Self Pity (Iba Diri) ternyata berbahaya!

Helen: Hai rekan-rekan Pelita, selamat bergabung kembali dengan podcast ngobrol bareng Pelita. Masih bersama saya, Helen. Kali ini kita akan ngobrol bareng lagi dengan Vikaris Sariwati. Selamat datang kembali, Ibu Sari.

Ibu Sari: Halo Helen, apa kabar?

Helen: Baik, terima-kasih. Bu, kita kan sering banget dengar atau mungkin pernah ngomong kalimat misalnya, “Aku tuh orang yang paling malang sedunia.” Atau, “Ah, memang nasib jelek deh.” Atau bahkan ada yang bilang, “Kasian deh gue.”

Nah, katanya ini namanya self-pity alias mengasihani diri sendiri. Bu, sebenarnya apa sihself-pity itu?

Ibu Sari: Iya, Helen, self-pity itu adalah bagian kecil dari self-talk. Dan betul sekali bahwa self-pity itu adalah satu kalimat yang dikatakan kepada diri sendiri yang berisi yaitu mengasihani diri sendiri, dan ini hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Kenapa? Karena kalau dibiarkan, self-pity ini akan sangat merugikan bagi pribadi yang terus- menerus mengatakan hal-hal yang self-pity kepada dirinya sendiri. Itu akan mengganggu pertumbuhan karakter dia dan juga bahkan akan membuat dia itu menjadi pribadi yang seolah-olah lumpuh karena sangat mengecilkan hatinya, dan akhirnya selalu melihat kepada dirinya yang malang.

Helen: Berarti itu sesuatu yang sangat negatif, ya, Bu?

Ibu Sari: Iya, bukan hanya negatif, tetapi itu sebenarnya masuk ke dalam satu hal yang sebenarnya berdosa. Artinya dia mengatakan hal-hal yang tidak sesuai yang Tuhan mau dia pikirkan. Jadi, selain mengarah kepada diri sendiri, itu juga akhirnya tidak melihat kebaikan Tuhan di dalam hidupnya. 

Helen:Nah, kenapa orang bisa jatuh kedalam self-pity ini, ya, Bu?

Dan apakah ada satu kelompok tertentu yang lebih rentan terkena jebakan self-pity ini?

Mungkin maksudnya seperti, apakah kelompok anak muda? Atau mungkin kelompok orang yang mungkin lebih senior begitu, Bu?

Ibu Sari: Sebenarnya self-pity ini ada dalam setiap pribadi dan ini sebagai satu bentuk nyata kejatuhan kita di dalam dosa. Jadi, dosa itu masuk ke dalam kehidupan manusia dan merusak seluruh aspek hidup manusia, termasuk cara berpikir, dan salah satunya masuk di dalam self-talk dalam bentuk self-pity seperti ini. Jadi, tidak ada bagian atau kelompok orang tertentu yang lebih rentan dibandingkan yang lain, dari kecil sampai sudah tua. Dan ini sesuatu yang sangat berbahaya kalau tidak di sadari, dan itu akan terus-menerus menarik diri masuk ke dalam satu pemikiran yang self-centered, dan akhirnya sangat merugikan sekali, baik secara karakter pribadi dan juga kerohanian.

Helen: Kembali lagi ke pertanyaan saya yang tadi, orang kenapa bisa self-pity, Bu?

Ibu Sari: Jadi begini, kalau dilihat dari kisah perjalanan seorang manusia begitu, ya, seorang anak di tengah keluarga itu biasanya orang tua tanpa menyadari seringkali lebih fokus kepada kelemahan anak, sehingga ketika anak mengalami satu kesalahan atau satu kelemahan, orang tua sering kali cepat untuk mengatakan sesuatu yang negatif. Bukan perbuatannya, tetapi kepada pribadinya.

