Mematikan Dosa (3)

Dunia ini begitu jahat dan menyodorkan berbagai macam kesenangan duniawi yang berdosa. Kita melihat banyak orang melakukannya sehingga tanpa sadar kita akan terseret oleh arus dunia dan menganggap enteng dosa-dosa kita. Sadarkah kita bahwa dosa yang kecil kalau tidak cepat kita matikan, maka dosa itu akan menjadi semakin besar dan akan menghasilkan dosa-dosa lainnya?

Misalnya ketika kita melihat pornografi. Pertama-tama mungkin dimulai dengan hanya menonton 5 detik. Setan membisikkan kepada kita bahwa 5 detik tidak akan membuat kita ketagihan. Menonton sebentar saja tidak apa-apa, kita bisa berhenti kapan saja. Semua teman lain juga melakukan ini. Tetapi kemudian hati kita semakin tertarik, dan dari 5 detik menjadi satu jam. Dari satu jam menjadi setiap hari sampai kita menjadi semakin ketagihan dan tidak dapat melepaskan dosa ini.

Lalu bagaimana caranya kita dapat mematikan dosa?

  1. Minta kuasa Roh Kudus

    Kita harus sadar bahwa kita tidak dapat mematikan kuasa dosa hanya dengan kekuatan dan usaha kita sendiri. Kita harus meminta kuasa Roh Kudus untuk mematahkan kuasa dosa. Ketika Roh Kudus bekerja maka hal pertama yang akan dilakukan oleh Roh Kudus adalah mencerahkan pikiran kita dan menyadarkan kita akan dosa-dosa kita seperti yang tertulis dalam Yohanes 16:8. Kemudian Roh Kudus akan menyucikan hati nurani kita. Kedua proses ini akan membuat kita makin lama makin tidak menyukai kesenangan dan keuntungan dari dosa. Bahkan dosa itu akan kita rasakan sebagai suatu beban berat yang ingin segera kita singkirkan.

  2. Mematikan dosa setiap hari

    Kita tidak dapat lengah satu hari pun karena iblis akan memakai kelengahan kita untuk membuat kita terlena semakin dalam masuk ke dalam dosa kita. Menurut Amsal 4:23, kita harus senantiasa menjaga hati kita dan selalu waspada akan dosa. Jauhkan hal-hal yang mendekatkan kita kepada dosa tersebut. Dan ingat, ketika kita telah menang atas suatu dosa hari ini, tidak berarti kita pasti menang lagi esok hari. Berhati-hatilah.

Jadi bagaimana dengan hidup kita saat ini?

Apakah kita masih menyimpan dosa di dalam diri kita?

John Owen berkata bahwa mematikan dosa harus ada di dalam suatu pertobatan yang sejati. 

Didalam 1 Yohanes 1:9 dikatakan jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah Allah yang setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Bertobatlah dan tetapkan hati kita untuk taat mematikan dosa.

Kesabaran Allah

Kita sekarang hidup di zaman yang serba praktis dan serba cepat. Jika kita mengingini sesuatu, kita mau untuk mendapatkannya secepat mungkin bahkan detik ini juga. Konsep menunggu atau sabar menjadi sesuatu yang asing bagi kita semua. Hal ini dibuktikan dari peningkatan restoran cepat saji di Indonesia yang bertumbuh sekitar 15% setiap tahunnya. Menunggu 15 menit untuk makanan? 5 menit saja sudah terlalu lama! Hal yang sama juga terjadi di gereja-gereja masa kini. Mendengar khotbah satu jam? 15 menit saja udah kelamaan!

Mungkin kita setuju bahwa kesabaran adalah hal yang penting. Tetapi pertanyaannya, darimana kita belajar mengenai kesabaran? Kenapa seseorang perlu menjadi sabar? Jawabannya sederhana, karena Allah sendiri yang lebih dulu bersabar kepada kita.

Arthur W. Pink mendefinisikan kesabaran Allah sebagai kemampuan menahan amarah dan menunggu sebelum memberikan hukuman kepada orang-orang yang berdosa. Kita dapat melihat hal ini saat umat Israel memberontak kepada Allah di Kadesh, padang gurun Paran. Ketika Allah hendak melenyapkan mereka, seketika itu juga Musa berkata, “TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat” (Bilangan 14:18).

