berkenan memberitahukan kepada kita jalan kehidupan; di hadapan-Nya ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Nya ada nikmat senantiasa. Kiranya kita boleh menikmati Dia selama-lamanya dan terus bertumbuh dalam sukacita mengenal Tuhan.

Oleh: HE

Doa – Pilihan atau Kebutuhan?

“Menjadi seorang Kristen tanpa berdoa sama mustahilnya dengan hidup tanpa bernafas” adalah satu kalimat dari seorang tokoh Reformed besar, Martin Luther. Ketika seseorang sudah menjadi Kristen, maka doa bukan lagi suatu pilihan tapi merupakan kebutuhan mutlak. Sama halnya seperti bernafas, tidak ada manusia yang bernafas hanya sesekali saja, bukan? Setiap saat kita harus bernafas untuk tetap hidup, maka seperti itu juga seharusnya kehidupan doa anak-anak Tuhan yang sejati.

“Berdoa adalah ekspresi iman seseorang yang natural sama seperti bernafas bagi hidupnya.” - Jonathan Edwards

Mazmur 116:1-2 dengan indah mencatat tentang hal ini. Daud menuliskan, “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” Dalam satu terjemahan bahasa Inggris, ayat 2 dikatakan, “TUHAN membungkuk (He bends down) untuk mendengar, maka aku akan terus berdoa sepanjang aku bernafas” (New Living Translation, terjemahan bebas). Dapatkah kita membayangkan Tuhan pencipta dan pemilik seluruh alam semesta ini begitu ingin mendengarkan doa anak-anak-Nya, sampai dikatakan bahwa Ia menyendengkan telinga-Nya, Ia membungkuk untuk mendengarkan cerita kita? Allah yang kita sembah bukan Allah yang jauh di sana dan tidak lagi mempedulikan apa yang terjadi pada hidup kita, melainkan Dia adalah Allah yang ingin berelasi dengan manusia ciptaan-Nya.

Daud merupakan seorang raja sekaligus nabi yang diurapi Tuhan, tetapi hidupnya dipenuhi dengan kejaran musuh dan penderitaan. Pada masa-masa sulit dan terhimpit, Daud berseru kepada Tuhannya di dalam doa dan Tuhan mendengar serta menjawab doa Daud. Orang-orang yang berseru kepada Tuhan di dalam doa dan mengalami sendiri pertolongan Tuhan dalam hidupnya akan mengerti bahwa hanya Tuhan yang dapat diandalkan, tidak ada yang lain.

Tuhan yang hidup dan mendengar doa

Salah satu raksasa rohani yang kehidupan doanya seperti nafas dalam hidupnya adalah seorang misionaris bernama George Muller. Tuhan memakai hidup Muller untuk menjadi berkat bagi puluhan ribu anak-anak yatim piatu yang ada di kota Bristol, Inggris. Muller bukan orang kaya yang mampu mengasuh dan menghidupi begitu banyak anak yatim, tapi dia adalah orang yang sepenuhnya bergantung pada pertolongan Tuhan di dalam doa. Muller memiliki beban besar dalam hatinya untuk menunjukkan kepada setiap orang, terutama mereka yang tidak percaya pada Tuhan, bahwa dia berdoa kepada Tuhan yang hidup. Jika kita membaca buku hariannya, maka kita bisa melihat sendiri bagaimana Tuhan menjawab doa-doa Muller dengan cara dan waktu-Nya yang ajaib.