Misalnya seorang anak yang memang lahir dalam kondisi yang biasa saja, tidak terlalu pintar, tetapi orang tua ingin dia menjadi anak yang pintar, anak yang paling menonjol di kelas, dan ketika harapan orang tua itu tidak terjadi, seringkali orang tua tanpa sadar mengatakan kepada anak, “Kamu anak bodoh!Kamu tidak sepintar kakak kamu! Kamu kok tidak sepintar teman kamu si A, si B…?”. Dan anehnya, kalimat-kalimat negatif itu masuk ke dalam pikiran anak itu dan terekam di dalam memorinya dia, sehingga ketika besar, tentu orang tua nya tidak lagi mengatakan hal dan kata yang sama, tetapi itu akan masuk ke dalam self-talk dia dan menjadi self-pity

Misalnya orang itu menjadi seorang pemuda yang sebenarnya berhasil, tetapi ketika mengalami kegagalan, anehnya kalimat-kalimat self-pity, self-blaming itu keluar lagi.

“Oh, saya memang orang bodoh. Saya memang orang yang tidak berhasil. Saya memang orang yang malang.”

Dan, misalnya, beberapa ciri dari self-pity itu adalah, misalnya, selalu dalam pikiran itu ada merasa diri paling malang dan selalu harus dimaklumi, dimengerti dalam setiap kelemahannya. Misalnya seorang pribadi atau seorang pemuda yang kalau marah itu meledak-ledak, kasar, misalnya, sinis. Ketika sahabatnya bertanya kenapa kamu seperti itu,lalu dia akan menceritakan bagaimana masa lalunya, yang misalnya orang tuanya sering marahin dia, dan kondisi keluarganya, atau dia sering menjadi anak yang sering disalahkan. Akhirnya orang itu akan merasa orang lain itu harus mengerti dia dan dia sendiri tidak mau mengambil tanggung jawab itu, selalu melihat diri sebagai korban, “Ini adalah akibat orang tua saya dulu!” 

Selalu menyalahkan orang lain, selalu menyalahkan kondisi, dan orang self-pity ini selalu minta dikasihani dan dimengerti oleh manusia. Padahal seperti yang kita tahu, sebagai anak Kristen, manusia hanya hidup karena belas kasihan Tuhan saja. Dan yang paling mematikan adalah dia tidak pernah masuk ke dalam satu kata “Pertobatan” karena dia tidak mau mengakui ini kesalahan dia. Jadi, dia selalu blaming orang lain, blaming masa lalunya, dan itu sangat menghambat sekali pertumbuhan rohaninya.

Helen: Kalau begitu, berarti self-pity itu pasti ada level-nya, ya, Ibu Sari? Dari yang ringan, misalnya self-pity karena tidak ada yang like postingan kita di Instagram, sampai level yang paling ekstrem mungkin. Nah, Ibu Sari, sebagai seorang konselor, bisa tidak share kasus self-pity apa yang paling ekstremyang pernah Ibu Sari tangani?

Ibu Sari: Jadi, self-pity ini sebenarnya kalau dibiarkan akan menuju kepada hal yang lebih berbahaya, misalnya kalimat-kalimat negatif tentang orang lain. Itu sesuatu yang di luar diri dia. Kalau itu dibiarkan juga, maka akan muncul kalimat-kalimat negatif tentang dirinya sendiri juga. Dan itu akan membuat dia selalu berbicara kepada dirinya bahwa saya orang yang gagal. Saya tidak mampu. Dan orang itu akan menjadi takut untuk mencoba hal yang baru, dan akhirnya dia tidak menyukai dirinya sendiri, dan bahkan membenci dirinya sendiri. Dan dari perasaan benci itu juga akan muncul, jika ini dibiarkan terus, akan muncul menjadi keinginan melukai diri. Dan itu akhirnya akan muncul keinginan mengakhiri hidupnya karena dia merasa tidak ada yang mengasihi dia, tidak ada yang bisa mengerti dia, dan akhirnya dia merasauntuk apa saya hidup.

Helen: Berarti ekstrem sekali, ya, Bu?

Ibu Sari: Iya, sangat berbahaya sekali.

Helen: Jadi, dimulai dari sesuatu yang kelihatan sederhana, sampai akhirnya bisa sampai self-harming, karena self-pity ini. 

Nah, tadi di awal Ibu Sari bicara bahwa semua orang itu bisa kena self-pity dan tidak ada satu kelompok pun yangimun. Sebagai orang Kristen, bagaimana kita bisa menghadapi self-pity ini dan bagaimana kita bisa terhindar dari jebakan self-pity ini?