Kesabaran Allah terlihat ketika Ia berhadapan dengan kita semua, orang-orang yang berdosa. Dalam kitab Kejadian 6, dikatakan bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, oleh karena itu Allah berhendak untuk menghapuskan manusia maupun binatang yang ada di bumi. Ketika itu, hanya Nuh dan keluarganya saja yang benar di mata Allah. Kemudian Allah memerintahkannya untuk membuat sebuah bahtera karena akan datang air bah yang akan memenuhi seluruh bumi. Allah tidak langsung saat itu menghukum orang-orang yang berdosa, tetapi memberikan mereka waktu dan kesempatan untuk berbalik kepadanya, diperkirakan sekitar 120 tahun (Kejadian 6:3).

Apakah Allah tidak mampu untuk seketika itu juga memberikan hukuman kepada mereka? Tentu Ia mampu melakukannya, seperti tertulis dalam Kisah Para Rasul 5:1-11 mengenai Ananias dan Safira. Ketika mereka berbohong, seketika itu juga Allah langsung menghukum dengan mencabut nyawa mereka. Lantas mengapa Allah tidak langsung saat itu menghukum orang-orang yang berdosa? Satu-satunya jawaban adalah karena Ia panjang sabar atau dalam bahasa inggrisnya longsuffering. Ia menahan amarah-Nya dan memberikan waktu sebelum memberikan hukuman kepada kita semua, orang-orang berdosa yang layak untuk dimurkai-Nya.

Kejadian 3 menceritakan mengenai kejatuhan Adam dan Hawa sebagai perwakilan dari seluruh manusia telah jatuh ke dalam dosa. Allah kemudian menghukum dan mengusir mereka dari Taman Eden. Tetapi Allah juga yang membuatkan mereka pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya kepada mereka. Oh betapa panjang sabar Allah kita! Tidak hanya itu, Ia juga menjanjikan bahwa akan ada kemenangan melawan keturunan ular melalui anakNya sendiri, yaitu Yesus Kristus.

Betapa seringnya kita melawan perintah-perintah Tuhan? Seringkali kita melawan Dia, melakukan hal-hal yang dilarang oleh-Nya, memanfaatkan kebaikan dan kesabaranNya terhadap kita. Apa yang seharusnya kita lakukan?

Paulus dalam 1 Timotius 1:16 memberikan kita gambaran tentang kesempurnaan kesabaran yang diperlihatkan oleh Yesus Kristus kepada dirinya. Yesus Kristus yang adalah Allah itu sendiri dengan kesabarannya menunggu agar Paulus berbalik dan bertobat. Seperti Paulus, kita semua orang-orang berdosa yang telah menerima kesabaran-Nya, sudah sepantasnya kita juga berlaku sabar terhadap orang-orang lain, misalnya saat kita ditolak atau bahkan dihina ketika mengabarkan injil.

“Seorang Kristen tanpa kesabaran layaknya seorang prajurit tanpa lengan.” - Thomas Watson

Kunci utama dari kesabaran adalah mengetahui bahwa Allah yang berdaulat dan memiliki kontrol atas sejarah manusia turut bekerja dalam kehidupan kita sekarang ini. Efesus 4:2, Paulus berkata, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.” Setiap orang Kristen yang menyadari bahwa diri kita telah menerima belas kasihan dan kesabaran dari Allah seharusnya dapat menjadi teladan bagi orang-orang yang ada di dunia ini, khususnya yang ada di sekeliling kita. Mari kita belajar untuk sabar terhadap teman, keluarga, bahkan kepada orang-orang yang menolak menerima Injil Kristus, sebab kita telah terlebih dahulu menerimanya dari Allah.

Kunci utama dari kesabaran adalah mengetahui bahwa Allah yang berdaulat dan memiliki kontrol atas sejarah manusia turut bekerja dalam kehidupan kita sekarang ini.

Oleh: DS

Ordo Salutis: Panggilan

Sesi ini kita akan membahas mengenai panggilan. Panggilan membuka jalan terjadinya relasi dengan Allah yang sudah putus ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Karena kasih-Nya, Allah masih berkenan untuk menyatakan diri-Nya, mengundang kembali manusia dengan memberinya kesempatan untuk berdamai kembali dengan-Nya. 