Seperti hari-hari biasa, pagi itu di panti asuhannya seluruh anak-anak berkumpul untuk sarapan. Kira-kira 300 anak sudah duduk manis di depan meja makan, tetapi saat itu di hadapan mereka hanya ada piring yang kosong. Hari itu mereka kehabisan makanan, tidak ada makanan yang dapat diberikan untuk anak-anak, tetapi saat itu Muller tetap memimpin doa makan seperti biasa dan mengucap syukur kepada Tuhan untuk makanan yang akan mereka makan (dengan penuh keyakinan Tuhan akan menyediakan). Tidak lama setelah itu, terdengar suara ketukan pintu. Seorang tukang roti datang dengan membawa begitu banyak roti. Dia berkata bahwa sepertinya hari itu Tuhan menyuruhnya untuk membuat roti lebih banyak dari biasanya untuk dikirim ke panti asuhan. Muller begitu berterima kasih dan langsung membagikan roti itu kepada anak-anak. Tidak lama setelah itu, terdengar suara ketukan lain dari luar. Kali ini seorang tukang susu yang berdiri di depan pintu. Dia berkata bahwa ban mobilnya kempes sehingga harus diperbaiki dan itu membutuhkan waktu yang lama, maka dia memutuskan untuk memberikan semua susu yang dibawanya kepada panti asuhan Muller karena kalau tidak, susu itu akan rusak. Pagi itu, Tuhan menyediakan makanan dan minuman kepada ratusan anak dengan cara yang luar biasa.

Dalam hidupnya, Muller tidak pernah meminta atau memohon bantuan dari orang lain, tidak pernah juga berinisiatif mengadakan acara penggalangan dana untuk kebutuhan panti asuhannya. Dia mengandalkan dan percaya kepada Tuhan sepenuhnya dan Muller membuktikan sendiri bahwa Tuhannya hidup dan mendengar doa.

Mengandalkan Tuhan, bukan diri

Mungkin kita berkata dalam hati, “Yah, itu kan Daud. Itu kan George Muller. Mana mungkin kita bisa seperti mereka?” Jangan lupa bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sama yang disembah Daud atau Muller. Hal-hal besar itu dapat terjadi bukan karena kehebatan orang-orang itu, tetapi karena Tuhan yang bekerja melalui hidup mereka. Tuhan berkenan menyatakan pertolongan-Nya kepada orang yang dengan sepenuh hati berharap kepada-Nya.

Tapi masalahnya kita sering sekali mengandalkan kemampuan diri sendiri atau bahkan orang-orang di sekeliling kita. Kita mau mendapat jalan keluar yang cepat dan mudah. Waktu masalah datang, kita sibuk mencari bantuan dari kanan dan kiri, mengusahakan segala macam cara tanpa bergumul bersama Tuhan terlebih dulu. Pada akhirnya, setelah kita menemui jalan buntu dan semua usaha kita gagal, barulah kita mencari Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Jangan salah mengerti bagian ini. Tidak ada yang salah ketika kita menerima pertolongan dari orang lain. Atau jangan juga berpikir bahwa di saat kita mendapat masalah, yang perlu dilakukan hanya berdoa dan tidak mengerjakan apa-apa. Tuhan dapat mengirimkan jawaban doa melalui orang-orang di sekitar kita, contohnya seperti kisah Muller yang doanya dijawab melalui tukang roti dan tukang susu itu. Doa juga tidak pernah meniadakan usaha manusia. Orang yang hidupnya mengandalkan Tuhan bukan orang yang pasrah dan hanya menunggu datangnya pertolongan. Ini semua bicara tentang arah hati. Yang salah adalah ketika kita menjadikan doa hanya sebagai pilihan (option) terakhir dalam hidup. Arah dan fokus hati kita tidak pernah benar-benar tertuju kepada Tuhan. Kita menjadikan doa hanya seperti ban serep yang baru kita keluarkan dan pakai sesudah tidak ada pilihan lain lagi.