Ibu Sari: Jadi, sebenarnya ini menjadi satu hal yang real di dalam diri setiap orang, termasuk orang Kristen. Jadi, ketika seseorang lahir baru, Alkitab mengatakan dia menjadi ciptaan baru di dalam Kristus, maka di hadapan Allah yang suci, kita disucikan di dalam Kristus. Tetapi itu tidak otomatis merubah segala sesuatu di dalam diri kita. Maksudnya begini, ketika orang sudah percaya Tuhan, status rohaninya dia dibenarkan di hadapan Tuhan Allah Bapa, di dalam Kristus Yesus, Roh Kudus berdiam di dalam hati dia, dan setelah itu, orang Kristen yang lahir baru itu akan masuk ke dalam proses pengudusan. 

Jadi, proses pengudusan ini adalah satu proses pengudusan yang Roh Kudus kerjakan melalui firman, melalui persekutuan dengan orang percaya, dan itu termasuk di dalam self-talk ini. Dan seringkali orang Kristen tidak menyadari hal ini begitu signifikan, sehingga itu menjadi sesuatu yang seolah-olah tersembunyi di dalam diri dia. Dan kalau misalnya itu menjadi satu realita pergumulan kita, sebenarnya peperangan rohani itu ada di dalam self-talk itu sendiri. Bagaimana seseorang mendengar firman dan Roh Kudus mengkonfirmasi bahwa firman itu adalah kebenaran, lalu ketaatan itu sebenarnya keputusan pribadi. Jadi, setelah dia menerima kebenaran, tidak secara otomatis kebenaran itu akan bekerja di dalam diri dia, kecuali kebenaran itu masuk ke dalam seluruh aspek hidup dia, termasuk self-talk ini diterangi oleh firman. 

Saya beri contoh, misalnya di dalam Mazmur 42, itu adalah satu Mazmur yang dituliskan dengan judul “Kerinduan kepada Allah.” 

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri pemazmur? Dia mengatakan seperti ini, dia bertanya kepada dirinya sendiri di dalam self-talk-nya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?” Ini satu pertanyaan yang menarik sekali. Dan ini satu realita bahwa self-talk itu ada dan pemazmur ini mengalami satu kegelisahan di dalam dirinya. Dia berkata kepada dirinya, bertanya “Mengapa engkau tertekan dan gelisah di dalam diriku, hai jiwaku?”

Lalu jawaban itu muncul lagi dari dalam dirinya, di dalam self-talk itu juga, ada satu dialog yang mengatakan seperti ini, “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku.”

Jadi, seolah-olah itu adalah dua orang yang berbicara, tetapi sebenarnya adalah dirinya sendiri.

Dan Martyn Llyod-Jones mengatakan bahwa masalah depresi kerohanian, jadi spiritualdepression itu, sebenarnya masalah utamanya adalah orang Kristen membiarkan dirinya bicara kepada dirinya, tetapi tidak melatih self-talk ini diisi oleh firman. Tetapi pemazmur ini jelas sekali dia mengatakan, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku?”

Tentu konteks hidup bermacam-macam membuat jiwa kita tertekan. Sebagai anak Tuhan, kita perlu merenungkan Firman Tuhan, sehingga menghadapi self-talk yang negatif atau self-pity. Kalimat-kalimat yang membuat kita jauh dari Tuhan. Kita perlu berharap kepada Allah, kita perlu terus merenungkan sifat Allah, dan dia mengambil keputusan sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku. Itu cara menghadapi self-talk yang negatif. 

Tapi dunia seringkali mengatakan, “Kamu harus berpikir positif.”

Positive thinking itu tidak sama dengan self-talk yang diperbaharui oleh Roh Kudus. Bedanya adalah positive thinking itu berusaha memasukkan kalimat-kalimat positif dari luar, “Kamu pasti bisa!Kamu pasti berusaha lebih keras lagi. Pasti ada aja jalan keluar.”

