Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (1)

Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (1)

Pernah kepikiran gak apa yang membedakan dokter Kristen dengan dokter lainnya? Atau akuntan Kristen dengan akuntan lainnya? Pelajar Kristen dengan pelajar lainnya? Mungkin ada yang menjawab dokter Kristen memegang erat sumpah jabatan dan menjalankan praktik sesuai dengan etika kedokteran, akuntan Kristen mencatat setiap pembukuan dengan teliti dan melaporkannya dengan jujur, pelajar Kristen belajar dengan rajin dan tekun. Apakah benar ini pembedanya? Coba lihat dengan lebih teliti lagi, dokter, akuntan, dan pelajar non-Kristen pun melakukan hal yang sama, kan? Mereka sangat berkontribusi memberikan yang terbaik di tempat mereka bekerja, dihormati karena sumbangsih mereka bagi bidang keahlian yang ditekuni, dan tak jarang bahkan memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang mengaku Kristen. Jadi apa yang membedakan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari lihat apa kata Alkitab tentang panggilan orang Kristen dalam profesi. Di Kejadian 1, Allah memberikan tugas perdana kepada manusia yang baru saja diciptakan menurut gambar-Nya. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej. 1:28). Allah memerintahkan manusia untuk memiliki keturunan yang akan mengisi bumi ciptaan-Nya sekaligus memberikan kekuasaan kepada mereka untuk mengelolanya (Kej. 2:15). Perintah untuk mengusahakan dan memelihara ciptaan-Nya ini dikenal sebagai “Mandat Budaya”. 

Jabatan Raja, Imam, Nabi dalam Narasi Penciptaan-Kejatuhan-Penebusan-Penyempurnaan

Apabila kita lihat mandat budaya dari sisi jabatan yang diberikan Tuhan kepada manusia, maka dalam konteks ini manusia ditugaskan sebagai “raja” yang mewakili Allah untuk menguasai alam semesta sekaligus mengelolanya dengan bertanggung jawab. Kemudian Tuhan memberikan makanan kepada manusia melalui ciptaan-Nya (Kej. 1:29). Manusia diajak untuk menikmati ciptaan Allah sekaligus menikmati Allah Sang Pencipta, seperti yang disebutkan dalam jawaban pertanyaan pertama Katekimus Singkat Westminster, “Tujuan utama hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah serta menikmati Dia selamanya.” Sebagai ungkapan syukur, maka manusia mempersembahkan hasil kelola ciptaan-Nya kembali kepada Allah Sang Pemberi. Tugas jabatan ini seperti seorang “imam” yang mempersembahkan korban syukur sebagai bentuk apresiasi atas berkat yang telah Tuhan berikan. Tugas berikutnya yang Allah berikan adalah menamai tiap-tiap makhluk hidup dengan terlebih dahulu memberi contoh bagaimana Ia menamainya (Kej. 2:19-20). Allah memberi tugas kepada manusia untuk memberi makna kepada ciptaan-Nya, melakukan interpretasi terhadap apa yang diamati, dan menyuarakan pengetahuan dari Allah Sang Sumber Pengetahuan. Ini adalah jabatan manusia sebagai “nabi” yang berbicara dan mengajar tentang kebenaran Allah. Ketiga jabatan ini: raja, imam, dan nabi, langsung diberikan Allah kepada manusia ketika baru saja selesai menciptakan dunia ini.

Di Kejadian 3, kita tahu bahwa akhirnya manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga menyebabkan manusia tidak mampu melaksanakan ketiga jabatan yang telah Allah berikan. Adam, yang seharusnya menjadi pemimpin bagi Hawa, malah lebih memilih mendengarkan perkataan istrinya ikut memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Hawa, yang seharusnya menjadi penolong yang sepadan, yang bersama-sama Adam dimandatkan Allah untuk menguasai alam ciptaan, malah berbalik dikuasai oleh ular, yang lebih rendah derajatnya dari manusia. Urutan yang seharusnya Adam – Hawa – alam ciptaan, sudah dibalik oleh manusia menjadi alam ciptaan – Hawa – Adam. Akibatnya, Allah langsung menghukum manusia saat itu juga. Alam ciptaan yang seharusnya tunduk pada manusia, akhirnya dibuat memberontak sebagai konsekuensi dosa (Kej. 3:17). Tidak hanya gagal menjadi wakil Allah sebagai raja atas alam ciptaan, manusia juga gagal menikmati Allah. Setelah melanggar perjanjian, manusia menjadi takut bertemu dengan Allah. Mereka bersembunyi ketika mendengar bunyi langkah Allah yang berjalan-jalan dalam taman itu. Mereka takut dan malu menghadapi Allah karena telah berdosa, gagal menjadi imam yang seharusnya menghampiri Allah dengan rasa syukur. Alih-alih bersyukur, mereka bahkan tidak bertanggung jawab, menyalahkan pihak lain atas kesalahan yang telah diperbuat. Adam menyalahkan Hawa dan Hawa menyalahkan ular. Manusia yang harusnya sebagai nabi menyerukan kebenaran Allah malah memelintir kebenaran.

