Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (3)

Panggilan sebagai Nabi: Penyeru Kebenaran

Bagaimana dengan peran orang Kristen sebagai nabi jika dikaitkan dengan panggilan para hamba untuk menjalankan usaha Sang Tuan? Kedua hamba yang pertama menerjemahkan perintah tuannya dengan tepat. Mereka segera menjalankan uang yang dipercayakan (Mat. 25:16) karena mereka tahu bahwa tuannya mempercayakan tanggung jawab yang besar sekaligus hak istimewa kepada mereka dengan resiko jika mereka tidak menjalankan dengan baik, maka ada kemungkinan uang yang dipercayakan bukan bertambah, tapi malah berkurang. Ada pengertian akan urgensi pada diri kedua hamba tersebut karena mereka tidak tahu kapan tuannya akan pulang dan meminta pertanggungjawaban, sehingga mereka harus siap setiap saat. Rasa keterdesakan ini membuat mereka rajin dalam menjalankan tugas mengembangkan talenta. Mereka sadar tuannya begitu mengasihi mereka dan ingin mereka bertumbuh dalam kemampuan mengelola apa yang dititipkan, sehingga mereka bekerja berani berjuang sepenuh hati karena tahu bahwa mereka berbagian dalam tujuan mulia yang dicanangkan tuannya. Bandingkan dengan pemahaman hamba yang terakhir. Dia tidak mengenal tuannya dengan baik sehingga tidak bisa memandang apa yang diperintahkan sebagai tujuan yang mulia. Dia bahkan menuduh tuannya kejam karena menuntut tanggung jawab yang begitu besar, yang tidak mampu untuk dia jalankan, yang melihat tuannya hanya sebagai seorang atasan yang memeras tenaga hambanya hanya untuk keuntungan pribadi (Mat. 25:24).

Demikianlah seharusnya seorang Kristen yang menjalankan jabatan sebagai nabi dalam menyerukan kebenaran firman berdasarkan pengertian yang tepat dan pengenalan yang dalam akan Kristus. Belajar, bermeditasi mengintegrasikan kebenaran firman Tuhan dengan kehidupan yang dia jalani, dan melakukannya, adalah tindakan orang Kristen sebagai nabi penyeru kebenaran.

Seorang dokter kandungan Kristen yang sadar akan perannya sebagai nabi akan menyerukan advokasi mengenai ketidaksetujuannya terhadap aborsi, mempertimbangkan, dan mengambil keputusan yang tepat ketika dihadapkan pada situasi sulit harus memilih antara menyelamatkan sang ibu atau bayi ketika ada komplikasi dalam proses persalinan dan menasehati dan memberikan dorongan bagi ibu yang akan melahirkan melalui proses persalinan alami karena Kristus memberikan beban yang akan mampu ditanggung oleh hamba-Nya. Dia juga sadar bahwa akan ada banyak penentang kebenaran menyerangnya karena cara pandang manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Penentangnya bisa dari pemerintah melalui peraturan yang melegalkan aborsi, dari lingkungan sosial yang mendiskriminasi sikapnya yang menolak permintaan untuk menggugurkan kandungan pasien yang datang ke kliniknya, atau bahkan dari keluarga pasien karena perbedaan pandangan mengenai keputusan sulit yang dia ambil dalam situasi komplikasi persalinan. Di saat yang bersamaan, dia akan mendapatkan kekuatan yang besar untuk menghadapi semua ini karena dia sadar dengan penuh bahwa ketika di akhir zaman nanti, dia menang, menuai panen dari jerih lelahnya, dan memiliki pengertian yang disempurnakan Kristus.

Aplikasi

Ulasan di atas tentunya baru sebagian kecil dari contoh-contoh bagaimana seharusnya seorang Kristen bersikap dalam bidang pekerjaan yang Kristus percayakan. Cara pandang bahwa Kristus, yang diurapi oleh Bapa melalui Roh Kudus, mengurapi setiap orang Kristen untuk menjadi raja (sang pengusaha kehidupan), imam (sang pelayan Kristus), dan nabi (sang penyeru kebenaran) yang berjalan dalam kisah narasi penciptaan – kejatuhan – penebusan – penyempurnaan sepanjang hidupnya. Cara pandang yang menyeluruh ini kemudian tentunya diiringi dengan sikap hati seorang hamba yang taat menjalankan perintah tuannya dengan sukacita, sukarela, dan bersungguh-sungguh, serta diikuti oleh totalitas tindakan nyata yang ditunjukkan ketika bekerja, menjadi garam dan terang bagi dunia.

Kristus, yang diurapi oleh Bapa melalui Roh Kudus, mengurapi setiap orang Kristen untuk menjadi raja (sang pengusaha kehidupan), imam (sang pelayan Kristus), dan nabi (sang penyeru kebenaran) yang berjalan dalam kisah narasi penciptaan – kejatuhan – penebusan – penyempurnaan sepanjang hidupnya

Kiranya Allah Tritunggal memberikan kekuatan kepada setiap tenaga profesional untuk senantiasa berjuang dalam bidang yang dipercayakan, sehingga pada akhirnya Tuhan berkata: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.” Soli Deo Gloria. Segala kemuliaan hanya bagi Allah Tritunggal.

Oleh: AW

Image source: Unsplash

Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (2)

Panggilan dan Talenta

Lantas apa hubungannya antara seluruh narasi besar penciptaan-kejatuhan-penebusan-penyempurnaan dalam jabatan raja, imam, dan nabi yang telah dijelaskan di atas, dengan orang Kristen yang sedang menghidupi panggilan Allah dalam profesi yang ditekuninya? Ketika Kristus memanggil seseorang: “Ikutlah Aku,” 2 kata yang mengubah dunia menurut Os Guinness, maka orang Kristen yang merespons panggilan tersebut memiliki 2 panggilan dalam hidupnya, panggilan umum untuk melakukan Mandat Injil, memberitakan kabar baik kepada seluruh bangsa, dan panggilan khusus menjalankan Mandat Budaya, sesuai dengan talenta yang telah Tuhan berikan kepada tiap anak-Nya.

Dalam perumpamaan tentang talenta di Matius 25:14-30, Yesus dengan jelas memberikan pedoman bagi orang Kristen untuk mengembangkan setiap talenta yang dipercayakan. Setiap talenta yang dititipkan sangatlah berharga. Satu talenta setara dengan gaji 6.000 hari kerja, sekitar 16 tahun jika Sabtu dan Minggu juga dihitung sebagai hari kerja. Sangatlah wajar apabila Tuan yang memiliki talenta meminta pertanggungjawaban hamba-hambanya ketika ia datang kembali. Perumpamaan tentang talenta bisa dipandang sebagai respons orang Kristen dalam berjaga-jaga menyambut kedatangan Kristus yang kedua, ketika penghakiman terakhir datang, masa dimana tiap-tiap orang harus mempertanggungjawabkan respons mereka di hadapan Kristus yang bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya.

Perumpamaan tentang talenta bisa dipandang sebagai respons orang Kristen dalam berjaga-jaga menyambut kedatangan Kristus yang kedua, ketika penghakiman terakhir datang, masa dimana tiap-tiap orang harus mempertanggungjawabkan respons mereka di hadapan Kristus yang bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya

Panggilan sebagai Raja: Pengusaha Kehidupan

Panggilan Kristus agar hamba-Nya mengembangkan talenta merupakan panggilan seperti seorang pengusaha. Tuan sedang pergi dan para hamba dipercayakan untuk menjalankan usaha miliknya. Tidak ada perintah detail bagaimana uang modal usaha itu harus dikelola, tidak ada supervisi tiap saat yang dilakukan Tuan dalam mengawasi kinerja hamba-Nya, dan tidak ada manajemen mikro yang ditunjukkan Tuan dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan. Cuma ada satu pesan “Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali” (Luk. 19:13). Oleh karena itu, diperlukan mental pengusaha untuk menjalankan perintah ini, tidak bisa dengan mental pegawai. Pengusaha berani bayar harga dan mengambil resiko, sedangkan pegawai menunggu perintah dari tuannya dan bermain aman. Hamba yang dipercayakan 5 dan 2 talenta memiliki mental pengusaha, mau mengambil resiko dengan menjalankan modal usaha yang dipercayakan. Bukan tidak mungkin mereka akan mengalami kerugian ketika menjalankan usaha, namun mereka menjalankan dengan sungguh-sungguh dan kemudian menghasilkan laba sesuai dengan jumlah modal usaha yang diberikan. Hamba yang dipercayakan 1 talenta memiliki mental pegawai, bermain aman dengan menguburnya dalam tanah, takut karena tidak ada kejelasan perintah detail tentang cara menjalankan usaha tanpa resiko, padahal dia bisa saja mempercayakan pengelolaan talenta kepada kedua hamba yang pertama. Respons orang Kristen yang menghidupi perannya sebagai Raja adalah seperti respons kedua hamba yang pertama, bekerja dengan hati yang bersungguh-sungguh dalam memimpin dan mengelola yang Kristus percayakan, layaknya seorang pengusaha kehidupan.

Coba sekarang kita tarik ke penerapannya dalam panggilan profesi. Seorang insinyur Kristen yang bertanggung jawab akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk mengembangkan kompetensinya sebagai seorang insinyur, mengelola waktu dan tenaga yang imbang antara praktek rancang bangun sebuah karya teknik dan memperlengkapi diri untuk terus relevan dengan ilmu teknik terkini melalui belajar mandiri atau komunitas asosiasi profesi, mengelola sumber daya, mengatur pembagian tugas dan menjalankan fungsi supervisi untuk para teknisi, mengelola keuangan proyek dengan penuh tanggung jawab. Dia juga sadar bahwa dalam menjalankan profesinya mungkin saja dikelilingi oleh rekan yang tidak bisa mengatur sumber daya secara optimal, atau oleh kegagalannya sendiri dalam memimpin sebuah proyek, namun dia juga sadar karena Kristus telah menebusnya, maka dia tetap memegang teguh jabatan raja yang dipercayakan sehingga makin lama makin bisa mengoptimalkan sumber daya yang dipercayakan, berkembang dalam kompetensinya sebagai seorang insinyur yang semakin handal. Bukan tidak mungkin juga dalam perjalanan sebagai seorang insinyur ia akan mengalami masa-masa sulit untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam sebuah pelaksanaan proyek, tetapi dengan bermodalkan cara pandang penyempurnaan yang dikaruniakan Roh Kudus, dia yakin bahwa jerih lelahnya tidak akan sia-sia (1Kor. 15:58).