Kelahiran baru didahului oleh panggilan oleh Firman Allah seperti yang digambarkan di dalam kitab Yeh. 37:1-14. Perikop ini menceritakan pengalaman nabi Yehezkiel yang ditempatkan oleh Tuhan dalam suatu konteks dia berada di lembah yang penuh tulang-tulang manusia. Tulang-tulang ini melambangkan Israel yang sudah mati, tetapi kemudian Tuhan berkehendak untuk memberikan kehidupan lagi. Perhatikan bahwa meskipun sebenarnya Tuhan dapat saja langsung menghidupkan tulang-tulang itu kembali menjadi manusia, tetapi Tuhan menghendaki Yehezkiel untuk bernubuat kepada mereka. Setelah menerima Firman Tuhan, barulah tulang-tulang itu kembali hidup. Seperti ditegaskan di dalam 1Pet. 1:23 demikian “karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh Firman Allah, yang hidup dan yang kekal.” Ini adalah salah satu kunci penting di dalam kekristenan bahwa tidak ada manusia yang bisa kembali kepada Allah jika Dia tidak memanggilnya atau menyatakan diri-Nya dan Allah menyatakan diri-Nya melalui firman. 

Kebenaran ini sekaligus menepis segala teori bahwa manusia bisa datang kepada Tuhan dengan idenya atau usahanya sendiri. Konsep tentang Allah adalah asing bagi manusia karena Allah tidak ada bandingannya di dunia ini. Ketika sebagian orang lalu berkata bahwa mereka menemukan allah dengan usaha mereka sendiri, sebenarnya yang mereka temukan bukanlah allah yang sejati. Itu hanyalah suatu proyeksi dari pikiran mereka sendiri tentang Allah atau Allah dalam versi mereka sendiri. Itulah sebabnya muncul berbagai macam agama yang berbeda yang semuanya mengklaim dirinya adalah yang paling benar. Tetapi Allah yang sejati hanya dapat dikenal jika dan hanya jika Dia menyatakan diri-Nya melalui firman. Tidak ada orang bisa datang kepada Allah tanpa panggilan dari-Nya. 

Ada 2 jenis panggilan, yaitu panggilan eksternal dan internal. Panggilan eksternal adalah panggilan melalui penyampaian berita Injil. Di dalam banyak kejadian kita bisa melihat bahwa panggilan eksternal tidak secara langsung diikuti oleh panggilan internal yang diikuti oleh kelahiran baru (panggilan efektif). Banyak orang sudah mendengar berita Injil sejak lama, tetapi masih belum dilahirbarukan. Tetapi meskipun tidak setiap kali menghasilkan kelahiran baru, panggilan eksternal tetap saja menjadi proklamasi kasih Allah kepada orang-orang dunia. Firman Allah bagaikan pedang bermata dua akan selalu memisahkan orang-orang percaya yang akan menerima keselamatan dan orang-orang yang tidak percaya yang akan menerima penghakiman murka Allah. Firman Tuhan tidak akan pernah kembali dengan sia-sia. Yes. 55:11 “demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” 

Selain melalui Injil, panggilan eksternal juga bisa dilakukan melalui wahyu umum. Sebenarnya jika para ateis mau jujur dengan dirinya sendiri, ketika mereka melihat dunia ini, mereka bisa melihat bahwa ada sesuatu kekuatan yang besar yang ada dibaliknya. Suatu kekuatan yang mencipta dan memelihara. Seperti dikatakan di Roma 1:19-20 “apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Mereka tahu tapi menolak untuk percaya. Tetapi panggilan melalui wahyu umum ini tidak menyelamatkan. 

Panggilan eksternal yang menyelamatkan hanya datang melalui Injil Kristus Yesus. Tetapi panggilan ini tidak selalu menjadi panggilan efektif, yaitu panggilan yang menghasilkan pertobatan. Hanya Roh Kudus yang menerapkan Firman itu di hati manusia sehingga seseorang bisa bertobat. Firman yang disertai oleh Roh Kudus adalah syarat terjadinya panggilan efektif. Dan ini hanya terjadi pada orang-orang pilihan saja. Jadi karya keselamatan Allah terjadi, mutlak merupakan karya Allah sejak semula. Tidak ada bagian manusia sama sekali. Matius 22:14 menulis, “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih”. Ayat ini menunjuk suatu panggilan eksternal kepada banyak orang. Panggilan ini adalah tawaran keselamatan dalam Kristus Yesus bagi orang berdosa. Panggilan yang tulus dari Allah bagi manusia untuk menerima Kristus melalui iman dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan dosa dan kehidupan kekal. Tetapi tidak semua yang dipanggil dipilih, melainkan hanya mereka yang sudah ditentukan untuk diselamatkan maka Roh Kudus akan hadir dan mengaplikasikan firman itu di hati mereka sehingga mereka bisa percaya.