Musa mengajarkan suatu prinsip penting yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak-anak Tuhan; mencari pimpinan dan penyertaan Tuhan sebelum melangkah. Dalam kitab Keluaran pasal 33, Musa berkata kepada Tuhan: “Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini.” Yang menjadi isi doa Musa bukan supaya dia bisa cepat tiba di Kanaan, tapi Musa minta agar Tuhan menyertai dan berjalan bersama dengan dia. Jika tidak, bagi Musa lebih baik tidak pergi ke tempat yang berlimpah susu dan madu itu. Musa mengarahkan hatinya pada pribadi Tuhan dan penyertaan-Nya lebih daripada apapun juga

Relasi Yesus dengan Bapa

Sepanjang hidup-Nya dalam dunia, Tuhan Yesus senantiasa berdoa kepada Bapa-Nya di sorga. Alkitab mencatat begitu banyak peristiwa dimana Yesus pergi menyendiri untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Bahkan setelah menjalani hari yang penuh dengan pelayanan; mengajar, menyembuhkan orang-orang sakit, dan melakukan mujizat, Tuhan Yesus tidak langsung beristirahat, melainkan Dia pergi berdoa: “Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.” (Matius 14:23).

 Isi hati Yesus terdalam adalah Bapa yang di sorga dan seluruh kehendak-Nya. Yang menjadi kerinduan-Nya adalah dapat bersekutu dengan Bapa di dalam doa. Puncaknya, pada malam sebelum disalib, Yesus berdoa dengan lebih sungguh lagi kepada Bapa. Injil Lukas mencatat, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Peperangan Yesus melawan penguasa kegelapan bukan dimulai di atas kayu salib, peperangan itu sudah dimulai dan dimenangkan-Nya di Taman Getsemani ketika Ia berdoa. Yesus menang ketika Ia menetapkan hati untuk meminum cawan murka Bapa atas dosa manusia. Ketika Ia taat pada kehendak Bapa, kuasa iblis dikalahkan. Jika Yesus yang adalah Anak Allah begitu bergantung kepada Bapa di sorga, terlebih lagi kita yang adalah manusia debu dan tanah. Bukankah kita yang seharusnya lebih sungguh lagi dalam kehidupan doa kita?

Relasi manusia dengan Bapa

Manusia yang sadar dirinya tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Tuhan akan dengan rendah hati datang kepada-Nya, mengakui keterbatasan diri dan menyatakan kebergantungan penuh pada Tuhan. Ketika doa sudah menjadi seperti nafas hidup seseorang, maka pasti dia tahu ke mana harus berlari mencari pertolongan ketika menghadapi masalah. 

Seperti relasi yang intim antara Yesus dengan Bapa, maka seperti itu juga seharusnya relasi kita dengan Tuhan. Pada intinya doa adalah relasi antara manusia ciptaan dengan Allah sang Pencipta dan ini merupakan satu-satunya sarana untuk kita berelasi dengan Tuhan. Ketika Allah menciptakan Adam dari debu dan tanah, Allah menghembuskan nafas-Nya sendiri ke dalam tanah itu sehingga manusia pertama hidup dan memiliki kemungkinan untuk berelasi dengan Dia. Allah kita bukan Allah yang jauh dan tidak terjangkau. Dia Allah yang begitu mengasihi dan ingin dekat dengan umat-Nya. Maka setiap kali kita berdoa, fokuslah pada pribadi-Nya. Tidak hanya memikirkan ap­a yang kita doakan, tetapi kepada siapa kita berdoa.

Tuhan begitu ingin mendengar kita berbicara kepada-Nya, Ia menyendengkan telinga-Nya terhadap doa permohonan kita. Bahkan ketika ada yang tidak dapat kita ucapkan dalam hati, Ia pun mengerti dan mengetahuinya. Jangan bertele-tele dan sibuk menyusun kalimat indah atau merangkai kata yang panjang seperti ingin memberi setumpuk informasi kepada Tuhan dalam doa kita. Kita juga tidak perlu mengarahkan Tuhan atas jalan keluar sesuai keinginan kita. Tuhan tidak perlu arahan manusia. Dia mengetahui setiap detail hidup kita dan paling mengerti jalan keluar terbaik bagi kita. Serahkanlah seluruh jawaban doa di tangan Tuhan, biarkanlah Dia bekerja dengan bebas dalam hidup kita melalui cara-Nya sendiri.

“ Sepanjang Tuhan masih memberi nafas, sepanjang itulah kita harus terus bergantung kepada-Nya di dalam doa.”