Panggilan sebagai Imam: Pelayan Kristus

Dari perumpamaan tentang talenta, kita juga bisa melihat bahwa hamba yang dipercayakan Sang Tuan untuk mengelola bukanlah pemilik dari talenta tersebut. Tuanlah pemilik talenta tersebut, dan mereka hanya pelayannya. Tak hanya talenta yang dimiliki tuan, hamba-hambanya pun adalah milik kepunyaannya sehingga merupakan sebuah kewajiban bagi mereka untuk melayani tuannya. Tuanlah yang berinisiatif memanggil para hamba untuk melayani dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Ketiganya merupakan pelayan yang jujur dalam hal keuangan, tidak melarikan uang tuannya, namun respons mereka dalam melayani sangatlah berbeda. Respons dari kedua hamba yang pertama terhadap tanggung jawab pelayanan yang diberikan adalah dengan memberikan kembali talenta yang dipercayakan, ditambah dengan keuntungan yang didapatkan dari menjalankan usaha dengan penuh kerajinan dan keberanian. Hamba yang terakhir tidak menanggapi tanggung jawab pelayanan tersebut dengan rasa bersyukur, tapi dengan rasa takut, tidak berani menerima tugas yang diberikan, sehingga menjadi malas untuk bertindak.

Orang Kristen dalam jabatannya sebagai imam sadar bahwa hidupnya bukan milik dia lagi, melainkan Kristus yang hidup dalam dirinya (Gal. 2:20), hidupnya untuk melayani Kristus dan dipersembahkan kembali kepada Kristus sebagai bentuk ucapan syukur atas kesempatan istimewa yang diberikan. Berdoa untuk bisa bekerja sebaik mungkin melayani di bidang keahlian, persekutuan yang erat dengan Kristus melalui waktu teduh pribadi, menjadi salah satu kebiasaan orang Kristen sebagai imam yang melayani.

Ketika menerapkan jabatan imam dalam bidang pekerjaan, seorang akuntan Kristen akan melayani rekan kerja dan bidang usaha melalui pembuatan laporan keuangan yang akurat, pemberian masukan yang tepat untuk keputusan strategi bisnis berdasarkan hasil laporan keuangan yang handal, pertanggungjawaban keabsahan perhitungan keuangan melalui fungsi audit keuangan, serta perencanaan sistem yang lebih efektif dalam menyajikan laporan neraca dan laba-rugi. Seorang akuntan Kristen bekerja dengan penuh kesadaran bahwa ia akan berhadapan dengan rekan yang mungkin kurang bertanggung jawab sehingga terkadang ia harus bekerja lebih berat karena diminta mengambil alih sementara pekerjaan yang menjadi tanggung jawab rekannya, seperti talenta yang dialihkan dari hamba yang memiliki 1 talenta ke hamba yang memiliki 10 talenta. Dia juga sadar bahwa hidupnya telah ditebus sehingga bisa mempersembahkan seluruh hasil karya dalam pekerjaannya kembali kepada Kristus yang dia layani. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kol. 3:23). Perjalanannya dalam melayani Kristus melalui profesi mungkin tidak mudah, tak jarang ia harus melewati berbagai tantangan dan kesulitan yang membentuk karakternya untuk menjadi seorang akuntan yang tetap memiliki integritas, melewati masa dimana mungkin tidak ada seorang rekan kerja pun yang menghargai apa yang telah dikerjakan, bahkan mungkin mempermasalahkan kekurangan kecil yang dia perbuat. Tak hanya melayani di pekerjaan, dia juga melayani di gereja lokal sebagai tim yang mengelola keuangan gereja, bersama-sama berjuang untuk mempertanggungjawabkan setiap uang yang Kristus percayakan kepada gereja-Nya.

 

Oleh: AW

Image source: Unsplash

Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (1)

Pernah kepikiran gak apa yang membedakan dokter Kristen dengan dokter lainnya? Atau akuntan Kristen dengan akuntan lainnya? Pelajar Kristen dengan pelajar lainnya? Mungkin ada yang menjawab dokter Kristen memegang erat sumpah jabatan dan menjalankan praktik sesuai dengan etika kedokteran, akuntan Kristen mencatat setiap pembukuan dengan teliti dan melaporkannya dengan jujur, pelajar Kristen belajar dengan rajin dan tekun. Apakah benar ini pembedanya? Coba lihat dengan lebih teliti lagi, dokter, akuntan, dan pelajar non-Kristen pun melakukan hal yang sama, kan? Mereka sangat berkontribusi memberikan yang terbaik di tempat mereka bekerja, dihormati karena sumbangsih mereka bagi bidang keahlian yang ditekuni, dan tak jarang bahkan memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang mengaku Kristen. Jadi apa yang membedakan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari lihat apa kata Alkitab tentang panggilan orang Kristen dalam profesi. Di Kejadian 1, Allah memberikan tugas perdana kepada manusia yang baru saja diciptakan menurut gambar-Nya. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej. 1:28). Allah memerintahkan manusia untuk memiliki keturunan yang akan mengisi bumi ciptaan-Nya sekaligus memberikan kekuasaan kepada mereka untuk mengelolanya (Kej. 2:15). Perintah untuk mengusahakan dan memelihara ciptaan-Nya ini dikenal sebagai “Mandat Budaya”. 

Jabatan Raja, Imam, Nabi dalam Narasi Penciptaan-Kejatuhan-Penebusan-Penyempurnaan

Apabila kita lihat mandat budaya dari sisi jabatan yang diberikan Tuhan kepada manusia, maka dalam konteks ini manusia ditugaskan sebagai “raja” yang mewakili Allah untuk menguasai alam semesta sekaligus mengelolanya dengan bertanggung jawab. Kemudian Tuhan memberikan makanan kepada manusia melalui ciptaan-Nya (Kej. 1:29). Manusia diajak untuk menikmati ciptaan Allah sekaligus menikmati Allah Sang Pencipta, seperti yang disebutkan dalam jawaban pertanyaan pertama Katekimus Singkat Westminster, “Tujuan utama hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah serta menikmati Dia selamanya.” Sebagai ungkapan syukur, maka manusia mempersembahkan hasil kelola ciptaan-Nya kembali kepada Allah Sang Pemberi. Tugas jabatan ini seperti seorang “imam” yang mempersembahkan korban syukur sebagai bentuk apresiasi atas berkat yang telah Tuhan berikan. Tugas berikutnya yang Allah berikan adalah menamai tiap-tiap makhluk hidup dengan terlebih dahulu memberi contoh bagaimana Ia menamainya (Kej. 2:19-20). Allah memberi tugas kepada manusia untuk memberi makna kepada ciptaan-Nya, melakukan interpretasi terhadap apa yang diamati, dan menyuarakan pengetahuan dari Allah Sang Sumber Pengetahuan. Ini adalah jabatan manusia sebagai “nabi” yang berbicara dan mengajar tentang kebenaran Allah. Ketiga jabatan ini: raja, imam, dan nabi, langsung diberikan Allah kepada manusia ketika baru saja selesai menciptakan dunia ini.

Di Kejadian 3, kita tahu bahwa akhirnya manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga menyebabkan manusia tidak mampu melaksanakan ketiga jabatan yang telah Allah berikan. Adam, yang seharusnya menjadi pemimpin bagi Hawa, malah lebih memilih mendengarkan perkataan istrinya ikut memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Hawa, yang seharusnya menjadi penolong yang sepadan, yang bersama-sama Adam dimandatkan Allah untuk menguasai alam ciptaan, malah berbalik dikuasai oleh ular, yang lebih rendah derajatnya dari manusia. Urutan yang seharusnya Adam – Hawa – alam ciptaan, sudah dibalik oleh manusia menjadi alam ciptaan – Hawa – Adam. Akibatnya, Allah langsung menghukum manusia saat itu juga. Alam ciptaan yang seharusnya tunduk pada manusia, akhirnya dibuat memberontak sebagai konsekuensi dosa (Kej. 3:17). Tidak hanya gagal menjadi wakil Allah sebagai raja atas alam ciptaan, manusia juga gagal menikmati Allah. Setelah melanggar perjanjian, manusia menjadi takut bertemu dengan Allah. Mereka bersembunyi ketika mendengar bunyi langkah Allah yang berjalan-jalan dalam taman itu. Mereka takut dan malu menghadapi Allah karena telah berdosa, gagal menjadi imam yang seharusnya menghampiri Allah dengan rasa syukur. Alih-alih bersyukur, mereka bahkan tidak bertanggung jawab, menyalahkan pihak lain atas kesalahan yang telah diperbuat. Adam menyalahkan Hawa dan Hawa menyalahkan ular. Manusia yang harusnya sebagai nabi menyerukan kebenaran Allah malah memelintir kebenaran.