Panggilan eksternal bersifat umum dan universal disampaikan kepada setiap bangsa di dalam sejarah waktu. Panggilan ini tidak membeda-bedakan apapun saja, tua-muda, kaya-miskin, pintar-kurang pintar, bangsa apa saja, dimana saja, kapan saja. Alkitab mengajarkan bahwa meskipun panggilan ini diberitakan kepada banyak orang, tetapi tidak semua orang akan berbalik. Tuhan Yesus jelas mengetahui siapa orang pilihan yang diberikan kepada-Nya, tetapi Dia tidak membatasi panggilan tersebut. Jadi tidak semua panggilan menghasilkan pertobatan. Panggilan Tuhan adalah panggilan yang tulus, bukan sekedar “basa-basi”. Melalui panggilan eksternal, Allah menyatakan diri-Nya, Allah yang berdaulat dan berkuasa. Ketika manusia berdosa, Allah tetap memiliki hak untuk menuntut ketaatan mutlak dari umat-Nya. Allah meneguhkannya dengan memberikan pengampunan atau menghukum orang berdosa.

Untuk direnungkan: Apakah saudara dan saya pernah mengalami panggilan seperti ini? Apakah Firman yang disampaikan menggerakkan hati saudara dan saya? Bagaimana respon anda?

Soli deo Gloria.

Mematikan Dosa (2)

Sadarkah kita bahwa seringkali kita tertipu oleh setan? Ketika kita bernyanyi memuji Tuhan, menikmati persekutuan dengan saudara-saudara seiman, bahkan pada saat terlibat dalam pelayanan, disaat yang sama kita hidup didalam jerat dosa. Baik itu dosa seksual, dosa dalam hal keuangan, dosa kesombongan, dosa ketidaktaatan dan sebagainya. Berapa banyak anak muda yang dari luar terlihat baik tetapi disaat yang sama jatuh kedalam pornografi dan perzinahan? berapa banyak orang yang terlihat murah hati tapi disaat yang sama hatinya terjerat oleh uang? jika kita tidak mematikan dosa, maka dosa akan mematikan kita (John Owen).

Banyak orang berpikir cara untuk mematikan dosa adalah dengan berpuasa, bermeditasi, pergi ke gunung menyendiri, sampai pada tindakan ekstrim seperti melukai diri sendiri. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa mematikan dosa bukan hanya mengenai dosa yang terlihat saja tetapi juga dosa yang berakar didalam hati.

Perhatikan 2 aspek penting dalam mematikan dosa:

  1. Lahir Baru. Lahir baru terjadi ketika Kristus bertahta sebagai Raja didalam hati dan hidup kita. Bayangkan sebuah kursi tertinggi didalam hati tempat dimana seseorang/sesuatu memerintah hidup kita. Dulu kitalah yang duduk dikursi itu. Kita hidup seturut dengan keinginan kita dan yang terpenting adalah pikiran, kehendak dan diri kita sendiri. Tetapi ketika kita turun dan Kristuslah yang naik dan duduk dikursi itu, maka Dialah yang menjadi Raja didalam hati dan hidup kita dan kita mau taat kepadaNya. Tanpa Kristus bertahta didalam hati kita, kita tidak akan dapat mematikan dosa,
  2. Pertumbuhan rohani. Ketika kita bertumbuh rohani, maka Roh Kudus yang bekerja didalam diri kita memampukan kita untuk mematikan dosa. Semakin mengenal Kristus dan kemuliaan-Nya, maka kita akan semakin peka terhadap dosa.

Itulah sebabnya mematikan dosa adalah buah sekaligus tugas kita. Buah artinya proses mematikan dosa tidak akan terjadi tanpa Kristus dan Roh Kudus bekerja di dalam hidup kita terlebih dahulu (Roma 8:1-13) dan disebut sebagai tugas karena mematikan dosa adalah kewajiban setiap orang percaya yang harus dilakukan terus menerus sehingga natur berdosa tidak dibiarkan terpuaskan (Galatia 5:16).

Maukah saudara sungguh-sungguh mematikan dosa? jangan tertipu oleh setan.

Mintalah Roh Kudus memberikan kuasa untuk mematikan dosa, mulai dari dosa yang ada didalam hatimu.