Itu sesuatu yang dimasukkan dari luar. Mungkin, bisa berhasil, tetapi hanya sementara dan hanya di luar saja, tetapi tidakpermanen dan tidak sejati perubahan itu. Berbeda sekali dengan self-talk yang dikuduskan oleh firman dan ada kuasa Roh Kudus yang terus menopang kita.

Jadi, menghadapi hal-hal seperti ini, jangan sendirian. Bergantunglah bersama Tuhan.

Helen: Baik, jadi kita sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak kebal terhadap self-pity itu, tetapi kita perlu waspada, jangan sampai kita jatuh ke dalam jebakan self-pity.

Baik, Ibu Sari, sebelum kita akhiri podcast-nya kita hari ini, apakah ada hal yang Ibu Sari mau sampaikan untuk rekan-rekan Pelita di rumah, khususnya mungkin bagi mereka yang bergumul dalam self-pity?

Ibu Sari: Iya, jadi pertama, kita perlu terus mengingatkan bahwa apa yang menjadi pergumulan di dalam hati kita, khususnya di dalam self-talk atau berapa banyak kalimat negatif muncul itu, kita sebagai anak Tuhan harus selalu ingat bahwa kita tidak sendirian, ada Tuhan, ada Roh Kudus di dalam hati kita dan Tuhan tahu apa yang ada di dalam hati kita yang paling dalam. Selain itu, dengan rajin dan sengaja kita latih, amati self-talk saudara. Apakah itu sesuatu yang membangun iman atau itu menjauhkan kita dari Tuhan? Dan mintalah Tuhan secara pribadi membimbing kita untuk kita berani jujur, mengakui, membuka hati kita, dan bertobat. 

Jadi, sebenarnya itu menjadi tanggung jawab kita untuk boleh melatih diri kita, arah pikiran kita tertuju kepada Tuhan, tentu saja di dalam pertolongan Tuhan, dan isilah self-talk kita dengan membaca firman setiap hari, dengan mengingat, merenungkan, dan juga isi dengan ketaatan demi ketaatan, dan doa setiap hari, dan jangan sendirian. Di dalam Yakobus 4:7 itu tertulis seperti ini, “Tunduklah kepada Allah dan lawanlah iblis.”

Jadi, jangan jauhi juga persekutuan dengan orang percaya lain, karena kasih saudara seiman, doa-doa mereka itu sangat kita butuhkan.

Helen: Baik, terima kasih sekali Ibu Sari untuk semua obrolan kita hari ini. Biar ini semua boleh menjadi peringatan dan perenungan bagi kita semua.

Ibu Sari: Kembali kasih.

Helen: Sekian podcast Pelita kita kali ini. Untuk mendengarkan topik podcast Pelita yang lain, silakan mengunjungi www.pelita.net. Tuhan memberkati.

Allah yang Cemburu

Kita mungkin bertanya-tanya mengapa Allah itu cemburu? Bukankah cemburu itu sesuatu yang tidak baik? Ketika kita berbicara mengenai Allah, tentu kita membayangkan hanya karakter baik saja yang terdapat dalam diri Allah, dan cemburu bukanlah sesuatu yang kita pasangkan pada karakter Allah. Tetapi tidak demikian kata Alkitab. Ketika Allah membawa bangsa Israel keluar dari Mesir melalui Sinai dan memberikan hukum dan perjanjian-Nya, kecemburuan-Nya adalah salah satu karakter yang diajarkan Allah kepada mereka. “… sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu … (Keluaran 20:5b). Dan beberapa saat kemudian Allah memberi tahu Musa, “… karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburu, adalah Allah yang cemburu. (Keluaran 34:14b). Pernyataan diri Allah tentang nama-Nya di dalam Alkitab selalu menyatakan mengenai natur dan karakter-Nya.

Lalu bagaimana kita tahu bahwa kecemburuan Allah adalah sesuatu yang baik dalam diri Allah kalau bagi manusia kecemburuan adalah sesuatu yang dipandang buruk? Jika Allah itu sempurna dan layak kita sembah, bagaimana kita dapat menyembah Allah dalam kecemburuan-Nya?