Tak hanya menghukum manusia sebagai konsekuensi dosa, Allah juga sudah merencanakan keselamatan yang digenapi melalui keseluruhan karya Kristus. Allah menubuatkan akan terjadi peperangan antara anak manusia keturunan Hawa dan keturunan ular, yang akan dimenangkan oleh Anak Manusia (Kej. 3:15). Allah juga langsung menyiapkan korban pendamaian (Kej. 3:21), sebagai bayang-bayang dari Kristus, korban pendamaian yang sejati, yang menyatukan kembali hubungan yang telah terpisah antara Allah dan manusia. Nama Kristus, artinya “Yang Diurapi”, mengingatkan para pembaca perjanjian lama akan 3 jabatan yang menerima urapan dengan minyak ketika ditahbiskan, yakni raja, imam, dan nabi. Allah berbicara kepada orang percaya melalui perantaraan Kristus, nabi yang juga merupakan Sang Firman itu sendiri, cahaya kemuliaan, dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya (Ibr. 1:2-3). Allah juga menjadikan alam semesta melalui Kristus, raja yang sejati, yang juga menopang segala yang ada dengan penuh kekuasaan, duduk di sebelah kanan Allah, di tempat yang maha tinggi, dikaruniakan nama yang indah, berhak menerima segala yang ada (Ibr. 1:2-4). Kristus, Sang Imam Besar Agung, juga melakukan penyucian dosa, korban pendamaian yang sempurna (Ibr. 1:3). Kristus menebus seluruh dosa umat pilihan-Nya dengan tuntas dan memulihkan 3 jabatan tersebut. Secara status, orang Kristen, sebagai pengikut Kristus, juga menerima urapan yang sama untuk jabatan raja, imam, dan nabi dalam mandat budaya yang diberikan.

Kristus menebus seluruh dosa umat pilihan-Nya dengan tuntas dan memulihkan 3 jabatan tersebut. Secara status, orang Kristen, sebagai pengikut Kristus, juga menerima urapan yang sama untuk jabatan raja, imam, dan nabi dalam mandat budaya yang diberikan.

Tentunya kita tahu bahwa menghidupi status yang sudah dipulihkan tidak otomatis membuat kehidupan orang Kristen langsung sempurna, tetapi ada proses pengudusan seumur hidup. Orang Kristen tahu dengan jelas arah tujuan hidupnya, walau di tengah jalan masih bisa terjatuh, tetapi kemudian bisa bangkit kembali karena Roh Kudus memberikan kekuatan untuk menang atas dosa, mengalami disiplin dari Tuhan sebagai konsekuensi dari kesalahan yang diperbuat, karena Ia menghendaki orang Kristen untuk beroleh bagian dalam kekudusan-Nya dan menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibr. 12:6-11). Ada sebuah kemajuan yang terus-menerus terjadi seumur hidup, mengejar hadiah panggilan surgawi yang telah Allah karuniakan dalam Kristus (Flp. 3:14), dengan pengharapan yang penuh kepastian bahwa semua ini akan menuju resolusi di langit dan bumi yang baru (Why. 21:1).  

Oleh: AW

Image source: Unsplash

YOLO – Kamu Hanya Hidup Sekali

Istilah ini sangatlah populer di kalangan orang-orang muda pada zaman ini. Pemikiran para generasi muda zaman sekarang telah teracuni oleh prinsip hidup yang tidak mau pusing dan berpikir panjang. Saya pun juga dulunya sempat menganggap hal ini sebagai sesuatu yang positif, berpikir tidak ada salahnya untuk bersenang-senang selagi bisa. Prinsip hidup YOLO dalam pandangan saya waktu itu yaitu hidup memang untuk dinikmati selagi sempat karena belum tentu ada hari esok. Ya, memang benar bahwa hari esok belum tentu ada, tapi yang menjadi fokus yang salah yaitu ditujukan untuk kesenangan pribadi yang sementara dari dunia ini.

Dulunya pikiran saya hanya sebatas saya dan keluarga saya saja, memikirkan bagaimana yang terbaik untuk diri saya dan keluarga. Itu sungguh memprihatinkan bukan? Dengan pemikiran yang sempit, saya dulunya lupa akan kedaulatan Tuhan yang memelihara saya sampai saat ini. 

Sejak kecil saya sudah ditanamkan konsep hidup mandiri, yaitu berusaha keras sendiri untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Puncaknya sejak pertama kali saya datang ke Australia. Saya mesti bertanggung jawab penuh terhadap diri saya sendiri dan tidak boleh sampai berpikiran kalau orang tua saya pasti akan membantu. Jadi, hidup di negara asing dengan mengandalkan diri sendiri sangatlah menyeramkan bagi saya yang saat itu baru berusia 18 tahun. Tidak ada pengalaman hidup di dunia kerja, benar-benar baru tamat dari bangku SMA.

Tidak ada kepastian hidup yang bisa saya pegang, ya, tentunya saya percaya kalau Tuhan itu ada, tapi yang saya hidupi dulu yaitu hanya sebatas ke gereja tiap minggu, dan bahkan tidak pernah menghidupi doa-doa saya, karena sebenarnya saya sendiri pun tidak yakin kalau Tuhan itu mendengarkannya.

Waktu-waktu berlalu amat cepat, menginjak tahun kedua di Australia saya baru belajar untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan. Awalnya sungguh tidak mudah karena membutuhkan komitmen yang kuat, tapi saat itu seorang teman mengatakan kepada saya kalau firman Tuhan-lah yang menjadi kekuatan di dalam hidupnya. Pada saat itu saya hanya kepikiran: “Saya juga mau merasakan kekuatan dari Tuhan yang nyata.” Jadi, saya coba belajar membaca firman Tuhan sejak saat itu dan akhirnya menemukan suatu kepastian yang terus menguatkan saya.

Yeremia 9:23-24, Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”

Ketika saya membaca ayat tersebut, saya baru kepikiran dan menyadari kalau Tuhan yang sesungguhnya yaitu Tuhan yang ingin dikenal. Selama ini saya tidak pernah memahami konsep-konsep dasar iman kekristenan karena saya sendiri tidak pernah berusaha untuk bersikap aktif untuk mencari wajah Tuhan. Sebaliknya, dengan sekuat tenaga saya hanya mencoba untuk mengandalkan diri saya sendiri. Ketika mengingat kembali masa-masa seperti itu, rasanya sungguh sangat menakutkan dan sungguh penuh dengan ketidakpastian. Contohnya, pada saat awal datang ke Australia, benar-benar hidup yang mencoba berjalan sendiri dan sungguh tidak ada kelegaan sama sekali. Semua kelihatannya baik-baik saja dan terlihat sangat normal, tetapi tidak ada kelegaan yang menyegarkan jiwa saya. Tidak ada ketenteraman pribadi di dalam hati saya, karena saya hanya mengandalkan diri saya sendiri.

Saya teringat akan kutipan dari Elisabeth Elliot yang mengatakan, “Ketakutan muncul ketika kita membayangkan semuanya tergantung pada kita.”

Namun, setelah saya mengetahui kebenaran firman Tuhan itu, saya benar-benar belajar untuk menyangkal diri saya dan berusaha untuk menghidupinya. Ketika beberapa saat berlalu, saya sangat bersyukur dan baru menyadari tentang doa-doa saya dulu yang bersifat egois, dimana saya hanya meminta apa yang berfokus pada kebaikan diri saya, untuk memuaskan kesenangan pribadi yang hanya sesaat itu, yang ketika saya tidak mendapatkannya saya akhirnya menjadi kecewa dan sulit untuk mempercayainya lagi. Saya dulunya sungguh sangat egois dan hanya memikirkan kepentingan saya saja, padahal saya ada sebagaimana saat ini hanyalah semata-mata karena belas kasihan Tuhan. Merenungkan kembali hal itu, sejujurnya saya sangat bersyukur ketika Tuhan tidak memberikan apa yang saya anggap baik pada saat itu, karena justru itulah yang mungkin akan mencelakakan saya. 

Saya teringat akan Yeremia 17:5-8 yang mengatakan, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”

Setelah saya belajar menghidupi firman Tuhan, saya akhirnya menyadari tentang kebenaran yang paling besar akan kebahagiaan yang sesungguhnya adalah hidup yang boleh menghasilkan buah, yaitu hidup yang mengerti panggilannya, yang rela taat untuk dipakai menjadi alat bagi kemuliaanNya. Tuhan sesungguhnya tidak memerlukan kita untuk melangsungkan rencana-Nya yang dahsyat. Siapakah kita? Kita mungkin hanya memperlambat pekerjaan Tuhan saja.

Tetapi, ketika kita boleh memiki kesempatan untuk bekerja bagi kemuliaan Tuhan, marilah kita melihatnya sebagai keistimewaan kita sebagai anak-anak Tuhan. Ketika kita hidup untuk melayani Tuhan, di saat yang sama kita bisa mengalami dan melihat pimpinan Tuhan yang sangat nyata, yang senantiasa memimpin hidup kita.

Bersyukur kepada Tuhan jika saat ini saya dapat melihat kalau prinsip hidup YOLO sendiri sangat berarti ketika difokuskan kepada Tuhan, yaitu jika hidup kita yang hanya sekali ini boleh diresponi dengan mengejar pengenalan akan Tuhan yang sejati dan hidup giat bagi Dia, sehingga kita boleh mengenal dan puas di dalam Dia, yaitu Yesus Kristus yang telah menciptakan dan menebus hidup kita. Kita juga terus memohon belas kasihan Tuhan agar Dia berkenan menyatakan kemuliaan, keindahan dan kesucian-Nya kepada kita. Tanpa anugerah dari Tuhan sendiri, tidak ada orang yang sanggup untuk mengenal Dia. Kiranya kita semua boleh menggunakan waktu yang singkat ini untuk terus belajar hidup semaksimal mungkin bagi kemuliaan nama Tuhan. Sungguh tidak ada yang lebih membahagiakan ketika kita bisa memiliki kepenuhan di dalam hidup berjalan bersama Tuhan.

Bersyukur kepada Tuhan jika saat ini saya dapat melihat kalau prinsip hidup YOLO sendiri sangat berarti ketika difokuskan kepada Tuhan, yaitu jika hidup kita yang hanya sekali ini boleh diresponi dengan mengejar pengenalan akan Tuhan yang sejati dan hidup giat bagi Dia, sehingga kita boleh mengenal dan puas di dalam Dia, yaitu Yesus Kristus yang telah menciptakan dan menebus hidup kita.