Kiranya Tuhan menumbuhkan kerinduan dalam hati kita untuk datang mendekat kepada-Nya. Berdoalah, karena Tuhan mendengar. Berdoalah, karena kita tidak dapat melakukan apapun juga tanpa pertolongan-Nya. Berdoalah, karena dengan berdoa kita dapat mengalahkan godaan dan cobaan dari si jahat. Sepanjang Tuhan masih memberi nafas, sepanjang itulah kita harus terus bergantung kepada-Nya di dalam doa.

Oleh: ET

Image source: Unsplash

Saya & Corona

Di dalam podcast ini kita akan berbicara tentang satu tema yang begitu penting yaitu tema Saya & Corona”. Kali ini saya ditemani oleh rekan saya Jeanifer. Jeanifer mungkin bisa memperkenalkan diri secara singkat untuk teman-teman di rumah.

Nama saya Jeanifer. Saya berprofesi sebagai seorang nurse (perawat) di emergency department di salah satu rumah sakit di Sydney. Dan ini adalah tahun kelima saya sebagai seorang nurse. 

Selamat datang Jean. Jean mungkin bisa share sedikit kapan pertama kali mendengar tentang virus corona ini dan waktu itu apa sih yg dipikirkan?

Jujur saat pertama kali mendengar virus ini, saya tidak melihat ini sebagai sesuatu penyakit yang serius, karena yang kami ketahui pada saat itu, dilihat dari sudut pandang medis, gejala-gejala dari coronavirus ini sangat ringan. Sangat mirip sekali dengan gejala flu yang setiap tahun terjadi saat memasuki musim dingin datang. Saya sejujurnya berpikir bahwa ini adalah kemungkinan besar bentuk lain dari penyakit flu atau radang paru2 biasa yang tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Tetapi minggu berganti minggu, situasi dunia mulai berubah, setelah mendengar berita dimana virus ini telah menyebar ke Italia dan beberapa negara Eropa dan asia yang ternyata memakan korban bahkan jauh lebih banyak dari pada China, dan disitulah pandangan saya mulai berubah terhadap virus ini secara signifikan. Ada sesuatu yang berbeda dari virus ini, bukan hanya penyakit radang paru-paru biasa yang dialami oleh banyak pasien yang kami dirawat di rumah sakit saat musim dingin mulai datang, ini adalah sesuatu yang tampak ringan dari gejalanya, tapi secara prognosis, ini bisa mematikan. Bukan hanya mematikan bagi yang berusia lanjut, tapi bagi yang masih muda pun, virus ini bisa mengancam kehidupan mereka.

Apa yang dipikirkan ketika pertama kali diperhadapkan dengan pasien yang terkena corona?

Setelah dinas kesehatan Australia mulai mengambil siaga 1 melawan coronavirus semua setting yang ada di rumah sakit, peraturan dan protokol mulai berubah. Kami tidak lagi diperbolehkan untuk memakai seragam yang biasa kami pakai saat berangkat kerja dari rumah, kami tidak lagi boleh mengantongi handphone atau membawa barang bawaan yang kami biasa bawa ke rumah sakit. Kami disediakan tas khusus dan dianjurkan untuk meninggalkan sepatu yang kami pakai di rumah sakit dan memakai sepatu lain untuk pulang ke rumah. Saat kami bekerja pun, kami diberikan seragam khusus untuk bekerja dimana baju-baju tersebut akan disterilkan setelah pemakaian. Bukan hanya seragam khusus tapi kami harus mengenakan masker dan alat pelindung tubuh selama shift kami berlangsung. Kami tidak diperbolehkan memakai perhiasan seperti kalung, anting, cincin bahkan jam sekalipun saat kami bekerja karena benda-benda tersebut bisa menjadi salah satu mode of transmission yang sangat mungkin untuk virus ini kami bawa pulang ke rumah saat selesai bekerja. Saya ingat hari dimana atasan kami menghimbau perubahan-perubahan tersebut yang tadi saya jelaskan, mulai pada saat itu terjadi ketegangan pada saat kami bekerja dari hari-hari sebelumnya sebelum ada virus corona. Untuk keselamatan tenaga medis, setiap pasien yang datang ke emergency, harus kami perlakukan seolah-olah mereka positif virus corona. Ini karena kami mempunyai jumlah staf yang cukup terbatas dan kalau ada yang terkena maka akan sulit untuk kami menyediakan pelayanan kesehatan untuk para pasien.

