Doa – Pilihan atau Kebutuhan?

Doa – Pilihan atau Kebutuhan?

“Menjadi seorang Kristen tanpa berdoa sama mustahilnya dengan hidup tanpa bernafas” adalah satu kalimat dari seorang tokoh Reformed besar, Martin Luther. Ketika seseorang sudah menjadi Kristen, maka doa bukan lagi suatu pilihan tapi merupakan kebutuhan mutlak. Sama halnya seperti bernafas, tidak ada manusia yang bernafas hanya sesekali saja, bukan? Setiap saat kita harus bernafas untuk tetap hidup, maka seperti itu juga seharusnya kehidupan doa anak-anak Tuhan yang sejati.

“Berdoa adalah ekspresi iman seseorang yang natural sama seperti bernafas bagi hidupnya.” - Jonathan Edwards

Mazmur 116:1-2 dengan indah mencatat tentang hal ini. Daud menuliskan, “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” Dalam satu terjemahan bahasa Inggris, ayat 2 dikatakan, “TUHAN membungkuk (He bends down) untuk mendengar, maka aku akan terus berdoa sepanjang aku bernafas” (New Living Translation, terjemahan bebas). Dapatkah kita membayangkan Tuhan pencipta dan pemilik seluruh alam semesta ini begitu ingin mendengarkan doa anak-anak-Nya, sampai dikatakan bahwa Ia menyendengkan telinga-Nya, Ia membungkuk untuk mendengarkan cerita kita? Allah yang kita sembah bukan Allah yang jauh di sana dan tidak lagi mempedulikan apa yang terjadi pada hidup kita, melainkan Dia adalah Allah yang ingin berelasi dengan manusia ciptaan-Nya.

Daud merupakan seorang raja sekaligus nabi yang diurapi Tuhan, tetapi hidupnya dipenuhi dengan kejaran musuh dan penderitaan. Pada masa-masa sulit dan terhimpit, Daud berseru kepada Tuhannya di dalam doa dan Tuhan mendengar serta menjawab doa Daud. Orang-orang yang berseru kepada Tuhan di dalam doa dan mengalami sendiri pertolongan Tuhan dalam hidupnya akan mengerti bahwa hanya Tuhan yang dapat diandalkan, tidak ada yang lain.

Tuhan yang hidup dan mendengar doa

Salah satu raksasa rohani yang kehidupan doanya seperti nafas dalam hidupnya adalah seorang misionaris bernama George Muller. Tuhan memakai hidup Muller untuk menjadi berkat bagi puluhan ribu anak-anak yatim piatu yang ada di kota Bristol, Inggris. Muller bukan orang kaya yang mampu mengasuh dan menghidupi begitu banyak anak yatim, tapi dia adalah orang yang sepenuhnya bergantung pada pertolongan Tuhan di dalam doa. Muller memiliki beban besar dalam hatinya untuk menunjukkan kepada setiap orang, terutama mereka yang tidak percaya pada Tuhan, bahwa dia berdoa kepada Tuhan yang hidup. Jika kita membaca buku hariannya, maka kita bisa melihat sendiri bagaimana Tuhan menjawab doa-doa Muller dengan cara dan waktu-Nya yang ajaib.

Seperti hari-hari biasa, pagi itu di panti asuhannya seluruh anak-anak berkumpul untuk sarapan. Kira-kira 300 anak sudah duduk manis di depan meja makan, tetapi saat itu di hadapan mereka hanya ada piring yang kosong. Hari itu mereka kehabisan makanan, tidak ada makanan yang dapat diberikan untuk anak-anak, tetapi saat itu Muller tetap memimpin doa makan seperti biasa dan mengucap syukur kepada Tuhan untuk makanan yang akan mereka makan (dengan penuh keyakinan Tuhan akan menyediakan). Tidak lama setelah itu, terdengar suara ketukan pintu. Seorang tukang roti datang dengan membawa begitu banyak roti. Dia berkata bahwa sepertinya hari itu Tuhan menyuruhnya untuk membuat roti lebih banyak dari biasanya untuk dikirim ke panti asuhan. Muller begitu berterima kasih dan langsung membagikan roti itu kepada anak-anak. Tidak lama setelah itu, terdengar suara ketukan lain dari luar. Kali ini seorang tukang susu yang berdiri di depan pintu. Dia berkata bahwa ban mobilnya kempes sehingga harus diperbaiki dan itu membutuhkan waktu yang lama, maka dia memutuskan untuk memberikan semua susu yang dibawanya kepada panti asuhan Muller karena kalau tidak, susu itu akan rusak. Pagi itu, Tuhan menyediakan makanan dan minuman kepada ratusan anak dengan cara yang luar biasa.