Oleh: CH

Image source: Unsplash

Catatan Kekuatiranku – Menjomblo

Halo, Teman-teman!

Apa kabarnya? Semoga sehat dan selalu dalam lindungan Tuhan Yesus Kristus.

Topik sharing saya kali ini adalah topik yang mungkin juga menimbulkan kegalauan di hati teman-teman sekalian, yaitu status “Jomblo” alias belum mempunyai pasangan. Jadi ceritanya dulu waktu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Umum saya menargetkan untuk menikah setelah lulus kuliah atau kalau sudah kerja. Ya, sekitar umur 23-25 tahun, rasanya itu umur yang pantas untuk menikah dan kemudian punya anak. Tahun demi tahun berlalu, lulus kuliah sudah, kerja juga sudah, tapi kok gak nikah-nikah, ya? Sampai sekarang ini, di umur yang sudah teramat matang untuk menikah.

Melalui firman-Nya, Tuhan menyadarkan dan membuat saya jadi mengerti kalau Tuhan itu lebih berharga, lebih penting dari siapapun juga atau apapun juga yang bisa saya miliki di dunia ini.

Jadi, cita-cita dan harapan gagal dong? Tidak malu diomongin orang-orang? Kalau sampai tidak menikah gimana? Terus terang semua pertanyaan itu sempat menjamuri pikiran saya dan menjadi pergumulan selama bertahun-tahun. Apa sekarang sudah tidak bergumul? Kita jujur-jujuran, ya, mungkin baru beberapa tahun belakangan ini saja saya akhirnya bisa berdamai dan bersukacita dengan hidup saya. Melalui firman-Nya, Tuhan menyadarkan dan membuat saya jadi mengerti kalau Tuhan itu lebih berharga, lebih penting dari siapa pun juga atau apa pun juga yang bisa saya miliki di dunia ini. Apa saja sih yang Tuhan sudah kasih tahu lewat firman-Nya?

Ketidaktaatan akan menghasilkan dosa

Karena tidak mau taat untuk menerima ketetapan Tuhan, saya jatuh di dalam dosa-dosa yang amat berbahaya. Dosa pertama, mengasihani diri atau bahasa kerennya, self-pity. “Kok saya belum menikah? Masa sih saya kurang cantik? Apa mungkin karena kurang tinggi? Kurang pintar gitu? Atau kenapa, ya? Dosa pertama disusul oleh dosa kedua, yaitu kesombongan. “Kok tidak ada yang mau menikah sama saya? Muka juga tidak jelek-jelek amat. Teman-teman yang “biasa-biasa” saja banyak banget yang sudah menikah, sudah punya anak pula, kapan dong giliran saya? Tuhan kok tidak adil!” Coba lihat, sungguh mengerikan. Sombong sekali! Saya pikir saya tuh lebih pintar, lebih tahu apa yang terbaik untuk diri saya daripada Tuhan. Saya mau menempatkan diri saya lebih tinggi dari Tuhan yang adalah Sang Pencipta.

Nancy Leigh deMoss berkata, “Terkadang Tuhan membuat hal jodoh-berjodoh ini seperti rumit sekali karena Tuhan terlalu mencintai kita untuk membiarkan kita mempunyai hidup, baik menikah atau melajang, yang bisa membuat kita merasa tidak membutuhkan Dia.” Bisa saja kan kalau saya menikah, punya suami, punya anak, semua itu menjadi ilah saya, menjadi yang terutama di hati saya, bukan Tuhan. Ini adalah suatu dosa besar lainnya yang mendukakan hati Tuhan.

Tuhan begitu mencintaiku

“Tuhan, apa Tuhan beneran sayang sama saya? Kok sepertinya Tuhan lebih sayang kepada teman-teman yang lain? Mereka sudah menikah, tapi kok saya belum? Kapan dong giliranku?” Pertanyaan-pertanyaan berbeda muncul di dalam pikiran saya sehingga saya jatuh di dalam dosa lain yang bernama self-centered, yaitu dosa yang memusatkan segala sesuatu pada diri. Diriku, perasaanku, dan kemauanku yang terpenting, bukan Tuhan.

Melalui firman-Nya, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh.3:16), Tuhan menegur dengan keras. “Bagaimana mungkin Aku tidak mencintaimu? Aku selalu ada bagimu, mencukupkan segala kebutuhanmu, selalu menyertai hidupmu sampai detik ini. Terlebih lagi, Aku telah mengaruniakan anak-Ku yang tunggal sebagai Juruselamatmu, Dia mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosamu." 

Jadi sekali lagi, ya, pertanyaan-pertanyaan seperti, “Anaknya ada berapa? Hah, sudah umur segini kenapa belum menikah?” sudah sering banget saya dengar. Sebenarnya sih pertanyaan-pertanyaan yang lumrah-lumrah saja untuk ditanyakan, tapi kalau diambil ke hati, ya, bisa membuat kita down. Tapi mungkin bisa dijawab seperti ini, “Saya tidak tahu kenapa belum menikah, tapi saya tetap berharap dan berdoa kepada Tuhan.” Jawabnya jangan dengan muka cemberut, tapi dengan senyuman yang tulus karena ingat, Tuhan begitu mencintaimu!

Percaya kepada Tuhan

Masih ingat dengan pepatah “Tak kenal maka tak sayang”? Kalau kita tidak kenal Tuhan, ya, bagaimana mungkin kita bisa mengasihi-Nya? Bagaimana mungkin bisa mempercayai-Nya? Kepercayaan kepada seseorang itu dihasilkan dari pengenalan yang baik akan orang tersebut. Jadi, bagaimana sih kita bisa mengenal Tuhan? Ya, dengan membaca firman-Nya di Alkitab. Kita akan tahu sifat dan karakter Tuhan, apa yang Tuhan suka atau tidak suka. Kalau Tuhan itu bukan cuma Allah yang murah hati, tapi juga Hakim yang adil. Betapa Tuhan sayang sama kita, Ia mau kita menjadi pribadi yang terbaik menurut ketetapan-Nya dan menginginkan hanya hal-hal yang baik untuk kita. Status menikah atau single itu bukan suatu ukuran atas nilai diri seseorang. Status menikah tidak akan membuat Tuhan mencintai orang itu lebih daripada orang yang belum atau tidak menikah. 

Tuhan tahu yang terbaik untuk saya dan Dia dapat dipercaya. Dipercaya untuk apa? Untuk menuliskan cerita hidup saya dengan teramat indah sejak dari dalam kekekalan. -Nancy Leigh DeMoss Wolgemuth

Di dalam kedaulatan-Nya, Tuhan belum memberikan jodoh kepada saya, tapi ini sama sekali tidak berarti bahwa Tuhan itu jahat. Tuhan adalah baik, penuh kasih, dan bijaksana. Tuhan tahu yang terbaik untuk saya dan Dia dapat dipercaya. Dipercaya untuk apa? Untuk menuliskan cerita hidup saya dengan teramat indah sejak dari dalam kekekalan. Cara pandang Tuhan tidak sama dengan cara pandang saya. Waktu Tuhan juga tidak sama dengan waktu saya. Dan saya, si orang yang berdosa ini, tidak mungkin mampu untuk mengerti akan jalan-jalan dan ketetapan-ketetapan Tuhan. “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri - Amsal 3:5."

Puas di dalam Tuhan

Contentment in the Lord atau merasa puas di dalam Tuhan atas hidup yang telah Ia anugerahkan adalah pilihan pribadi. Boleh-boleh saja menolak untuk merasa puas, tapi apa mau hidup sengsara dengan hati yang menggerutu? Kalau ada rasa puas di dalam Tuhan, maka kita akan menerima apa yang Tuhan mau berikan, bukan menuntut apa yang kita sendiri inginkan. Rasa puas di dalam Tuhan juga akan membuat kita bisa bersyukur dan bersukacita atas semua pemberian-Nya. Seperti tertulis di 1 Timotius 6:6 bahwa kesalehan disertai dengan kepuasan hati memang akan memberi keuntungan yang besar. Jadi, kamu mau pilih yang mana?

Aku dicipta untuk memuliakan Tuhan

Teman saya pernah bilang, “Jangan sedih karena masih single, orang yang single itu bisa melayani Tuhan dengan lebih leluasa, misalnya ikut perjalanan misi ke daerah terpencil. Kalau sudah punya suami dan anak pasti lebih banyak pertimbangannya. Harus minta ijin dulu sama suami, terus harus diskusi siapa yang akan menjaga anak, apa harus bawa anak dan lain-lain.” Dalam 1 Korintus 7 ada tersirat bahwa Paulus lebih memilih untuk hidup sendiri karena bagi Paulus, orang yang tidak menikah itu mempunyai kebebasan lebih dalam melayani Tuhan daripada mereka yang menikah. 

Charmaine Potter berkata, “Aku ingin menjadi seseorang yang sungguh-sungguh memuliakan Tuhan dengan kehidupan single-ku sekarang ini. Kalau sampai suatu saat nanti, di dalam kehendak-Nya, Tuhan berkata, 'Charmaine, engkau telah begitu memuliakan Aku dengan hidupmu, maka sekarang Aku akan menganugerahkan hidup pernikahan kepadamu, agar engkau bisa lebih memuliakan Aku dengan berpasangan dengan orang tersebut,' maka aku akan bersyukur dan bersukacita.” 

Menikah atau tidak menikah, apapun itu, keduanya adalah anugerah rohani dari Tuhan yang ditujukan untuk penggenapan rencana keselamatan Tuhan bagi umat manusia dan kemuliaan nama-Nya. “Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat - 1 Korintus 7:17.”

Masa depan

Ini adalah rahasia Tuhan, Teman-teman. Jangan takut, jangan kuatir, Tuhan sudah berjanji untuk memberi kita harapan dan masa depan yang indah bersama Dia. Pernikahan itu bukanlah segalanya. Pernikahan antara pria dan wanita di dunia ini hanyalah gambaran dari pernikahan kekal antara Kristus dan pengantin wanita-Nya, inilah yang terpenting. Tuhan mau supaya kita bersiap diri untuk menjadi pengantin wanita-Nya. “Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia - Wahyu 19:7.”

