Idelette Calvin : Wanita yang berhati lembut dan saleh

Idelette Calvin : Wanita yang berhati lembut dan saleh


Kita sudah sering mendengar nama John Calvin, tokoh penting dalam Reformasi yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Namun, mungkin banyak dari kita yang belum pernah mendengar siapa wanita yang ada di belakang John Calvin. Dia adalah Idelette, seorang istri yang sederhana, saleh dan kokoh imannya.

Pertemuan Idelette dan Calvin bukanlah seperti kisah romantis yang biasa kita temukan di novel-novel. Calvin sibuk melayani dan masih membujang sampai usianya menjelang tiga puluh tahun. Pada saat itu, Calvin melayani orang-orang Perancis yang mengungsi di kota Strasbourg, daerah perbatasan antara Prancis dan Jerman. 

Idelette adalah istri John Stordeur, mereka memiliki dua anak. Ketika  ada persekusi terhadap orang Protestan di Liege, Belgia, mereka terpaksa harus mengungsi ke Strasbourg demi mempertahankan iman Kristiani mereka. John Stordeur dan Idelette adalah penganut Anabaptis, sebuah ajaran yang menentang baptisan anak dan percaya bahwa baptisan harus ditunda sampai seseorang bisa mengakui imannya. Di Strasbourg, pandangan mereka berubah menjadi pandangan Reformasi lewat pelayanan eksposisi Alkitab oleh Calvin. 

Calvin sering berdiskusi  teologia dengan keluarga Stordeur di rumah mereka. Disana Calvin menyaksikan bagaimana Idelette adalah seorang wanita yang serius imannya, tenang, lembut, sederhana, dan selalu mengurus suami dan rumah tangganya. Hanya beberapa tahun setelah tiba di Strasbourg, suami Idelette, John Stordeur, tiba-tiba meninggal akibat pandemi yang mewabah di seluruh dunia pada saat itu. Idelette menjadi kebingungan karena kematian suaminya dan harus mengurus dua anak sendirian.

Di lain pihak, Calvin yang sebelumnya tidak berencana untuk menikah, mulai menyadari bahwa ia memerlukan seorang istri yang dapat menolongnya mengatur keuangan dan rumah tangga, serta memperhatikan kesehatannya di tengah kesibukan pelayanannya. Ia tidak mencari wanita yang cantik atau kaya. Calvin hanya berharap dengan adanya pendamping hidup, ia dapat lebih mendedikasikan hidupnya pada Tuhan. Tetapi tidaklah mudah untuk mencari istri yang demikian.

Lalu teman Calvin yang bernama Pastor Martin Bucer mengusulkan agar Calvin menikahi Idelette. Calvin sudah cukup mengenal Idelette dan terkesan bagaimana Idelette merawat suaminya yang sekarat dan dua anaknya. Maka Calvin pun melamar Idelette dan mereka menikah pada tanggal 15 Agustus 1540 , beberapa bulan setelah Idelette menjadi janda.

Semua harapan Calvin tentang sosok istri terpenuhi pada diri Idelette. Idelette adalah pendamping yang bermental baja. 32 minggu dari 45 minggu pertama pernikahan mereka, Idelette ditinggal Calvin karena tugas pelayanan. Idelette selalu berdoa untuk Calvin dan pelayanannya. Idelette juga memiliki hati seorang pelayan, dia membuka rumah mereka menjadi tempat pengungsian bagi orang Perancis yang melarikan diri demi mempertahankan iman mereka. Ketika Calvin diminta pindah ke Jenewa pun, Idelette bersedia ikut pindah tanpa mengeluh walaupun sebenarnya dia sudah merasa senang di Strasbourg.

Di Jenewa, Idelette melahirkan tiga anak bagi Calvin, namun semua anak mereka meninggal kurang dari satu bulan setelah dilahirkan. Setelah itu, Idelette mengalami penurunan dalam kesehatannya. Meskipun demikian, Idelette tetap adalah sosok yang menopang suaminya ketika Calvin mengalami berbagai goncangan dalam pelayanannya.

Idelette akhirnya meninggal pada tanggal 25 Maret 1549, dalam usia pernikahannya yang ke-sembilan. Satu jam sebelum kematiannya, dengan kekuatan terakhirnya Idelette berseru kepada Tuhan, ia menyatakan iman pengharapannya yang teguh kepada Tuhan. Calvin begitu terkesima atas ketenangan istrinya. Di dalam kesedihannya, Calvin menyatakan bahwa ia telah kehilangan “penolong yang setia dalam pelayanannya” dan “sahabat terbaik dalam hidupnya”.

Idelette adalah sosok yang membawa damai dan sukacita dimanapun dia ditempatkan, dan tidak pernah mengeluh di tengah-tengah kesulitan dalam hidupnya. (VT)

 

Oleh:

Quote of the day

Mereka yang benar-benar datang kepada Tuhan untuk belas kasihan, datang sebagai pengemis: mereka datang hanya untuk belas kasihan, untuk anugerah yang berdaulat, dan bukan untuk apa pun yang berhak mereka dapat.

Jonathan Edwards