Dalam hidupnya, Muller tidak pernah meminta atau memohon bantuan dari orang lain, tidak pernah juga berinisiatif mengadakan acara penggalangan dana untuk kebutuhan panti asuhannya. Dia mengandalkan dan percaya kepada Tuhan sepenuhnya dan Muller membuktikan sendiri bahwa Tuhannya hidup dan mendengar doa.

Mengandalkan Tuhan, bukan diri

Mungkin kita berkata dalam hati, “Yah, itu kan Daud. Itu kan George Muller. Mana mungkin kita bisa seperti mereka?” Jangan lupa bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sama yang disembah Daud atau Muller. Hal-hal besar itu dapat terjadi bukan karena kehebatan orang-orang itu, tetapi karena Tuhan yang bekerja melalui hidup mereka. Tuhan berkenan menyatakan pertolongan-Nya kepada orang yang dengan sepenuh hati berharap kepada-Nya.

Tapi masalahnya kita sering sekali mengandalkan kemampuan diri sendiri atau bahkan orang-orang di sekeliling kita. Kita mau mendapat jalan keluar yang cepat dan mudah. Waktu masalah datang, kita sibuk mencari bantuan dari kanan dan kiri, mengusahakan segala macam cara tanpa bergumul bersama Tuhan terlebih dulu. Pada akhirnya, setelah kita menemui jalan buntu dan semua usaha kita gagal, barulah kita mencari Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Jangan salah mengerti bagian ini. Tidak ada yang salah ketika kita menerima pertolongan dari orang lain. Atau jangan juga berpikir bahwa di saat kita mendapat masalah, yang perlu dilakukan hanya berdoa dan tidak mengerjakan apa-apa. Tuhan dapat mengirimkan jawaban doa melalui orang-orang di sekitar kita, contohnya seperti kisah Muller yang doanya dijawab melalui tukang roti dan tukang susu itu. Doa juga tidak pernah meniadakan usaha manusia. Orang yang hidupnya mengandalkan Tuhan bukan orang yang pasrah dan hanya menunggu datangnya pertolongan. Ini semua bicara tentang arah hati. Yang salah adalah ketika kita menjadikan doa hanya sebagai pilihan (option) terakhir dalam hidup. Arah dan fokus hati kita tidak pernah benar-benar tertuju kepada Tuhan. Kita menjadikan doa hanya seperti ban serep yang baru kita keluarkan dan pakai sesudah tidak ada pilihan lain lagi.

Musa mengajarkan suatu prinsip penting yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak-anak Tuhan; mencari pimpinan dan penyertaan Tuhan sebelum melangkah. Dalam kitab Keluaran pasal 33, Musa berkata kepada Tuhan: “Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini.” Yang menjadi isi doa Musa bukan supaya dia bisa cepat tiba di Kanaan, tapi Musa minta agar Tuhan menyertai dan berjalan bersama dengan dia. Jika tidak, bagi Musa lebih baik tidak pergi ke tempat yang berlimpah susu dan madu itu. Musa mengarahkan hatinya pada pribadi Tuhan dan penyertaan-Nya lebih daripada apapun juga

Relasi Yesus dengan Bapa

Sepanjang hidup-Nya dalam dunia, Tuhan Yesus senantiasa berdoa kepada Bapa-Nya di sorga. Alkitab mencatat begitu banyak peristiwa dimana Yesus pergi menyendiri untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Bahkan setelah menjalani hari yang penuh dengan pelayanan; mengajar, menyembuhkan orang-orang sakit, dan melakukan mujizat, Tuhan Yesus tidak langsung beristirahat, melainkan Dia pergi berdoa: “Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.” (Matius 14:23).