Penutup

Bagi teman-temanku sesama jomblo, ayo, kita serahkan harapan dan doa kita hanya kepada Tuhan. Lihat kebaikan-Nya selama ini, jangan lupa sama doa-doa lain yang sudah dijawab selain dari doa meminta pasangan hidup ini. Tapi, jangan cuma berdoa meminta pasangan, berdoa juga untuk anugerah kesabaran dalam menunggu. Jikalau Tuhan memang berkehendak, Dia pasti akan memberikan jodoh yang terbaik pada waktu-Nya. Kok rasanya lama banget? Mungkin saja, tapi lebih baik untuk menunggu waktunya Tuhan. Percayalah!

Oleh: SH

Image source: Unsplash

Narsis, So What?

 Yehezkiel 28:17

“Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu, Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya.”

Apa itu narsis? 

Kata narsis berasal dari dewa dalam mitologi Yunani bernama Narcissus, dia adalah seorang pemuda yang sangat rupawan sehingga banyak orang yang jatuh cinta kepadanya. Suatu hari Narcissus berjalan di hutan dan menemukan danau yang jernih sehingga dia bisa melihat bayangan wajahnya dengan jelas. Seketika itu juga dia jatuh cinta kepada bayangan tersebut. Dia tidak mampu untuk berhenti mengagumi ketampanannya sampai akhirnya dia mati karena kehausan dan kelaparan. Dari cerita itulah muncul istilah narsis yang sering kita pakai untuk menggambarkan seseorang yang sering menganggumi diri sendiri.

Saat ini istilah narsis seringkali dipandang enteng dan digunakan tanpa beban. Padahal orang yang disebut narsis mempunyai karakteristik kepribadian yang mencintai diri di atas segalanya dan hal ini tercermin dari perilaku seperti egois yang berlebihan, ingin selalu dipandang lebih tinggi, haus pujian orang lain dan terobsesi dengan kecantikan, ketampanan dan kesempurnaan fisik mereka.

Walaupun Narcissus hanyalah mitologi, dosa yang ditarik dari cerita hidupnya adalah sangat nyata. Begitu banyak manusia di dunia terjerumus ke dalam dosa cinta diri ini. Apalagi dengan makin maraknya media sosial di internet istilah seperti “selfie” dan “wefie” muncul seiring dengan betapa dunia menerima dosa ini sebagai hal yang biasa dan normal.

Jadi seperti apa sih orang narsis? Contoh ciri-ciri orang narsis yang paling umum adalah:  

  • Terobsesi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekayaan, kecerdasan atau kesempurnaan fisik
  • Haus akan perhatian dan pujian dari orang lain setiap saat
  • Ingin diakui sebagai orang yang superior, walaupun tidak ada prestasi 
  • Melebih-lebihkan bakat dan prestasi
  • Kurang empati dan tidak peduli dengan perasaan serta kebutuhan orang lain
  • Cemburu terhadap orang lain yang lebih sukses dan beranggapan bahwa orang-orang cemburu kepada diri mereka

Dalam kehidupannya, orang narsis cenderung untuk mempunyai rasa percaya diri yang semu, mereka juga akan menjadi terlalu sensitif terhadap omongan atau kritik orang lain, mereka juga rentan untuk jatuh dalam depresi ketika mereka merasa bahwa mereka tidak mendapatkan pujian yang diharapkan.

Apa kata Alkitab tentang narsis? 

Mungkin kita tidak dapat menemukan kata narsis digunakan di dalam Alkitab tetapi Alkitab sering berbicara tentang perilaku yang sangat erat berhubungan dengan kata narsis, yaitu keegoisan dan kesombongan.

Tuhan dengan jelas berbicara di dalam Alkitab tentang bagaimana tingkah laku yang seharusnya kita jalankan sebagai anak Tuhan, dan narsis sangat berlawanan dengan keinginan Tuhan. Tuhan ingin agar kita tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia, kita harus rendah hati, menganggap orang lain lebih utama dari diri kita dan memberikan yang terbaik kepada orang lain bukan mencari keuntungan untuk diri sendiri. Di dalam narsisme, melekat dosa kesombongan yang sangat dibenci oleh Tuhan, Amsal 16:5 mengingatkan bahwa “setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman”.

Hal yang terutama dan berbahaya dari dosa narsis ini adalah bahwa manusia telah mengangkat dan meletakkan posisi mereka menjadi lebih tinggi dan lebih penting dari Tuhan dan mereka menjadi budak dari gambar dan keagungan diri mereka sendiri.

“Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati dari pada membagi rampasan dengan orang congkak.” Amsal 16:18-19.

Jadi bagaimana cara kita melawan dosa narsis di dalam keseharian hidup kita?

Yang pertama adalah kita harus memindahkan pandangan dari diri kita sendiri, jangan sampai kita berakhir seperti Narcisuss yang tidak mampu untuk berhenti mengagumi bayangannya dan akhirnya binasa karenanya.

Senjata kedua adalah kerendahhatian. Ini adalah kunci dari perlawanan kita terhadap dosa narsis. Alkitab memberikan pengajaran yang jelas tentang bentuk nyata dari kerendahan hati. Kolose 3:12, Efesus 4:2 dan Mikha 6:8 mengajarkan kita sebagai orang-orang pilihan Allah harus hidup dengan rendah hati dihadapan Tuhan, kita juga harus selalu berbelas kasihan, murah hati, lemah lembut dan sabar, selalu menunjukkan kasih kita dalam hal saling membantu sesama.

Hal terakhir yang harus dilakukan untuk melawan sifat narsis adalah dengan selalu ingat bahwa segala kepunyaan kita adalah pemberian dan anugerah dari Tuhan secara cuma-cuma. Dan karena semuanya adalah anugerah, tidaklah pantas bagi kita untuk menyombongkan apapun yang kita miliki. Satu-satunya hal yang layak kita lakukan adalah menyatakan rasa syukur kepada Tuhan atas segala berkat yang telah dilimpahkan-Nya dalam keseharian hidup kita, Tuhan kita adalah Tuhan yang membuat dan memberikan nafas kehidupan kepada kita, Dia sangat murah hati,  menyediakan bagi kita makanan kita sehari-hari; memberikan kepada kita keahlian, pengertian dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan. Tetapi anugerah yang terbesar yang telah dikaruniakan Tuhan adalah dengan memberikan keselamatan kepada kita melalui pengorbanan Anak-Nya yang tunggal Tuhan kita Yesus Kristus, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). 

Dengan terus melatih diri kita untuk selalu bersyukur atas segala kebaikan Tuhan, kita akan belajar untuk melihat dengan jelas bahwa bukanlah diri kita sumber dari segala sesuatu yang baik dalam hidup kita. Namun usaha kita itu semuanya akan sia-sia, jika kita melakukannya dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Hanya dengan anugerah Tuhan dan dengan pertolongan Roh Kudus, kita akan dapat melawan dan mengalahkan tipu daya narsis.

Hati Yang Kosong

Seberapa sering kita mendengar kata “bosan” keluar dari mulut anak-anak muda zaman sekarang, atau bahkan anak kecil? Manusia menjalankan rutinitas yang sama diulang setiap hari. Sekilas kata “bosan” terdengar biasa saja dan merupakan hal yang wajar dirasakan, tetapi ketika perasaan ini ada dalam diri seseorang dan dibiarkan begitu saja, maka dampaknya bisa sangat berbahaya. 

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang diberi “kemampuan” untuk merasa bosan. Meskipun mungkin kita pernah melihat binatang yang terlihat bosan terkurung dalam kandangnya, tetapi sebenarnya tidak ada makhluk lain yang bisa merasakan kebosanan dari dalam diri atau sekitarnya selain manusia. Ini menjadi hal yang perlu dipikirkan karena kita percaya Tuhan tidak menciptakan sesuatu tanpa tujuan. Ketika manusia diberikan kapasitas untuk bisa merasa bosan, itu berarti Tuhan memiliki tujuan di baliknya.

Jika ada seseorang yang sedang sakit, kemudian menggunakan termometer untuk mengukur suhu badannya dan hasilnya menunjukkan 39 derajat, itu artinya dia terkena demam. Seperti itu juga rasa bosan sebenarnya bisa menjadi satu peringatan (warning) yang menunjukkan adanya kekosongan dalam hati kita. Rasa bosan hanyalah apa yang tampak di permukaan, tetapi akar masalahnya terletak jauh di dalam hati.

Perjalanan manusia untuk mencari

Manusia bukan makhluk yang bisa cukup dari dirinya sendiri, kita adalah makhluk yang mencari. Kita tidak bisa puas dengan apa yang ada di dalam diri kita saja. Ketika kita merasa sendiri dan kesepian, kita berusaha mencari teman-teman. Ketika dalam pekerjaan kita berada pada satu posisi, kita akan berusaha mencapai posisi yang lebih tinggi lagi. Dunia ini dan segala isinya selalu berubah dan manusia akan terus berusaha mengejar apa yang dunia tawarkan. Untuk sementara waktu mungkin semua pencapaian bisa menjadi kebanggaan besar dan orang di sekitar akan menilai kita sukses, tapi uniknya semakin dikejar dan semakin mendapat apa yang diinginkan, pada akhirnya manusia akan menemukan jiwanya tetap kosong.

Sama seperti sederetan mobil mewah terpajang dengan cat mengkilap tetapi tanpa bensin. Mobil itu hanya indah dilihat untuk sementara waktu, lama-kelamaan mobil mewah itu akan berkarat dan tidak berguna karena tidak ada bahan bakar di dalamnya untuk menggerakkannya. Dunia saat ini juga dipenuhi oleh orang-orang yang terlihat hebat dari luar, tetapi hatinya begitu kosong.

