Bagaimana kita berespon terhadap perkembangan dunia digital?

Bagaimana kita berespon terhadap perkembangan dunia digital?

"Bagaimana kita sebagai orang Kristen berespon terhadap kemajuan digital?" 

Ini adalah masalah yang besar bagi kita semua khususnya anak-anak muda. Kemajuan digital adalah seperti gelombang laut yang besar sekali seperti Tsunami yang besar melanda daripada satu pulau yang kecil. Dan pulau yang dilanda itu adalah pribadi kita masing-masing. Beberapa hal ini:

  • Pertama adalah, kita harus menguatkan diri kita, mengerti diri kita itu siapa di hadapan Allah.

Jadi kita harus menyadari yang mendefinisikan diri kita itu adalah bukan orang lain tetapi adalah Allah itu sendiri melalui Alkitab. Kalau kita tidak tahu identitas diri kita, maka yang terjadi adalah kita akan diombang-ambingkan dengan ombak yang besar seperti ini. Kita begitu ada orang yang klik Like di tempatnya kita punya post, maka kita itu senang. Coba begitu banyak orang ratusan orang yang tidak suka dengan apa yang kita post langsung hati kita begitu down. Kita rasa menjadi orang yang nothing, atau merasa diri menjadi orang yang berguna, bangga, tergantung daripada bagaimana respon orang lain terhadap hidup kita, terhadap diri kita, di media sosial yang mereka bahkan tidak tahu kita, tidak kenal kita dan itu membuat kita naik turun antara kita senang, bangga, atau sedih dan kemudian kita merasa benar-benar gagal di dalam hidup. Kalau kita tidak kenal diri kita sendiri maka kita akan mencari approval dari luar dan medsos akan menjadi sarana untuk kita melihat apakah kita di-approved oleh orang luar atau tidak dan di situ kecelakaan daripada hidup kita.

  • Hal yang kedua adalah self-control (Penguasaan diri).

Self-control itu diperlukan pada zaman digital seperti ini. Zaman yang kuno kita memiliki rumah, rumah itu kemudian kita pagari dengan ketat supaya pencuri itu tidak masuk ke dalam. Zaman kuno orangtua memberikan satu peraturan yang ketat supaya anak-anak tidak keluar atau tidak pergi keluar tanpa ada sesuatu pemberitahuan atau membeli barang-barang di luar yang orangtua tidak tahu. Tetapi zaman sekarang pencuri itu tidak lagi di luar, pencuri itu ada di depan mata kita, di kamar kita, di laptop kita, di komputer kita, di handphone kita. Mereka akan mencuri waktu kita, mencuri hati kita, mereka akan mencuri pikiran kita dengan hal-hal yang sangat-sangat bahkan hina, dan sangat-sangat najis ada di depan daripada handphone kita, dan itu 24 jam. Nah saudara-saudara, apakah pikiran kita mau tercuri, hati kita mau tercuri, waktu kita mau diambil atau tidak itu tergantung sekarang bukan oleh orangtua kita, bukan oleh guru kita, bukan oleh orang lain, tetapi oleh kita sendiri. Kita yang menentukan apakah kita itu mau menolak mereka atau tidak. Tetapi masalahnya adalah tidak banyak daripada kita memiliki self-control. 

Sebenarnya dua hal itu, pertama adalah mengenal identitas diri kita, kedua, memiliki self-control, dua-duanya adalah tanda dari maturity, daripada kedewasaan iman kristiani. Masalahnya adalah banyak daripada kita tidak bertumbuh, kita menjadi orang Kristen, kita aktif di gereja, tapi kita tidak bertumbuh di dalam Kristus. Kita tidak bertumbuh dan tidak ada pertumbuhan di dalam pengenalan akan Allah. Ini yang membuat kita tidak memiliki kuasa untuk mengontrol diri kita, dan kita tidak memiliki satu fondasi mengenal diri kita itu sebenarnya siapa di hadapan Allah yang melihat kita, bukan di hadapan manusia.

Oleh:

Quote of the day

Kasih Allah dimanifestasikan dengan cemerlang dalam kasih karunia-Nya kepada orang-orang berdosa yang tidak layak. Dan itulah tepatnya rahmat: kasih Allah mengalir dengan bebas bagi yang tidak menyenangkan.

A. W. Tozer