Hal ini membawa satu beban besar bagi perawat dan dokter karena kami tidak bisa tahu secara langsung siapa yang terjangkit dan siapa yang tidak. Sangat jelas dalam memori saya, ketakutan yang menyelimuti kami setiap kali kami memulai shift kami. Ketakutan dalam hal apa? Ketakutan karena memasuki suatu situasi yang dipenuhi ketidaktahuan. Tidak ada seorangpun yang mengerti dan tahu cara kerja virus ini, yang kami tahu virus ini sangat mudah untuk tersebar dari satu orang ke orang lain. Pada saat itu kami himbau secara tegas, jikalau ada dari kami yang mulai memiliki gejala2 seperti batuk, panas tinggi atau flu, atau apapun itu, kami harus secara jujur memberitahu pihak rumah sakit untuk kami di test untuk coronavirus dan kami dilarang untuk bekerja sampai kami mendapat satu clearance bahwa kami negative. Disitu saya sadar, bahwa Tuhan mengijinkan hal ini terjadi agar saya bisa lebih lagi bergantung sepenuhnya hanya kepada pribadi Tuhan. Yang sedang saya hadapi pada saat itu bukanlah bekerja melawan penyakit yang saya pernah pelajari dan kenal sebelumnya tapi saya sedang menghadapi satu tantangan penyakit dimana manusia diseluruh dunia tidak tahu cara kerja dan bagaimana virus corona bekerja. 

Dalam masa-masa seperti itu, ada tidak suatu momen atau pergumulan yang paling berat bagi Jean?

Bagian yang paling menantang adalah saat saya harus memperlakukan bahwa semua pasien yang datang ke emergency itu sebagai pasien dengan positive corona. Pada setiap pasien saya harus melakukan proses testing itu dimana saya dengan alat pelindung diri yang lengkap harus mengambil sampel sel dari hidung dan tenggorokan setiap pasien yang kami curigai terjangkit coronavirus. Untuk mengambil sample ini, sangat lumrah untuk pasien menjadi batuk seketika saat sample taking dilakukan dan untuk mendapat sampel secara efektif, saya harus berdiri dekat pada wajah mereka dan saat mereka batuk seketika, itu adalah indikasi bahwa sample taking telah dilakukan dengan benar. Secara profesi saya harus merawat mereka sebisa yang saya mampu tapi disisi lain ada satu ketakutan yang nyata mulai memasuki pikiran saya saat itu. 2 pertanyaan ini muncul, bagaimana jika Tuhan mengijinkan saya terkena coronavirus dan bagaimana saya harus berespon. Setiap kali saya pulang, secara sadar saya harus menjaga jarak dengan orang2 di rumah karena saya tidak tahu jika saya membawa virus itu pulang ke rumah. Sempat tersirat satu pemikiran, mungkin saya harus pindah untuk sementara waktu selama masa pandemi ini. Kekhawatiran demi kekhawatiran berkecamuk dan setiap hari saat hendak memulai shift, doa yang saya saat itu adalah memohon pada Tuhan kalau saya terekspos virus ini, saya meminta agar Tuhan berikan kerelaan hati untuk turut merasakan apa yang pasien coronavirus itu rasakan. Saya memohon hati yang rela agar jangan sampai iman saya tergoncangkan. 