 Isi hati Yesus terdalam adalah Bapa yang di sorga dan seluruh kehendak-Nya. Yang menjadi kerinduan-Nya adalah dapat bersekutu dengan Bapa di dalam doa. Puncaknya, pada malam sebelum disalib, Yesus berdoa dengan lebih sungguh lagi kepada Bapa. Injil Lukas mencatat, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Peperangan Yesus melawan penguasa kegelapan bukan dimulai di atas kayu salib, peperangan itu sudah dimulai dan dimenangkan-Nya di Taman Getsemani ketika Ia berdoa. Yesus menang ketika Ia menetapkan hati untuk meminum cawan murka Bapa atas dosa manusia. Ketika Ia taat pada kehendak Bapa, kuasa iblis dikalahkan. Jika Yesus yang adalah Anak Allah begitu bergantung kepada Bapa di sorga, terlebih lagi kita yang adalah manusia debu dan tanah. Bukankah kita yang seharusnya lebih sungguh lagi dalam kehidupan doa kita?

Relasi manusia dengan Bapa

Manusia yang sadar dirinya tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Tuhan akan dengan rendah hati datang kepada-Nya, mengakui keterbatasan diri dan menyatakan kebergantungan penuh pada Tuhan. Ketika doa sudah menjadi seperti nafas hidup seseorang, maka pasti dia tahu ke mana harus berlari mencari pertolongan ketika menghadapi masalah. 

Seperti relasi yang intim antara Yesus dengan Bapa, maka seperti itu juga seharusnya relasi kita dengan Tuhan. Pada intinya doa adalah relasi antara manusia ciptaan dengan Allah sang Pencipta dan ini merupakan satu-satunya sarana untuk kita berelasi dengan Tuhan. Ketika Allah menciptakan Adam dari debu dan tanah, Allah menghembuskan nafas-Nya sendiri ke dalam tanah itu sehingga manusia pertama hidup dan memiliki kemungkinan untuk berelasi dengan Dia. Allah kita bukan Allah yang jauh dan tidak terjangkau. Dia Allah yang begitu mengasihi dan ingin dekat dengan umat-Nya. Maka setiap kali kita berdoa, fokuslah pada pribadi-Nya. Tidak hanya memikirkan ap­a yang kita doakan, tetapi kepada siapa kita berdoa.

Tuhan begitu ingin mendengar kita berbicara kepada-Nya, Ia menyendengkan telinga-Nya terhadap doa permohonan kita. Bahkan ketika ada yang tidak dapat kita ucapkan dalam hati, Ia pun mengerti dan mengetahuinya. Jangan bertele-tele dan sibuk menyusun kalimat indah atau merangkai kata yang panjang seperti ingin memberi setumpuk informasi kepada Tuhan dalam doa kita. Kita juga tidak perlu mengarahkan Tuhan atas jalan keluar sesuai keinginan kita. Tuhan tidak perlu arahan manusia. Dia mengetahui setiap detail hidup kita dan paling mengerti jalan keluar terbaik bagi kita. Serahkanlah seluruh jawaban doa di tangan Tuhan, biarkanlah Dia bekerja dengan bebas dalam hidup kita melalui cara-Nya sendiri.

“ Sepanjang Tuhan masih memberi nafas, sepanjang itulah kita harus terus bergantung kepada-Nya di dalam doa.”

Kiranya Tuhan menumbuhkan kerinduan dalam hati kita untuk datang mendekat kepada-Nya. Berdoalah, karena Tuhan mendengar. Berdoalah, karena kita tidak dapat melakukan apapun juga tanpa pertolongan-Nya. Berdoalah, karena dengan berdoa kita dapat mengalahkan godaan dan cobaan dari si jahat. Sepanjang Tuhan masih memberi nafas, sepanjang itulah kita harus terus bergantung kepada-Nya di dalam doa.

Oleh: ET

Image source: Unsplash
Oleh:

Quote of the day

Mereka tidak kehilangan apapun yang mendapatkan Kristus.

Samuel Rutherford