Charles Spurgeon

Masa Muda

Charles Spurgeon lahir pada tanggal 19 Juni 1834 di Kelvedon, sebuah desa kecil di Essex, Inggris. Dia merupakan putra dari pasangan John dan Eliza Spurgeon, anak pertama dari 17 bersaudara, tetapi hanya 8 bersaudara yang Tuhan ijinkan melanjutkan hidup di dunia. Pada umur 10 bulan, keluarga Spurgeon pindah ke Colchester dan kemudiaan saat masih berumur 16 bulan John dan Eliza mempercayakan Charles untuk dibesarkan oleh kakek neneknya, James dan Sarah di Stambourne. Tidak diketahui dengan pasti mengapa John dan Eliza mengirim si kecil Charles untuk hidup bersama kakek dan neneknya. Tetapi dari hal yang tidak dapat dipahami manusia ini, tersembunyi rencana besar Tuhan untuk Spurgeon, karena di tempat inilah Spurgeon dipersiapkan Tuhan untuk menjadi pelayan-Nya.  Sebagai seorang hamba Tuhan, rumah James Spurgeon penuh dengan buku-buku peninggalan orang suci dan para tokoh puritan. Spurgeon menghabiskan masa kecilnya membaca semua buku yang ada, dan diantaranya adalah Pilgrim's Progress dari John Bunyan menjadi buku favorit yang dibacanya lebih dari 100 kali. Isi buku ini terus hidup di hati Spurgeon hingga akhir hayatnya.

Kelahiran Baru

Sebagai putra dan cucu dari hamba Tuhan, Spurgeon tumbuh dengan pengetahuan akan firman Tuhan dan doktrin kaum Puritan yang kuat, namun dia baru mengalami kelahiran baru ketika berumur 15 tahun. Ketika Spurgeon sedang dalam perjalanan ke gereja yang biasa dia kunjungi, badai salju memaksa dia berhenti di sebuah gereja Methodist kecil yang sudah tua. Sekitar 12-15 orang hadir dalam kebaktian hari itu. Namun karena badai salju, pendeta gereja tersebut tidak dapat hadir dan seorang pria kurus menggantikannya untuk berkotbah di mimbar. Dia membuka Alkitab dan membacakan ayat dari kitab Yesaya 45:22 yang berbunyi, “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi”. Seakan dapat membaca isi hati Spurgeon, pria itu memandangnya dan berkata “Anak muda, kamu berada dalam masalah. Dan kamu tidak akan dapat keluar kecuali kamu mencari Kristus”. Kemudian dia mengangkat tangannya dan berteriak, “Cari, Cari, Cari!”  Saat itulah Roh Kudus membukakan mata Spurgeon untuk melihat jalan keselamatan, menganugerahkan kelahiran baru dan hati yang penuh dengan suka cita. Ketika dia pulang ke rumah, orang tuanya langsung melihat perubahan nyata dalam diri Spurgeon, senyum penuh kebahagiaan terpancar di wajahnya, dia bukan lagi seorang anak yang muram, dia berubah menjadi pribadi yang ceria dan bersemangat. Malam itu Spurgeon yang sudah lahir baru pergi ke Gereja Baptis Eld Lane bersama ibunya dan tak lama setelah itu dia dibaptis di Isleham Ferry di River Lark.

Awal Pelayanan 

Spurgeon pertama kali berkotbah di depan kongregasi jemaat di Teversham chapel, dia kemudian bergabung dengan Gereja Baptis St. Andrews Street menjadi pengkotbah ke desa-desa sekitarnya. Pada tahun 1851, Gereja Baptis Waterbeach mengangkat Spurgeon menjadi gembala saat dia baru berumur 17 tahun. Dia terkenal dengan panggilan “Boy Preacher”. Namun penampilan dan umurnya yang masih sangat muda ini bukan cerminan dari kedewasaan dan kedalaman kotbah yang disampaikannya.  Dalam penggembalaan Spurgeon, Tuhan menganugerahkan banyak jiwa datang ke gereja Waterbeach. Jemaat yang awalnya hanya 40 orang berkembang menjadi sekitar 450 orang. Pada umur 19 tahun Spurgeon memulai pelayanan di London di Gereja New Park Street, sebuah gereja yang sudah berdiri selama 200 tahun. Gereja ini sangat terkenal di masa lalu tetapi telah banyak ditinggalkan jemaatnya. Pelayanan Spurgeon dengan segera menarik kedatangan banyak jemaat, 4500 orang datang untuk mendengarkan kotbah Spurgeon tiap minggunya.