Lihatlah berapa banyak artis terkenal yang sudah mencapai puncak ketenarannya tapi berakhir dengan bunuh diri. Apa yang kurang dari hidup mereka? Uang, rumah besar, mobil mewah, jet pribadi, semua mereka miliki. Banyak orang yang bermimpi menjadi seperti mereka, bahkan mungkin kita juga pernah membayangkan betapa enaknya menjadi artis-artis itu, hidup tanpa kekurangan materi, dikelilingi banyak teman dan dipuja ribuan, bahkan jutaan penggemar. Tapi lihatlah kenyataan yang ada, mereka memilih untuk mengakhiri hidup dan tidak menikmati semuanya lagi. Hidup yang begitu hampa di tengah limpahnya harta. 

Desain yang rusak

Ketika Tuhan menciptakan manusia pertama dalam dunia, Tuhan memerintahkan manusia untuk menaklukkan dunia. Itu berarti dunia dicipta untuk manusia, bukan sebaliknya, tetapi dosa merusak seluruh tatanan dan desain awal penciptaan. Manusia tidak lagi tunduk pada Tuhan, melainkan pada dunia. Dosa membuat arah hati kita berbalik dari Tuhan sehingga kita tidak lagi bisa melihat Tuhan sebagai yang paling indah dan mulia. Mata kita tertutup oleh tipuan si penguasa dunia. Ya, setan berusaha menampilkan dosa di depan mata kita dengan bungkusan rapi dan hiasan-hiasan indah supaya kita tertarik dan akhirnya terjerat di dalamnya. Tapi pada hakekatnya dosa tetaplah dosa, ujungnya adalah maut.

Ketika ular memperlihatkan kepada Hawa betapa baik buah itu untuk dimakan, buah yang Tuhan sendiri perintahkan jangan dimakan, apakah kita bisa berkata, “Tidak apa lah, kan hanya buah saja?” Tidak, itu dosa! Itu bentuk perlawanan langsung manusia ciptaan terhadap Tuhan, Sang Pencipta. Tujuan setan adalah merusak rencana Tuhan. Setan mau membuat manusia tidak lagi melihat seluruh kebaikan Tuhan dan strateginya berhasil dengan menampilkan buah yang sedap dilihat. Akhirnya, manusia tergoda dan memilih apa yang dianggapnya baik. 

Dasar yang salah

Strategi setan tidak berubah dari dulu sampai sekarang, motivasinya pun tetap sama. Dia adalah penipu. Yang ditawarkan di hadapan kita bukan sesuatu yang terlihat buruk dan menakutkan, semuanya akan terlihat menarik dan pasti kita sukai. Itu yang terjadi saat ini ketika manusia mencari dan mengejar apa yang terlihat sangat menjanjikan, dengan harapan semua itu dapat memberi kepuasan dan makna dalam hidup. Manusia membangun pengharapan besar terhadap sesuatu yang sifatnya sementara dan dapat berubah. Bagaikan mendirikan rumah di atas fondasi pasir, tinggal tunggu waktu maka semua akan runtuh. Pengharapan yang dibangun di atas dasar yang salah hanya akan berujung pada kekecewaan. 

Manusia begitu rapuh. Hari ini kita kuat, besok kita lemah. Hari ini kita bisa mengambil keputusan, besok kita terombang-ambing. Hari ini kaya, besok kita bisa jatuh miskin. Semua ini diizinkan Tuhan untuk mengingatkan umat manusia kalau tidak ada yang bisa dijadikan pegangan di dalam dunia ini. Setiap kesulitan dan penderitaan yang kita alami menyadarkan kita pentingnya bergantung pada Tuhan. 

Manusia dicipta bagi Tuhan

Pengharapan kita harus didasarkan pada Tuhan saja karena Dia adalah Allah yang kekal. Setiap manusia dicipta juga diberikan jejak yang sama di dalam dirinya. Tuhan menaruh kekekalan dalam hati manusia. Sebesar apapun usaha yang dilakukan, bahkan sampai memasukkan seluruh dunia ke dalam hati, tidak akan membuat kita tenang dan puas karena ada sesuatu di dalam diri manusia yang tidak dapat dipuaskan oleh apapun dari dunia ini. Manusia dicipta untuk maksud yang lebih mulia, maka hanya apa yang bernilai kekal yang dapat memenuhkan tempat yang kosong dalam hati kita.

Seorang bapak gereja di abad ke-4, Augustine, mengatakan satu kalimat yang tepat, “Tuhan menciptakan manusia untuk diri-Nya sendiri dan hati manusia tidak akan tenang sampai menemukan peristirahatan di dalam Dia.” Kita dicipta oleh Tuhan dan bagi Tuhan saja, maka hati kita tidak akan mendapat istirahat yang tenang di luar Tuhan. Suka atau tidak, ini adalah kebenaran.

Tuhan menciptakan manusia untuk diri-Nya sendiri dan hati manusia tidak akan tenang sampai menemukan peristirahatan di dalam Dia
-Augustine of Hippo

Mendapatkan istirahat dalam Tuhan

Firman Tuhan menyatakan dalam Ibrani 13:8, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” Bukankah ini seharusnya menjadi penghiburan bagi setiap manusia yang mencari dan berharap? Pribadi-Nya tidak berubah. Janji-Nya tidak berubah. Kesetiaan-Nya tidak berubah. Cinta-Nya tidak pernah berubah. Cinta yang tertinggi dan terbesar yang mungkin manusia terima adalah cinta yang diberikan oleh Bapa sendiri melalui Kristus. Cinta-Nya bagi kita tidak akan berkurang dan juga tidak bisa bertambah, karena cinta-Nya sempurna. Tidak ada yang bisa lebih baik lagi diberikan dari apa yang sudah sempurna.

Saat kita bisa merasa hidup ini sangat membosankan dan hati begitu kosong, mungkin ini adalah satu peringatan untuk kita berhenti sejenak dari seluruh aktivitas dan kembali kepada Tuhan. Memohon belas kasihan-Nya dan datang kepada-Nya dengan lutut dan doa. Berbahagialah orang di tengah dunia yang selalu berubah, bisa menapakkan kakinya pada dasar yang kokoh. Berbahagialah manusia jika hidup di tengah dunia yang sementara ini, bisa mencari dan mengejar yang bernilai kekal. Oh jiwa, kembalilah kepada Penciptamu dan tinggallah tenang di dalam-Nya, karena Dia tetap sama, kemarin, hari ini, dan sampai selama-lamanya.

Oleh: ET

Image source: Unsplash

Catatan Kekuatiranku – Coronavirus

Halo Teman-teman,

Apa kabarnya semua? Semoga sehat selalu dalam lindungan Tuhan kita, Yesus Kristus.

Di tengah pandemi Corona Virus atau Covid-19 yang sedang dihadapi oleh dunia ini, kita pasti mempunyai perasaan kuatir dan takut. Kita kuatir kalau diri kita atau keluarga mungkin bisa terkena virus itu. Kita bertanya-tanya, “Kapan sih virus ini akan berakhir?”, “Pekerjaan saya aman tidak ya?”, “Bagaimana dengan nasib keluarga saya?”. Saya pribadi juga merasakannya. Kalau boleh jujur bukan hanya di saat sekarang yang juga dirasakan oleh begitu banyak orang, tapi juga di waktu-waktu yang sudah berlalu di dalam hidup saya. Jadi melalui tulisan ini, saya mau berbagi kepada teman-teman apa yang telah menguatkan saya di saat-saat sulit. Berkat rohani ini saya dapatkan setelah mendengar renungan-renungan melalui program radio (podcast) Kristen “Revive Our Hearts” yang dipandu oleh Nancy Leigh deMoss. Beliau juga menulis banyak buku-buku Kristen yang menjadi berkat bagi banyak orang. Kalau kalian mau tahu lebih lagi tentang Nancy, silakan google sendiri ya.

Apa sih kuatir itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sih artinya “takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti”. Rasa kuatir adalah perasaan alami yang bisa dirasakan oleh setiap orang. Tapi, bagaimana kita sebagai orang yang mengaku Kristen harus menyikapinya? Tuhan tahu kalau kita pasti bisa merasakan si rasa kuatir ini, maka Dia menyediakan begitu banyak ayat di Alkitab yang dapat menguatkan kita untuk tidak kuatir. Tapi mungkin ada yang berpikir: “Ah, masa sih cuma dengan membaca suatu ayat kemudian rasa kuatir saya bisa hilang?”  Coba dibaca dulu penjelasan saya di bawah ini.

Di saat yang sulit, lihatlah ke atas

Teman-teman, saya seringkali jatuh di dalam hal ini. Kalau saya sedang mengalami hal yang susah, saya langsung berpikir di dalam kepala saya, bagaimana untuk menyelesaikan masalah itu secepatnya. Kalau sudah lama mikir tapi belum dapat juga jalan keluarnya, saya segera mencari keluarga atau teman-teman saya atau siapa pun saja yang saya percaya untuk memberitahukan masalah yang sedang saya hadapi.  Saya berharap agar mereka bisa memberi jalan keluar yang instan agar hati saya bisa segera merasa nyaman dan berkata, “Syukurlah sudah selesai masalahnya.” Dari dua hal ini apa yang bisa teman-teman lihat? Ya, saya tidak mencari Tuhan terlebih dahulu. Saya bergantung kepada diri saya sendiri, sama keluarga atau teman-teman, bukan Tuhan. Loh, memangnya tidak boleh meminta pendapat dari orang lain? Tentu saja boleh, tapi terlebih dahulu dari semuanya, lihatlah ke atas. Cari wajah Tuhan, mendekat kepada-Nya di dalam doa. Ceritakan apa yang menggelisahkan hati kita, tanya Tuhan apa yang harus kita lakukan, dan mintalah pimpinan-Nya agar kita boleh mendapat jalan keluar yang seturut dengan kehendak-Nya. “Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah” (Mazmur 62:3).