Untuk menjawabnya, mari kita melihat dua hal ini:

  1. Deskripsi tentang Allah dalam Alkitab dinyatakan dalam bahasa yang diambil dalam keseharian hidup manusia.

Allah merendahkan diri-Nya dengan memakai bahasa yang dapat dipahami manusia karena itulah satu-satunya medium akurat yang dapat mengkomunikasikan hal-hal mengenai Dia kepada kita. Namun, yang harus kita ingat adalah ketika bahasa manusia sehari-hari dipakai untuk menggambarkan Allah, maka tidak ada batasan-batasan yang terjadi pada natur manusia terdapat pada penggambaran Allah. Dan elemen dari kualitas manusia yang berasal dari efek dosa juga tidak ada di dalam penggambaran Allah, hingga seluruh karakter Allah adalah karakter yang suci. Kecemburuan Allah bukan seperti kecemburuan manusia tetapi cemburu yang suci.

Kecemburuan Allah mendorong Allah untuk menghakimi orang-orang yang tidak setia dan jatuh kepada dosa dan ilah-ilah. Namun, pada saat yang sama Allah juga akan menebus dan membangkitkan umat pilihan-Nya dari penghakiman. Dan pada akhirnya kecemburuan Allah adalah kecemburuan bagi nama-Nya yang kudus agar Allah dipermuliakan di antara bangsa-bangsa.
  1. Ada dua jenis kecemburuan di tengah-tengah manusia.

Yang pertama adalah cemburu yang jahat. Di dalam Bahasa Inggrisnya adalah envy. Suatu ekspresi dari keinginan untuk memiliki sesuatu yang tidak dia punya dan ada perasaan benci atau ketidaksenangan karena orang lain memiliki yang dia tidak punya. Perasaan ini muncul dari ketamakan yang berasal dari harga diri manusia dan dapat menimbulkan suatu obsesi yang berbahaya.

Tetapi ada jenis kecemburuan kedua, di dalam Bahasa Inggris adalah jealousy, yaitu kecemburuan untuk melindungi suatu hubungan kasih yang ada di dalam suatu kovenan/perjanjian (misalnya dalam relasi suami-istri) dan mengambil tindakan ketika relasi di dalam kovenan itu dirusak. Tindakan ini bukan muncul sebagai reaksi buta dari harga diri yang terluka, tetapi buah dari afeksi pernikahan, dan usaha untuk menjaga hubungan yang eksklusif dalam pernikahan.

Alkitab secara konsisten melihat kecemburuan Allah dalam jenis yang terakhir ini, yaitu sebagai suatu aspek dalam relasi kasih dalam kovenan Allah dengan umat-Nya. Di dalam Perjanjian Lama dinyatakan bahwa Allah melihat kovenan/perjanjian-Nya sebagai bentuk pernikahan yang suci antara Allah dan umat-Nya yang menuntut adanya kasih yang tak bersyarat dari Allah dan kesetiaan dari umat-Nya.

Jadi, apa yang dimaksud oleh Allah ketika Dia mengatakan kepada Musa bahwa Dia adalah Allah yang cemburu? Allah menginginkan mereka yang telah dikasihi dan ditebus-Nya untuk setia sepenuhnya bagi-Nya dan Dia akan menghukum siapa saja yang mengkhianati cinta-Nya dengan ketidaksetiaan.

Kecemburuan Allah mendorong Allah untuk menghakimi orang-orang yang tidak setia dan jatuh kepada dosa dan ilah-ilah. Namun, pada saat yang sama, Allah juga akan menebus dan membangkitkan umat pilihan-Nya dari penghakiman. Dan pada akhirnya kecemburuan Allah adalah kecemburuan bagi nama-Nya yang kudus agar Allah dipermuliakan di antara bangsa-bangsa.