Tragedi Surrey Garden Hall & Gereja Metropolitan Tabernacle

Seiring penyertaan Tuhan dalam pelayanan Spurgeon, gereja New Park Street mulai mengalami kendala daya tampung gedung, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menyewa Surrey Garden Music Hall.  Surrey Hall yang didesain untuk menampung 12 ribu orang dipenuhi oleh lebih dari 22 ribu jemaat. Pada suatu kebaktian tahun 1856, saat Spurgeon mulai berdoa, beberapa orang berteriak “Kebakaran”, “Tempat ini akan rubuh”, seketika kepanikan melanda jemaat dan akhirnya mengakibatkan 7 orang meninggal dan 28 orang masuk rumah sakit. Tragedi ini nyaris mengakhiri pelayanan Spurgeon, dia harus dipindahkan ke luar kota di mana dia tenggelam dalam depresi yang sangat kelam. Tetapi Tuhan membawa Spurgeon keluar dari kegelapan melalui ayat Firman Tuhan Filipi 2:9 yang berbunyi, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama”. Belajar dari tragedi tersebut, gereja memutuskan untuk melakukan perubahan drastis. Pada bulan Maret 1861 kongregasi gereja pindah ke Metropolitan Tabernacle yang memiliki kapasitas 5000 tempat duduk ditambah dengan ruang yang memadai untuk 1000 orang berdiri. Ini adalah gedung gereja paling besar pada saat itu. Gereja Metropolitan Tabernacle menjadi rumah Spurgeon di sepanjang sisa hidup dan pelayanannya. Gereja ini terus berkembang pesat, kuasa Roh Kudus memenuhi kehidupan dan aktivitas kekristenan para jemaat gereja.  Setiap minggu, selama kesehatannya memungkinkan, Spurgeon terus menyampaikan Firman Tuhan di gereja Metropolitan Tabernacle hingga kotbah terakhirnya pada tanggal 7 Juni 1891.

Mendidik Penginjil Muda

Pada tahun pertama pelayanannya di London, Spurgeon bertemu Thomas Medhurst, seorang pemuda yang awalnya berkeinginan untuk menjadi aktor, namun Tuhan dalam anugerah-Nya memakai Firman yang disampaikan oleh Spurgeon untuk memberikan kelahiran baru dan api dalam memberitakan injil kepada Medhurst. Namun seperti kebanyakan pemuda di masa itu, Medhurst kurang memiliki pendidikan yang dapat menunjang pelayananannya, sehingga Spurgeon merasa terbeban untuk membantunya. Spurgeon mengatur supaya Medhurst diterima di sekolah berasrama untuk Pendeta di Bexley, dan menanggung semua biayanya. Sekali seminggu, Medhurst mengunjungi Spurgeon untuk belajar Teologia dan pelayanan secara umum. Tak lama kemudian, banyak pemuda lain yang juga digerakkan Roh Kudus untuk melayani Tuhan menyatakan keinginan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang dapat menunjang pelayanan mereka. Melihat hal ini, Spurgeon sadar bahwa Tuhan memberikan tanggung jawab kepadanya untuk mendirikan sekolah pelatihan untuk para pelayan Tuhan. Pada tahun 1866, di kota London saja, anak didik Spurgeon berhasil membangun 18 gereja baru. Penginjilan juga dilakukan di 7 pos misi, dan pos tersebut kemudian didewasakan menjadi gereja. Tujuh gereja yang sudah tua dan sepi pengunjung mendapatkan kebangunan rohani. Di samping itu, 80 alumni yang menyebar ke seluruh Inggris juga membawa berkat ke manapun mereka pergi. Satu alumnus mengubah gereja yang awalnya hanya dihadiri 18 orang dan membaptis lebih dari 800 orang hanya dalam waktu beberapa tahun.