Tuhan kita adalah Tuhan yang setia

Sejak saya lahir sampai sekarang ini Tuhan selalu menyertai, menjagai, melindungi, memberi kesehatan dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup saya tanpa pernah gagal satu kali pun. Meski saya tidak terlahir dari keluarga yang kaya, tapi saya dapat menyelesaikan studi saya sampai jenjang sarjana dan mempunyai pekerjaan yang baik, itu semua adalah berkat dari kasih setia Tuhan. Kalian tahu tidak? Dia juga Tuhan yang sama yang berjanji kepada Abraham untuk menjadikan keturunannya bangsa yang besar melalui Ishak anak yang dilahirkan Sara pada usia lanjut. Yang memberkati Yakub dan keturunannya dan berjanji untuk menyertai dan melindungi Yakub kemana pun dia pergi.  Yang melindungi bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan di Mesir, yang memilih Daud menjadi raja atas bangsa Israel dan masih banyak lagi. Lihatlah, Allah selalu setia pada janji-Nya. Manusia bisa berubah, namun Tuhan kita tidak akan pernah berubah. “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8).

Dia adalah Gembala yang baik

Teman-teman, percayakan hidupmu dipimpin oleh Tuhan. Seperti seorang gembala yang berdiri di depan kawanan domba-dombanya dan berjalan melintasi padang rumput, yang dengan siaga menggunakan gada dan tongkatnya untuk melindungi domba-dombanya dari bahaya yang mengancam (Mazmur 23:1-4). Tuhan menyertai orang-orang yang sungguh-sungguh adalah anak-Nya, kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Betul kita tidak bisa melihat Tuhan dengan mata jasmani, tapi Dia ada, itu adalah fakta dan pekerjaan-Nya nyata di dalam hidup kita. Tuhan bekerja melalui orang-orang yang berada di sekeliling kita untuk menjadi saluran berkat Tuhan, melindungi kita dari yang jahat, memberi penghiburan di saat yang susah dan memberi nasihat atau peringatan. Tuhan sumber dari segala berkat dan penghiburan.

“Percayakan hidupmu dipimpin oleh Tuhan”

Berpuas hatilah atas berkat-berkat Tuhan

Jangan kamu kuatir, burung di udara Dia p’lihara
Jangan kamu kuatir, bunga di padang Dia hiasi
Jangan kamu kuatir, apa yang kau makan minum pakai
Jangan kamu kuatir, Bapa di surga mem’lihara

Masih ingat lagu ini? Saya yakin banyak yang tahu dan bahkan suka menyanyikannya. Tapi bagaimana dengan arti di dalamnya? Apakah sudah direnungkan dan diaplikasikan di dalam hidup sehari-hari? Mungkin lebih mudah untuk hanya menyanyikannya ya teman-teman? Seringkali saya juga seperti itu.

Tuhan kita itu Mahatahu. Tidak perlu kita kasih tahu pun, Dia sudah tahu apa saja kebutuhan hidup kita. Eits, sebentar. Kebutuhan, ini adalah kata yang penting. Menurut KBBI artinya adalah “Yang dibutuhkan atau diperlukan”, bukan apa yang kita mau atau inginkan. Oh iya, biasanya nih, apa yang kita mau atau inginkan itu adalah keperluan yang sekunder atau tertier bukan primer, bukan kebutuhan hidup sehari-hari. Coba cek di dalam diri masing-masing, apakah selama ini kita lebih sering meminta yang kita butuhkan atau yang kita mau? Jadi sekali lagi, Tuhan tahu apa yang kita butuhkan, Tuhan berjanji akan memenuhi kebutuhan setiap anak-anak-Nya.

Di dalam doa Bapa Kami, Tuhan mengajarkan agar kita meminta berkat makanan yang secukupnya untuk hari ini. Tuhan tidak berkata, “Berikanlah kami makanan kami untuk satu tahun ke depan.” Apa maksud Tuhan di sini? Dia sesungguhnya berkata, “Bergantunglah kepada-Ku setiap saat. Percayalah kalau Aku sanggup untuk mencukupi kebutuhanmu hari demi hari dan Aku tidak mungkin gagal.” Tuhan ingin mempunyai relasi yang dekat dengan setiap dari anak-anak-Nya, maka Dia mau agar setiap hari kita mendekat kepada-Nya, mengeluarkan isi hati dan permohonan kita di dalam doa. Relasi yang dekat akan semakin mempertumbuhkan iman kita kepada-Nya. Maukah teman-teman?

Apapun yang membuat kita membutuhkan Tuhan adalah suatu berkat

Ketika saya tengah menghadapi suatu pergumulan yang berat mengenai pekerjaan, saya merasa seperti jalan di depan saya gelap dan tidak berujung, kalau istilah kerennya “There is no light at the end of the tunnel”. Saya sudah mencoba untuk mencari jalan keluar dengan segala kemampuan dan nalar manusia saya, yang ternyata sangat terbatas. Sudah tanya sana-sini untuk pendapat, nasihat, atau apapun itu yang saya pikir bisa membantu dan memberi kelegaan. Tapi tetap tidak bisa.  Kemudian Tuhan menyadarkan saya melalui Roh Kudus-Nya yang bekerja di hati saya. “Datanglah pada-Ku, hanya Aku yang mampu memberikan kelegaan itu kepadamu.” Saya kemudian berlutut dan berdoa, “Tuhan, saya tidak mampu untuk menanggung masalah ini dengan kekuatan saya, saya serahkan semuanya kepada-Mu. Kiranya Engkau berbelas kasihan dan memberi saya kelegaan.” “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Matius 11:29-30).

Apakah Tuhan menjawab doa saya seketika itu juga? Tidak teman-teman. Waktu Tuhan tidak sama dengan waktu saya. Sampai hari ini saya tetap menunggu jawaban atas doa itu. Dia ingin saya bersabar dan menanti bersama dengan-Nya. Dan melalui pergumulan ini Tuhan memberi berkat luar biasa yaitu kesadaran bahwa saya membutuhkan Dia, “I need Him”. Bahwa saya tidak mampu menanggung masalah dengan kemampuan diri saya sendiri, tapi hanya Tuhan yang mampu. Biarkan Tuhan yang menyelesaikan masalah-masalah itu, Dia Mahakuasa. Yang penting kita mau taat kerjakan bagian kita.

Di saat yang sulit, perhatikanlah orang lain

Teman-teman, pada dasarnya kita adalah makhluk berdosa yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Meski pergumulan kita sendiri berat tapi Tuhan ingin agar kita tidak hanya memikirkan diri kita namun juga orang lain. Ayo, minta kepada Tuhan agar kita mempunyai hati yang peka untuk merasakan pergumulan yang sedang dialami oleh orang-orang di sekitar kita. “Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Filipi 2:4). Bagaimana caranya? Berdoalah untuk mereka, terus kalian bisa kirim pesan melalui sms atau whatsapp, “Halo, cuma mau bilang kalau saya mendoakan kamu dan masalahmu.” Kalau kamu terbeban lebih untuk membantu orang tersebut, lakukanlah. Hal-hal yang mungkin kita anggap kecil bisa dipakai Tuhan untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Penutup

Sampai juga nih di akhir sharing saya, saya mendorong agar teman-teman tidak kuatir akan apapun, serahkan semuanya kepada Tuhan, Dia lebih besar dari segala masalah kita. Berdoalah, kasih tahu Tuhan apa yang kita butuhkan dan jangan lupa untuk mengucap syukur atas jawaban yang Ia berikan. Kalau kalian melakukan hal ini, maka percayalah damai sejahtera Tuhan yang melebihi akal budi dan pengertian kita akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus (Filipi 4:6-7).

Oleh: SH

Image source: Unsplash

Doa – Pilihan atau Kebutuhan?

“Menjadi seorang Kristen tanpa berdoa sama mustahilnya dengan hidup tanpa bernafas” adalah satu kalimat dari seorang tokoh Reformed besar, Martin Luther. Ketika seseorang sudah menjadi Kristen, maka doa bukan lagi suatu pilihan tapi merupakan kebutuhan mutlak. Sama halnya seperti bernafas, tidak ada manusia yang bernafas hanya sesekali saja, bukan? Setiap saat kita harus bernafas untuk tetap hidup, maka seperti itu juga seharusnya kehidupan doa anak-anak Tuhan yang sejati.

“Berdoa adalah ekspresi iman seseorang yang natural sama seperti bernafas bagi hidupnya.” - Jonathan Edwards

Mazmur 116:1-2 dengan indah mencatat tentang hal ini. Daud menuliskan, “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” Dalam satu terjemahan bahasa Inggris, ayat 2 dikatakan, “TUHAN membungkuk (He bends down) untuk mendengar, maka aku akan terus berdoa sepanjang aku bernafas” (New Living Translation, terjemahan bebas). Dapatkah kita membayangkan Tuhan pencipta dan pemilik seluruh alam semesta ini begitu ingin mendengarkan doa anak-anak-Nya, sampai dikatakan bahwa Ia menyendengkan telinga-Nya, Ia membungkuk untuk mendengarkan cerita kita? Allah yang kita sembah bukan Allah yang jauh di sana dan tidak lagi mempedulikan apa yang terjadi pada hidup kita, melainkan Dia adalah Allah yang ingin berelasi dengan manusia ciptaan-Nya.

Daud merupakan seorang raja sekaligus nabi yang diurapi Tuhan, tetapi hidupnya dipenuhi dengan kejaran musuh dan penderitaan. Pada masa-masa sulit dan terhimpit, Daud berseru kepada Tuhannya di dalam doa dan Tuhan mendengar serta menjawab doa Daud. Orang-orang yang berseru kepada Tuhan di dalam doa dan mengalami sendiri pertolongan Tuhan dalam hidupnya akan mengerti bahwa hanya Tuhan yang dapat diandalkan, tidak ada yang lain.