“Allah yang cemburu tidak akan puas dengan hati yang mendua. Kita harus mengasihi dan menempatkan Dia sebagai yang pertama dan terutama.” – Charles Haddon Spurgeon

Maka, ketika kita mengetahui bahwa Allah kita adalah Allah yang cemburu karena kita adalah umat yang dikasihi dan ditebus-Nya, kita dapat berespon dalam 2 cara, yaitu:

  1. Miliki hati yang sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan.

Adanya hasrat di dalam hati untuk menyenangkan hati Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Hati yang 100% mengarah hanya kepada-Nya. Hasrat dan keinginan ini tidak secara alami ada pada diri manusia. Hanya Roh Kudus saja yang dapat membuat hati kita berpaling kepada Tuhan dan menginginkan apa yang diinginkan Tuhan. Orang yang hatinya 100% untuk Tuhan mempunyai satu hasrat dalam dirinya, yaitu hasrat untuk menyenangkan hati Tuhan dan memperluas kerajaan Allah sehingga nama Tuhan dapat dipermuliakan.

  1. Jangan merebut kemuliaan Tuhan.

Karena Allah yang cemburu bagi nama-Nya yang kudus tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada orang lain. Hanya Tuhan saja yang harus ditahtakan sebagai raja dalam hidup dan dalam hati kita. Jika kita memberikan tahta itu kepada orang lain atau hal lain yang menjadi keinginan hati kita selain Tuhan, maka itu sudah menjadi berhala/ilah dalam hidup kita. Dan secara tidak sadar kecenderungan hati kita sudah berpaling kepada berhala/ilah itu, dan kita sudah menggeser kedudukan Allah sebagai raja di dalam hidup kita.

Bagaimana dengan diri kita? Mari kita teliti hati kita dan minta Tuhan untuk menyelidiki dan menyingkapkan isi hati kita. Dan mintalah belas kasihan-Nya untuk Tuhan boleh bekerja dalam hidup kita sehingga nama-Nya dipermuliakan dalam hidup kita.

Oleh: MA

Image source: Wikipedia

Renungan bagi Kaum Muda: Menganggap Rendah Kekristenan

Buat apa terlalu serius sama agama? Yang biasa-biasa saja sudah cukup baik, kok. Pergi ke gereja pada saat moment-moment besar seperti Paskah dan Natal sudah membuat kita satu level lebih baik daripada orang-orang Kristen lainnya yang tidak pergi ke gereja sama sekali. Jangan terlalu fanatik, deh!

Pemikiran-pemikiran seperti ini banyak diadopsi oleh orang-orang yang mengakui diri pengikut Kristus. Perhatikan beberapa alasan mengapa hal ini terjadi:

  1. JC. Ryle dalam bukunya mengatakan ada kemerosotan yang signifikan di dalam ketertarikan orang-orang muda untuk mendedikasikan waktu dan tenaganya dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya agamawi. Berapa banyak anak muda yang mengaku Kristen yang masih taat membaca Alkitab setiap hari? Berapa banyak yang ikut kelas Pendalaman Alkitab, apalagi datang ke Persekutuan Doa? Tragisnya, tidak banyak anak muda yang mengerti tentang alat-alat anugerah ini! Anak-anak muda saat ini cenderung merasa malu kalau dirinya terlihat terlalu suci karena itu adalah hal yang dilihat tidak normal bagi generasi muda saat ini. Iblis dengan semua keahliannya berusaha untuk membuat kita jauh dari hal-hal rohani yang membantu kita untuk semakin membenci dosa dan secara tidak langsung iblis membuat kita tidak menghargai keselamatan di dalam Kristus.
  1. Adanya sikap tidak hormat dan ketidakpercayaan terhadap Firman Tuhan. Ini semua dilandasi oleh sikap acuh tak acuh dimana Firman Tuhan dilihat sebagai sesuatu yang tidak harus dijunjung tinggi. Dalam 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yangdiilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Terlalu banyak orang yang mengaku pengikut Kristus, tapi hidup tanpa ada rasa takut akan Tuhan. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka berbicara, bertindak, dan berpikir. Banyak anak muda menolak dan tidak mau taat kepada apa yang tertulis di dalam Alkitab karena Firman Tuhan di dalamnya menghukum perilaku mereka. Jauh di lubuk hati yang paling dalam mereka tahu bahwa Alkitab adalah saksi yang melawan dosa-dosa mereka. Firman-Nya membongkar semua kebobrokan hati yang terdalam dari seseorang.