Pelayanan Diakonia Masyarakat

Rasul Yakobus berkata bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati, dan Spurgeon membuktikan bahwa iman sungguh hidup dalam dirinya. Dia setia mengabarkan Firman Tuhan sejak muda, setia memberitakan berita Injil melalui buku dan traktat, serta setia dalam mempersiapkan calon pendeta, penginjil, dan pemimpin gereja di masa depan. Namun tak hanya dalam kata-kata, Spurgeon juga melakukan perbuatan nyata dalam melaksanakan perintah Tuhan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan seperti para janda, anak yatim dan kaum miskin. Contoh penyertaan Tuhan yang luar biasa terjadi di tahun 1866, ketika Tuhan memberikan beban untuk membangun panti asuhan Stockwell. Spurgeon menggalang dana dan berdoa dengan tekun untuk memulai panti asuhan tersebut. Seorang janda bernama Mrs. Hillyard menulis surat ke Spurgeon, dan mendonasikan dana sebesar 20 ribu poundsterling untuk mendirikan panti asuhan untuk anak yatim. Panti asuhan tersebut dirancang sesuai keinginan Spurgeon. Tidak seperti panti asuhan pada umumnya, di mana anak-anak tinggal di gedung yang menyerupai barak tentara, berpakaian serupa serta dibuat menjadi obyek belas kasihan untuk mendapatkan sumbangan. Bangunan panti asuhan Stockwell dibuat menyerupai rumah yang terhubung satu dengan yang lain, di mana tiap rumah menampung 14 anak laki-laki dan dikelola oleh seorang wanita yang juga bertindak sebagai ibu dari anak-anak tersebut. Mereka mendapat pendidikan dan pengajaran Kristen, yang disiplin tapi penuh dengan kasih. Sepuluh tahun setelah bagian untuk anak laki-laki selesai dibangun, rumah untuk anak perempuan juga berdiri. Kedua bangunan ditambah bangunan untuk klinik didirikan mengelilingi lapangan rumput tempat bermain anak yang dihiasi berbagai bunga dan tanaman yang indah. Panti asuhan Stockwell tetap berdiri hingga London mengalami pengebomanan pada perang dunia II (1940-1941). Setelah itu, panti asuhan Stockwell berganti nama menjadi tempat penitipan anak Spurgeon. Saat ini tempat ini dikenal dengan nama Spurgeons, salah satu yayasan sosial anak paling terkemuka di Inggris. Panti asuhan bukanlah satu-satunya pelayanan diakonia Spurgeon. Dia sangat aktif terlibat dalam berbagai macam kegiatan sosial sepanjang hidupnya. Hingga saat dia meninggal, Spurgeon terlibat secara pribadi dalam 66 organisasi sosial yang berbeda.

Setia Dalam Iman Dan Firman Tuhan

Buku Darwin “Origin of Species” yang diterbitkan di tahun 1859, menentang kebenaran yang dituliskan di dalam Firman Tuhan. Dasar kekristenan juga mendapat tantangan dari gerakan “Higher Criticism” yang berusaha menurunkan status Injil dari Firman yang datang dari Tuhan menjadi sebuah buku cerita yang ditulis manusia biasa. Konsep ini diajarkan di berbagai Universitas, bahkan di era 1860 mulai diajarkan di beberapa sekolah penginjilan. Pergeseran dari Kekristenan yang fundamental ini sangat nyata dalam berbagai denominasi gereja juga terlihat mulai mempengaruhi banyak orang dalam gereja Baptis. Spurgeon menentang keras pengajaran ini, meskipun kesehatannya sudah menurun, dia bertekad untuk berdiri teguh membela kebenaran Firman Tuhan dan dengan segenap tenaga melawan ajaran baru tersebut. Spurgeon menyatakan bahwa persekutuan gereja Baptis harus mendeklarasikan secara terbuka posisi mereka. Dia meminta mereka untuk mengadopsi pernyataan iman yang Injili, dan setiap anggota, baik gereja maupun individual, harus menerima pernyataan iman itu jika ingin tetap menjadi anggota. Keteguhan niat Spurgeon sangat jelas terlihat melalui berbagai pernyataannya, sayangnya permintaan Spurgeon tersebut tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas anggota yang ada.  Menyadari kenyataan bahwa ajaran sesat tersebut berkembang dengan pesat, Spurgeon memutuskan untuk menulis artikel berjudul “The Down-Grade” dalam majalahnya. Artikel ini menimbulkan kontroversi dalam gereja Baptis di Inggris. Banyak yang setuju dengan pendapat Spurgeon dan secara terbuka menyatakan dukungan mereka, namun banyak juga yang menentang. Tulisan Spurgeon menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan banyak orang. Spurgeon kemudian menulis beberapa artikel lanjutan, di mana dia membuktikan dengan jelas bahwa pernyataannya bukan hanya berdasarkan kecurigaan yang tak berdasar. Saat menuliskan artikel lanjutan tersebut, Spurgeon memperoleh jawaban atas pergumulan dalam hatinya, “Apakah dengan terus membiarkan diri saya berhubungan dengan mereka, saya justru menolong orang-orang yang menolak Tuhan?” dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari keanggotaan persekutuan gereja Baptis. Banyak yang beranggapan bahwa tindakan Spurgeon tersebut kurang tepat, namun seiring berjalannya waktu,  dia terbukti benar. Sesuai perkataan Spurgeon, gereja yang tidak berpegang pada kebenaran Firman Tuhan mulai ditinggalkan jemaatnya, kehadiran dalam persekutuan doa semakin jarang sampai akhirnya banyak yang dibubarkan, dan anugerah Tuhan yang mengubahkan kehidupan banyak orang juga semakin jarang terjadi. Satu per satu gereja berubah fungsi menjadi toko atau garasi atau bahkan dihancurkan.