Tuhan yang hidup dan mendengar doa

Salah satu raksasa rohani yang kehidupan doanya seperti nafas dalam hidupnya adalah seorang misionaris bernama George Muller. Tuhan memakai hidup Muller untuk menjadi berkat bagi puluhan ribu anak-anak yatim piatu yang ada di kota Bristol, Inggris. Muller bukan orang kaya yang mampu mengasuh dan menghidupi begitu banyak anak yatim, tapi dia adalah orang yang sepenuhnya bergantung pada pertolongan Tuhan di dalam doa. Muller memiliki beban besar dalam hatinya untuk menunjukkan kepada setiap orang, terutama mereka yang tidak percaya pada Tuhan, bahwa dia berdoa kepada Tuhan yang hidup. Jika kita membaca buku hariannya, maka kita bisa melihat sendiri bagaimana Tuhan menjawab doa-doa Muller dengan cara dan waktu-Nya yang ajaib.

Seperti hari-hari biasa, pagi itu di panti asuhannya seluruh anak-anak berkumpul untuk sarapan. Kira-kira 300 anak sudah duduk manis di depan meja makan, tetapi saat itu di hadapan mereka hanya ada piring yang kosong. Hari itu mereka kehabisan makanan, tidak ada makanan yang dapat diberikan untuk anak-anak, tetapi saat itu Muller tetap memimpin doa makan seperti biasa dan mengucap syukur kepada Tuhan untuk makanan yang akan mereka makan (dengan penuh keyakinan Tuhan akan menyediakan). Tidak lama setelah itu, terdengar suara ketukan pintu. Seorang tukang roti datang dengan membawa begitu banyak roti. Dia berkata bahwa sepertinya hari itu Tuhan menyuruhnya untuk membuat roti lebih banyak dari biasanya untuk dikirim ke panti asuhan. Muller begitu berterima kasih dan langsung membagikan roti itu kepada anak-anak. Tidak lama setelah itu, terdengar suara ketukan lain dari luar. Kali ini seorang tukang susu yang berdiri di depan pintu. Dia berkata bahwa ban mobilnya kempes sehingga harus diperbaiki dan itu membutuhkan waktu yang lama, maka dia memutuskan untuk memberikan semua susu yang dibawanya kepada panti asuhan Muller karena kalau tidak, susu itu akan rusak. Pagi itu, Tuhan menyediakan makanan dan minuman kepada ratusan anak dengan cara yang luar biasa.

Dalam hidupnya, Muller tidak pernah meminta atau memohon bantuan dari orang lain, tidak pernah juga berinisiatif mengadakan acara penggalangan dana untuk kebutuhan panti asuhannya. Dia mengandalkan dan percaya kepada Tuhan sepenuhnya dan Muller membuktikan sendiri bahwa Tuhannya hidup dan mendengar doa.

Mengandalkan Tuhan, bukan diri

Mungkin kita berkata dalam hati, “Yah, itu kan Daud. Itu kan George Muller. Mana mungkin kita bisa seperti mereka?” Jangan lupa bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sama yang disembah Daud atau Muller. Hal-hal besar itu dapat terjadi bukan karena kehebatan orang-orang itu, tetapi karena Tuhan yang bekerja melalui hidup mereka. Tuhan berkenan menyatakan pertolongan-Nya kepada orang yang dengan sepenuh hati berharap kepada-Nya.

Tapi masalahnya kita sering sekali mengandalkan kemampuan diri sendiri atau bahkan orang-orang di sekeliling kita. Kita mau mendapat jalan keluar yang cepat dan mudah. Waktu masalah datang, kita sibuk mencari bantuan dari kanan dan kiri, mengusahakan segala macam cara tanpa bergumul bersama Tuhan terlebih dulu. Pada akhirnya, setelah kita menemui jalan buntu dan semua usaha kita gagal, barulah kita mencari Tuhan dan memohon pertolongan-Nya. Jangan salah mengerti bagian ini. Tidak ada yang salah ketika kita menerima pertolongan dari orang lain. Atau jangan juga berpikir bahwa di saat kita mendapat masalah, yang perlu dilakukan hanya berdoa dan tidak mengerjakan apa-apa. Tuhan dapat mengirimkan jawaban doa melalui orang-orang di sekitar kita, contohnya seperti kisah Muller yang doanya dijawab melalui tukang roti dan tukang susu itu. Doa juga tidak pernah meniadakan usaha manusia. Orang yang hidupnya mengandalkan Tuhan bukan orang yang pasrah dan hanya menunggu datangnya pertolongan. Ini semua bicara tentang arah hati. Yang salah adalah ketika kita menjadikan doa hanya sebagai pilihan (option) terakhir dalam hidup. Arah dan fokus hati kita tidak pernah benar-benar tertuju kepada Tuhan. Kita menjadikan doa hanya seperti ban serep yang baru kita keluarkan dan pakai sesudah tidak ada pilihan lain lagi.

Musa mengajarkan suatu prinsip penting yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak-anak Tuhan; mencari pimpinan dan penyertaan Tuhan sebelum melangkah. Dalam kitab Keluaran pasal 33, Musa berkata kepada Tuhan: “Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini.” Yang menjadi isi doa Musa bukan supaya dia bisa cepat tiba di Kanaan, tapi Musa minta agar Tuhan menyertai dan berjalan bersama dengan dia. Jika tidak, bagi Musa lebih baik tidak pergi ke tempat yang berlimpah susu dan madu itu. Musa mengarahkan hatinya pada pribadi Tuhan dan penyertaan-Nya lebih daripada apapun juga

Relasi Yesus dengan Bapa

Sepanjang hidup-Nya dalam dunia, Tuhan Yesus senantiasa berdoa kepada Bapa-Nya di sorga. Alkitab mencatat begitu banyak peristiwa dimana Yesus pergi menyendiri untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Bahkan setelah menjalani hari yang penuh dengan pelayanan; mengajar, menyembuhkan orang-orang sakit, dan melakukan mujizat, Tuhan Yesus tidak langsung beristirahat, melainkan Dia pergi berdoa: “Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.” (Matius 14:23).

 Isi hati Yesus terdalam adalah Bapa yang di sorga dan seluruh kehendak-Nya. Yang menjadi kerinduan-Nya adalah dapat bersekutu dengan Bapa di dalam doa. Puncaknya, pada malam sebelum disalib, Yesus berdoa dengan lebih sungguh lagi kepada Bapa. Injil Lukas mencatat, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Peperangan Yesus melawan penguasa kegelapan bukan dimulai di atas kayu salib, peperangan itu sudah dimulai dan dimenangkan-Nya di Taman Getsemani ketika Ia berdoa. Yesus menang ketika Ia menetapkan hati untuk meminum cawan murka Bapa atas dosa manusia. Ketika Ia taat pada kehendak Bapa, kuasa iblis dikalahkan. Jika Yesus yang adalah Anak Allah begitu bergantung kepada Bapa di sorga, terlebih lagi kita yang adalah manusia debu dan tanah. Bukankah kita yang seharusnya lebih sungguh lagi dalam kehidupan doa kita?

Relasi manusia dengan Bapa

Manusia yang sadar dirinya tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Tuhan akan dengan rendah hati datang kepada-Nya, mengakui keterbatasan diri dan menyatakan kebergantungan penuh pada Tuhan. Ketika doa sudah menjadi seperti nafas hidup seseorang, maka pasti dia tahu ke mana harus berlari mencari pertolongan ketika menghadapi masalah. 

Seperti relasi yang intim antara Yesus dengan Bapa, maka seperti itu juga seharusnya relasi kita dengan Tuhan. Pada intinya doa adalah relasi antara manusia ciptaan dengan Allah sang Pencipta dan ini merupakan satu-satunya sarana untuk kita berelasi dengan Tuhan. Ketika Allah menciptakan Adam dari debu dan tanah, Allah menghembuskan nafas-Nya sendiri ke dalam tanah itu sehingga manusia pertama hidup dan memiliki kemungkinan untuk berelasi dengan Dia. Allah kita bukan Allah yang jauh dan tidak terjangkau. Dia Allah yang begitu mengasihi dan ingin dekat dengan umat-Nya. Maka setiap kali kita berdoa, fokuslah pada pribadi-Nya. Tidak hanya memikirkan ap­a yang kita doakan, tetapi kepada siapa kita berdoa.

Tuhan begitu ingin mendengar kita berbicara kepada-Nya, Ia menyendengkan telinga-Nya terhadap doa permohonan kita. Bahkan ketika ada yang tidak dapat kita ucapkan dalam hati, Ia pun mengerti dan mengetahuinya. Jangan bertele-tele dan sibuk menyusun kalimat indah atau merangkai kata yang panjang seperti ingin memberi setumpuk informasi kepada Tuhan dalam doa kita. Kita juga tidak perlu mengarahkan Tuhan atas jalan keluar sesuai keinginan kita. Tuhan tidak perlu arahan manusia. Dia mengetahui setiap detail hidup kita dan paling mengerti jalan keluar terbaik bagi kita. Serahkanlah seluruh jawaban doa di tangan Tuhan, biarkanlah Dia bekerja dengan bebas dalam hidup kita melalui cara-Nya sendiri.

“ Sepanjang Tuhan masih memberi nafas, sepanjang itulah kita harus terus bergantung kepada-Nya di dalam doa.”

Kiranya Tuhan menumbuhkan kerinduan dalam hati kita untuk datang mendekat kepada-Nya. Berdoalah, karena Tuhan mendengar. Berdoalah, karena kita tidak dapat melakukan apapun juga tanpa pertolongan-Nya. Berdoalah, karena dengan berdoa kita dapat mengalahkan godaan dan cobaan dari si jahat. Sepanjang Tuhan masih memberi nafas, sepanjang itulah kita harus terus bergantung kepada-Nya di dalam doa.

Oleh: ET

Image source: Unsplash

Quote of the day

Kita cenderung menggunakan doa kita sebagai upaya terakhir, tetapi Tuhan ingin itu menjadi garis pertahanan pertama kita.

Oswald Chambers