Tak hanya menghukum manusia sebagai konsekuensi dosa, Allah juga sudah merencanakan keselamatan yang digenapi melalui keseluruhan karya Kristus. Allah menubuatkan akan terjadi peperangan antara anak manusia keturunan Hawa dan keturunan ular, yang akan dimenangkan oleh Anak Manusia (Kej. 3:15). Allah juga langsung menyiapkan korban pendamaian (Kej. 3:21), sebagai bayang-bayang dari Kristus, korban pendamaian yang sejati, yang menyatukan kembali hubungan yang telah terpisah antara Allah dan manusia. Nama Kristus, artinya “Yang Diurapi”, mengingatkan para pembaca perjanjian lama akan 3 jabatan yang menerima urapan dengan minyak ketika ditahbiskan, yakni raja, imam, dan nabi. Allah berbicara kepada orang percaya melalui perantaraan Kristus, nabi yang juga merupakan Sang Firman itu sendiri, cahaya kemuliaan, dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya (Ibr. 1:2-3). Allah juga menjadikan alam semesta melalui Kristus, raja yang sejati, yang juga menopang segala yang ada dengan penuh kekuasaan, duduk di sebelah kanan Allah, di tempat yang maha tinggi, dikaruniakan nama yang indah, berhak menerima segala yang ada (Ibr. 1:2-4). Kristus, Sang Imam Besar Agung, juga melakukan penyucian dosa, korban pendamaian yang sempurna (Ibr. 1:3). Kristus menebus seluruh dosa umat pilihan-Nya dengan tuntas dan memulihkan 3 jabatan tersebut. Secara status, orang Kristen, sebagai pengikut Kristus, juga menerima urapan yang sama untuk jabatan raja, imam, dan nabi dalam mandat budaya yang diberikan.

Kristus menebus seluruh dosa umat pilihan-Nya dengan tuntas dan memulihkan 3 jabatan tersebut. Secara status, orang Kristen, sebagai pengikut Kristus, juga menerima urapan yang sama untuk jabatan raja, imam, dan nabi dalam mandat budaya yang diberikan.

Tentunya kita tahu bahwa menghidupi status yang sudah dipulihkan tidak otomatis membuat kehidupan orang Kristen langsung sempurna, tetapi ada proses pengudusan seumur hidup. Orang Kristen tahu dengan jelas arah tujuan hidupnya, walau di tengah jalan masih bisa terjatuh, tetapi kemudian bisa bangkit kembali karena Roh Kudus memberikan kekuatan untuk menang atas dosa, mengalami disiplin dari Tuhan sebagai konsekuensi dari kesalahan yang diperbuat, karena Ia menghendaki orang Kristen untuk beroleh bagian dalam kekudusan-Nya dan menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibr. 12:6-11). Ada sebuah kemajuan yang terus-menerus terjadi seumur hidup, mengejar hadiah panggilan surgawi yang telah Allah karuniakan dalam Kristus (Flp. 3:14), dengan pengharapan yang penuh kepastian bahwa semua ini akan menuju resolusi di langit dan bumi yang baru (Why. 21:1).  

Oleh: AW

Image source: Unsplash

Oleh:

Quote of the day

Seorang Kristen bukanlah seseorang yang tidak pernah salah, tetapi orang yang dimampukan untuk bertobat dan mengangkat dirinya sendiri dan memulai lagi, karena kehidupan Kristus ada di dalam dirinya.

C. S. Lewis