Alkitab dilihat sebagai buku yang kurang penting dalam kehidupan anak muda dan tidak terlalu ada relevansinya dengan era ini. Banyak anak muda yang terlalu malas untuk membaca Alkitab. Alasan umumnya adalah karena terlalu susah untuk dimengerti. Ini adalah tipuan iblis yang sangat halus, tapi ujungnya adalah kehancuran. Masalah sebenarnya bukan pada hakekat Alkitab yang sulit dimengerti, tetapi hati manusia lebih menyukai hal-hal yang dunia tawarkan. Nonton youtube sampai berjam-jam atau membaca komik berhari-hari - anehnya kita tidak merasa bosan saat melakukan hal-hal ini - tapi baru baca beberapa pasal di Alkitab saja kita sudah bikin kita ngantuk. Dosa ini tidak terlihat terlalu serius kalau dilihat dari permukaan, namun pelan tapi pasti dosa ini mengarahkan rasio dan afeksi kita untuk semakin serupa dengan dunia yang berdosa ini. 

Jangan ikuti jalan dunia ini karena ujung jalannya adalah keterpisahan dari Allah. Jalan yang paling membahagiakan dan yang paling menyenangkan adalah jalan ketaatan di dalam Kristus. Biarlah hati kita boleh bertobat dan terus-menerus dimurnikan, agar hidup Kristiani kita tidak merendahkan pribadi Kristus dan kebenaran-Nya.

Oleh: NJ

Jangan Kembali ke Mesir

Pada zaman Kerajaan Mesir Kuno, kekuatan perang atau kegagahan pasukan militer dari satu bangsa diukur dari jumlah kuda yang dimiliki, dan Mesir adalah yang paling terkenal dengan kudanya. Ketika Firaun, raja Mesir itu, mendengar bahwa umat Israel yang dipimpin oleh abdi Allah yang bernama Musa telah lari meninggalkan negerinya, maka ia pun mengejar mereka dengan segala kuda, keretanya, dan orang-orang berkuda (Keluaran 14). Tercatat dalam 1 Raja-Raja 10:28 bahwa kuda untuk raja Salomo di tengah-tengah puncak pemerintahannya juga didatangkan dari Mesir karena kuda yang terpilih dan terbaik pada masa itu berasal dari Mesir.

Alkitab dengan jelas menuliskan bahwa Allah melarang bangsa Israel kembali ke Mesir untuk mendapatkan banyak kuda (Ulangan 17:16). Pernahkah kita berpikir mengapa Allah melarang bangsa Israel kembali ke Mesir? Mengapa Allah menolak bangsa Israel untuk mendapatkan banyak kuda?

Bagi seorang raja, memperkuat kota pertahanannya adalah sesuatu yang baik, tetapi tanpa disadari hal ini bisa menjadi celah masuknya dosa. Demi memperkuat kerajaannya, maka diperlukan kuda-kuda perang. Demi memperoleh kuda-kuda perang yang terbaik, maka harus dijalani perdagangan dengan Mesir. Demi menjalani perdagangan, maka harus ada hubungan yang dibangun kembali dengan Mesir. Kemudian raja menghitung seluruh jumlah kuda-kuda yang telah diperolehnya, keserakahan pun muncul di dalam hati raja. Keserakahan yang menyebabkan hati raja tidak puas dengan apa yang ada. Keserakahan yang membebani raja untuk mengejar lebih banyak kuda. Akibatnya, perdagangan dengan Mesir semakin meningkat. Utusan-utusan dari raja ke Mesir semakin bertambah. Hubungan yang dibangun kembali dengan Mesir semakin kuat.

Lebih daripada itu, persekongkolan raja dan utusan-utusannya dengan Mesir berarti segala penyembahan berhala, kebiasaan buruk, dan bermacam-macam kejahatan lainnya yang membuat Mesir itu terkenal, terpapar secara terbuka di depan mereka. Perlahan-lahan mereka dipengaruhi oleh Mesir. Perlahan-lahan mereka ditarik oleh cara hidup Mesir. Mata raja yang tertuju pada Mesir perlahan-lahan menghampiri kemuliaan dunia dan mengasingkan dari kemuliaan Allah. Mata raja yang awalnya hanya terpaku pada kuda-kuda Mesir perlahan-lahan mendekati kemuliaan diri dan menjauhi kemuliaan Allah, sampai akhirnya raja tidak lagi mencari kemuliaan Allah.