Jelas sekali iman Kristen itu sangat berperan besar dalam saya bekerja sebagai seorang perawat. Iman kepada Kristus lah yang memberikan saya satu teladan dan tujuan yang jelas mengapa saya berprofesi sebagai seorang nurse yaitu untuk menjadi terang dan garam bagi mereka yang lemah dan putus asa karena kondisi penyakit mereka sendiri

Tuhan di dalam providensia-Nya memberikan satu ketenangan kepada saya di tengah-tengah pandemik ini. Setiap hari saat datang kerja, banyak dari staff dan pasien yang menunjukan satu ketakutan terhadap kematian. Apakah akan sakit sekali rasanya saat mendekati kematian yang disebabkan oleh virus ini? Kita tahu bahwa belum ada obat yang bisa melawan virus ini, bahkan obat antiviral dengan spektrum tertinggi pun belum bisa dipastikan secara ilmiah mampu untuk melawan virus yang tidak terlihat ini. Ketakutan akan kematian bukan hanya bisa kita lihat di rumah sakit, ketakutan akan kematian ini benar-benar dirasakan oleh banyak orang di seluruh dunia. 

Masa pandemi ini telah mengubah cara manusia menunjukan perhatian kepada keluarga, teman dan sesama, pelukan dan sentuhan dulu adalah bentuk kasih sayang tapi sekarang, sikap ini menjadi sesuatu yang berbahaya karena transmisi virus corona yang sangat mudah berpindah. Pembatasan secara sosial dan fisik telah menjadi satu tanda bahwa kita peduli kepada orang lain. Ini adalah satu hal yang tidak pernah manusia pikirkan sebelumnya. Virus yang tidak terlihat ini telah sungguh-sungguh telah mengubah semua aspek kehidupan manusia. 

Satu ayat firman Tuhan yang terus saya pikirkan adalah adalah dari Ibrani 13:8 Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. Orang percaya yang sejati akan mengalami penyertaan Allah yang penuh dengan kemurahan semasa ia hidup, ketika ia mati, dan untuk selama-lamanya. Dari janji yang bersifat luas dan mencakup semuanya ini, orang Kristen boleh yakin bahwa hanya dari Tuhan lah mereka beroleh pertolongan. Allah Tritunggal yang adalah pencipta dari seluruh alam semesta ini, di dalam kedaulatan-Nya sudah mengetahui saat virus ini pertama kali muncul, kemana virus ini akan pergi dan kapan virus ini akan berhenti menyebar. Dan ini menjadi satu pengharapan besar bagi umat manusia ciptaan-Nya dimana di dalam kepak sayap-Nya lah kita bisa mendapatkan perlindungan, pada batu karang yang kokoh itulah iman kita tidak bisa tergoncangkan dan di dalam kasih sayang-Nya lah kita mendapatkan ketenangan.

Kedaulatan yang sama yang sanggup menghentikan coronavirus, namun belum, adalah kedaulatan yang sama yang menopang jiwa manusia di dalamnya. Meskipun yang manusia rasakan saat ini adalah kesedihan, kehilangan, kekecewaan atau mungkin sekali keputusasaan, tetaplah ingat bahwa Tuhan pada diri-Nya adalah tetap Tuhan yang baik dan penuh dengan kemurahan terhadap kita kita manusia berdosa. Semua hal yang terjadi saat ini, pandemi, perang, keterpisahan bahkan dukacita tidak membuat attribute Allah berubah sama sekali. Mengutip satu kalimat dari John Piper, “Baik mati ataupun hidup, Tuhan akan beserta denganmu”. Sebagai seorang Kristen, bukan diri kita lagi yang paling penting, bukan keamanan kita atau apapun yang kita miliki tapi kita dituntut untuk melepaskan hak kita agar kehendak Tuhanlah yang sungguh-sungguh terjadi dalam hidup kita. Dan jikalau diperlukan jalan penderitaan dan kesakitan agar kehendak Tuhan yang terjadi maka mintalah Tuhan untuk Dia sendiri yang menguatkan dan meneguhkan hati kita. Soli Deo Gloria.

Bagaimana kita berespon terhadap perkembangan dunia digital?