Epilog

Spurgeon adalah pengikut ajaran Calvin, dan sangat dipengaruhi oleh ajaran para tokoh Puritan. Semua pengajarannya selalu didasarkan kepada salib Tuhan Yesus, dia juga kuat dalam mengajarkan doktrin Sanctification.  Dia terkenal sebagai “Prince of Preachers” pengkotbah terbaik di masanya, dia berbicara dengan bahasa yang dapat dimengerti kebanyakan orang. Selama masa hidupnya Spurgeon diperkirakan berkotbah kepada 10 juta orang, seringkali dia berkotbah lebih dari sepuluh kali per minggu.  Pelayanan Spurgeon tidak hanya menarik orang untuk datang ke London dan mendengarkan kotbahnya, tapi juga menginspirasi orang untuk menyebarkan pelayanannya ke seluruh dunia. Hingga 1892, buku kotbah Spurgeon diperkirakan telah terjual sebanyak 56 juta buah. Buku kotbah tersebut  bisa ditemukan di tangan pendeta di Tennessee, petani kopi di Sri Lanka, orang Kristen di Cina, hingga nelayan di kawasan Mediterania. Seorang narapidana yang menunggu eksekusi hukuman mati di Amerika Selatan diketahui sempat membaca kotbah Spurgeon, tepat sebelum eksekusi dilaksanakan. Spurgeon tidak hanya menjadi fenomena di kota London, tapi telah menjadi fenomena global, dan pelayannya menjadi sangat terkenal hanya dalam waktu beberapa tahun. Spurgeon juga penulis yang sangat produktif, materi yang ditulis Spurgeon melebihi semua penulis Kristen lainnya. Hingga saat ini tulisan Spurgeon menjadi salah satu tulisan yang paling banyak dibaca. Setidaknya tiga karya Spurgeon telah terjual lebih dari satu juta salinan, salah satunya adalah “All of Grace” hingga saat ini masih menjadi salah satu buku paling banyak dijual sepanjang masa. Dia menghabiskan waktu 20 tahun mempelajari dan menulis komentari kitab Mazmur “The Treasure of David”, buku ini diapresiasi sebagai hasil karya terbaik sepanjang hidupnya. Spurgeon tidak pernah mencari ketenaran, dia sepenuhnya menggantungkan diri pada penyertaan Roh Kudus dan selalu merasa tidak layak sebagai pelayan Tuhan. Dia menjunjung tinggi Firman Tuhan, sangat disiplin dalam berdoa, dan kehidupan sehari-harinya mencerminkan kemuliaan nama Tuhan.  Ketika orang bertanya kepada Spurgeon apa rahasia dari keberhasilan pelayanannya, dia menjawab, “Semua hanya karena doa jemaat dan orang-orang yang mengasihinya”.

Spurgeon's quotes related to his life

  • “My life seems to me like a fairy dream, I’m often both amazed and dazed with His mercies and His Love. Oh how good God has been to me” 

 

“Hidupku seperti mimpi yang indah, aku sangat kagum dan takjub atas belas kasihan dan cinta-Nya. Oh betapa baiknya Tuhan kepada ku”

 

  • “I would rather be descended from one who suffered for the faith than bear the blood of all the emperors in my veins”

 

“Lebih baik bagiku untuk menjadi keturunan dari seseorang yang menderita karena imannya, daripada memiliki darah seluruh raja dunia mengalir di nadiku”
Image source: Faithlife

Quote of the day

Arsitek dunia selalu memakai bahan-bahan yang paling indah untuk membangun bangunan yang megah di dunia ini. Hanya Tuhan Allah yang memakai manusia-manusia yang hancur hatinya untuk membangun kerajaan-Nya.

Stephen Tong