Kedahsyatan dosa yang paling menakutkan adalah menggantikan kemuliaan Allah dengan kemuliaan ciptaan-Nya, menggeser kemuliaan Allah dengan kemuliaan dunia, menukar kemuliaan Allah dengan kemuliaan diri.

Sadarkah kita bahwa sang raja tersebut adalah diri kita? Raja yang melakukan kerja sama dengan Mesir untuk memperbanyak kuda-kudanya adalah gambaran kita yang sedang berkompromi dengan dunia yang sudah rusak ini untuk memuaskan keinginan hati kita. Raja yang telah membebani dirinya dan utusan-utusannya dengan urusan kuda adalah kita yang sedang mengenakan beban yang tidak perlu dan sia-sia pada diri kita sendiri demi mencapai kemauan kita.

Yesaya berseru, “Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN. Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama.” (Yesaya 31:1, 3).

Perhatikan baik-baik cara kerja setan yang begitu lihai. Setan akan merayu kita setahap demi setahap dan tidak akan berhenti sampai kita meninggalkan Allah. Kedahsyatan dosa yang paling menakutkan adalah menggantikan kemuliaan Allah dengan kemuliaan ciptaan-Nya, menggeser kemuliaan Allah dengan kemuliaan dunia, menukar kemuliaan Allah dengan kemuliaan diri. Ini merupakan tragedi terbesar bagi umat manusia.

Allah yang menciptakan kita adalah Allah yang mengenal kita jauh melebihi kita mengenal diri sendiri. Allah mengetahui kondisi hati kita yang cenderung diperdaya oleh akal setan dan Allah menghendaki supaya kita terhindar dari jebakan setan. Oleh sebab itu, Allah yang telah membebaskan umat Israel dari Mesir berfirman kepada umat-Nya, “... Janganlah sekali-kali kamu kembali melalui jalan ini lagi.” (Ulangan 17:16). Allah juga, yang telah memerdekakan kita dalam Kristus dari dosa dan kematian, mengingatkan kita janganlah sekali-kali kita kembali melalui jalan yang menuju kebinasaan ini.

Alkisah, seorang istri dari duta besar Inggris ingin bersaing di salah satu kontes kecantikan teragung di kota Berlin, Jerman. Di tengah perjalanannya dari Inggris ke sana sayangnya dia membuka kalung yang dia kenakan dan kehilangan satu mutiara yang mahal di suatu tempat. Mungkin mutiara itu bisa ditemukan kembali jika pencarian yang serius dilakukan pada saat itu, tetapi prosesi akbar akan segera mulai, dan jika mereka tidak tiba di sana pada waktunya, maka istri duta besar akan kehilangan tempatnya di kontes kecantikan tersebut. Karena mereka menyadari bahwa kontes itu lebih penting daripada mutiara yang hilang, mereka memutuskan untuk meneruskan perjalanan.

Kita akan berada dalam bahaya yang sama jikalau kecelakaan seperti ini harus terjadi dalam serbuan yang tidak berkesudahan dari tahun-tahun hidup kita. Mutiara apa yang hilang dalam hidup kita? Apakah itu uang? Apakah itu kekayaan? Apakah itu kemakmuran materi? Apakah itu pekerjaan? Apakah itu hak pribadi? Apakah itu ketidakadilan? Apakah itu pujaan manusia? Apakah itu kehormatan dunia? Jangan kembali ke Mesir untuk mencarinya. Jangan kembali ke bayang-bayang kemuliaan dunia ciptaan yang berusaha menawan hati kita dengan segala kemegahannya dan keindahannya, yang berusaha merebut kesadaran dan hasrat kita akan kemuliaan Allah.

Oleh: SP

Image source: Unsplash

Quote of the day

Kasih Allah dimanifestasikan dengan cemerlang dalam kasih karunia-Nya kepada orang-orang berdosa yang tidak layak. Dan itulah tepatnya rahmat: kasih Allah mengalir dengan bebas bagi yang tidak menyenangkan.

A. W. Tozer