"Bagaimana kita sebagai orang Kristen berespon terhadap kemajuan digital?" 

Ini adalah masalah yang besar bagi kita semua khususnya anak-anak muda. Kemajuan digital adalah seperti gelombang laut yang besar sekali seperti Tsunami yang besar melanda daripada satu pulau yang kecil. Dan pulau yang dilanda itu adalah pribadi kita masing-masing. Beberapa hal ini:

  • Pertama adalah, kita harus menguatkan diri kita, mengerti diri kita itu siapa di hadapan Allah.

Jadi kita harus menyadari yang mendefinisikan diri kita itu adalah bukan orang lain tetapi adalah Allah itu sendiri melalui Alkitab. Kalau kita tidak tahu identitas diri kita, maka yang terjadi adalah kita akan diombang-ambingkan dengan ombak yang besar seperti ini. Kita begitu ada orang yang klik Like di tempatnya kita punya post, maka kita itu senang. Coba begitu banyak orang ratusan orang yang tidak suka dengan apa yang kita post langsung hati kita begitu down. Kita rasa menjadi orang yang nothing, atau merasa diri menjadi orang yang berguna, bangga, tergantung daripada bagaimana respon orang lain terhadap hidup kita, terhadap diri kita, di media sosial yang mereka bahkan tidak tahu kita, tidak kenal kita dan itu membuat kita naik turun antara kita senang, bangga, atau sedih dan kemudian kita merasa benar-benar gagal di dalam hidup. Kalau kita tidak kenal diri kita sendiri maka kita akan mencari approval dari luar dan medsos akan menjadi sarana untuk kita melihat apakah kita di-approved oleh orang luar atau tidak dan di situ kecelakaan daripada hidup kita.

  • Hal yang kedua adalah self-control (Penguasaan diri).

Self-control itu diperlukan pada zaman digital seperti ini. Zaman yang kuno kita memiliki rumah, rumah itu kemudian kita pagari dengan ketat supaya pencuri itu tidak masuk ke dalam. Zaman kuno orangtua memberikan satu peraturan yang ketat supaya anak-anak tidak keluar atau tidak pergi keluar tanpa ada sesuatu pemberitahuan atau membeli barang-barang di luar yang orangtua tidak tahu. Tetapi zaman sekarang pencuri itu tidak lagi di luar, pencuri itu ada di depan mata kita, di kamar kita, di laptop kita, di komputer kita, di handphone kita. Mereka akan mencuri waktu kita, mencuri hati kita, mereka akan mencuri pikiran kita dengan hal-hal yang sangat-sangat bahkan hina, dan sangat-sangat najis ada di depan daripada handphone kita, dan itu 24 jam. Nah saudara-saudara, apakah pikiran kita mau tercuri, hati kita mau tercuri, waktu kita mau diambil atau tidak itu tergantung sekarang bukan oleh orangtua kita, bukan oleh guru kita, bukan oleh orang lain, tetapi oleh kita sendiri. Kita yang menentukan apakah kita itu mau menolak mereka atau tidak. Tetapi masalahnya adalah tidak banyak daripada kita memiliki self-control. 

Sebenarnya dua hal itu, pertama adalah mengenal identitas diri kita, kedua, memiliki self-control, dua-duanya adalah tanda dari maturity, daripada kedewasaan iman kristiani. Masalahnya adalah banyak daripada kita tidak bertumbuh, kita menjadi orang Kristen, kita aktif di gereja, tapi kita tidak bertumbuh di dalam Kristus. Kita tidak bertumbuh dan tidak ada pertumbuhan di dalam pengenalan akan Allah. Ini yang membuat kita tidak memiliki kuasa untuk mengontrol diri kita, dan kita tidak memiliki satu fondasi mengenal diri kita itu sebenarnya siapa di hadapan Allah yang melihat kita, bukan di hadapan manusia.

Quote of the day

Kecuali kita menyangkal kehendak kita sendiri, kita tidak akan pernah melakukan kehendak Tuhan.

Thomas Watson