Pernikahan | BoBa (Boleh Bahas) | Ep 3 – Part 4

PERNIKAHAN (part4)
πŸ’­* Apa bisa menjalani pernikahan kalau hanya salah satu yang bertumbuh rohani?*

πŸ” Yuk belajar bersama tentang prinsip2 penting dlm pernikahan dari sudut pandang Alkitab!

πŸ‘‹πŸ» Kenali kami di pelita.net
Jangan lupa like, comment & subscribe!

ℹ️ Pelayanan Digital Ministries GRII SYDNEY

Pernikahan | BoBa (Boleh Bahas) | Ep 3 – Part 3

PERNIKAHAN (part 3)

πŸ”—Kecelakaan terbesar dalam pernikahan terjadi saat wanita menjadi sosok yg dominan Apa maksudnya?

πŸ” Mari pelajari elemen2 yg perlu dipikiran sebelum memasuki pernikahan!

Kunjungi kami di
Website: pelita.net
Instagram: https://www.instagram.com/pelitaministries/
Facebook: https://www.facebook.com/pelitaministries
Twitter: https://twitter.com/pelitaministri

Ingat untuk Like, Comment & Subscribe πŸ˜ƒ

ℹ️ Bagian dari Pelayanan Digital GRII Sydney

Pernikahan | BoBa (Boleh Bahas) | Ep 3 – Part 2

PERNIKAHAN (part 2)*

“Kalau masih self-centered, lebih baik jangan nikah!?” πŸ‘€

Diskusi BOBA bersama Pdt Agus kali ini, seru banget! Kita akan mengupas tentang pembentukan karakter dalam pernikahan 🀫

Kunjungi kami di
Website: pelita.net
Instagram: https://www.instagram.com/pelitaministries/
Facebook: https://www.facebook.com/pelitaministries
Twitter: https://twitter.com/pelitaministri

Jangan lupa Like, Comment & Subscribe πŸ˜ƒ

ℹ️ Bagian dari Digital Ministries GRII Sydney

Sebuah Cara Sederhana untuk Berdoa – Doa Bapa Kami, Pola Doa Kita

Seorang Puritan, Richard Baxter, menuliskan, "Doa adalah nafas hidup orang percaya.” Pangeran para pengkhotbah, Charles Spurgeon, mengatakan, “Jika saya merasa enggan berdoa, itulah saat dimana saya harus berdoa lebih dari sebelumnya.” Bahkan, Rasul Paulus dalam 1 Tesalonika 5:17 mengajar kita untuk “tetap berdoa”. Demikianlah orang-orang kudus sejak zaman dahulu menekankan begitu pentingnya doa dalam hidup seorang Kristen. Namun, banyak dari kita bergumul dengan disiplin rohani ini. Kita sering merasa kesulitan dalam apa yang harus kita doakan, bagaimana cara berdoa, kapan kita harus berdoa, bahkan memikirkan postur tubuh apa yang harus kita ambil untuk berdoa!

Hal ini digumulkan oleh Peter Beskendorf, sahabat dekat Martin Luther yang juga adalah tukang potong rambutnya. Dia bertanya kepada Luther tentang bagaimana caranya untuk berdoa. Martin Luther sendiri adalah salah satu pelopor gerakan Reformasi. Di antara semua hal yang membuat Luther terkenal, salah satunya yang terutama ialah kehidupan doanya yang kuat, panjang, tekun, dan dinamis. Ia pernah dikutip mengatakan, “Saya sangat sibuk, banyak hal yang harus saya lakukan. Saking sibuknya, saya akan memakai 3 jam pertama untuk berdoa!” 

Luther menjawab sahabatnya dengan menulis sebuah surat yang berjudul “Sebuah Cara Sederhana Untuk Berdoa (A Simple Way to Pray)”. Ia menjelaskan dalam suratnya bagaimana cara memiliki kehidupan doa yang kaya dan memuaskan dengan memakai tiga sumber dari Alkitab sebagai dasar, yaitu: Doa Bapa Kami, Sepuluh Perintah Allah, dan Pengakuan Iman Rasuli. 

Pada artikel ini, kita akan melihat bagaimana Martin Luther mengajar cara yang sederhana untuk berdoa dengan memeditasikan Doa Bapa Kami. 

Zaman Penuh Gangguan

Abad ke-21 membawa begitu banyak kemajuan teknologi, tetapi juga membawa bersamanya begitu banyak gangguan bagi orang Kristen modern: pesan WhatsApp, notifikasi Instagram, denting smartphone berisi begitu banyak pesan dan media yang terus bergulir. Uniknya, gangguan semacam ini bukanlah sesuatu yang asing bagi Luther (walaupun tentunya di zaman Luther belum ada WhatsApp dan media sosial!). Di dalam suratnya, ia menulis tentang seriusnya gangguan dalam menghalangi kehidupan doa: 

“Berjaga-jagalah akan tipuan yang mengatakan kepadamu, ‘Tunggu, tunggu. Nanti saja aku berdoa, satu jam lagi. Sekarang, aku perlu mengurus hal ini dan itu.’ Pikiran semacam ini akan mengalihkan perhatianmu dari doa kepada hal-hal lain yang begitu menahan pikiran dan perbuatanmu, sampai akhirnya sia-sialah kita menghabiskan hari tanpa berdoa. … Kita harus memastikan diri kita tidak kehilangan kebiasaan doa yang sejati dan menipu diri kita dalam memikirkan hal-hal lain yang kelihatannya lebih penting, namun nyatanya tidak sama sekali.”

Godaan untuk memikirkan hal-hal yang lebih ‘produktif dan penting’ daripada berdoa bukanlah permasalahan yang timbul dengan era digital, seperti yang tertulis di atas. Permasalahan utamanya bukanlah jadwal yang lebih padat dan smartphone kita, tetapi hati kita sendiri! Oleh karena itu, jikalau kita hendak maju dalam kehidupan doa, kita perlu membereskan inti masalahnya, yaitu keinginan hati kita. Luther memberikan beberapa gagasan untuk menangani hal ini dengan membawa kita kepada Doa Bapa Kami.

Doa Bapa Kami Sebagai Doa Kami

Pertama, Luther menyarankan kita berdoa seturut dengan doa yang Yesus ajarkan di injil Matius 6:9-13:

Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu.

Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,

dan ampunilah kami akan kesalahan kami,

seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.

Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.

Amin.

Kemudian, ia membawa kita untuk kembali dalam doa ini untuk berdoa petisi demi petisi. Luther menasihati kita untuk memberi diri dibimbing oleh setiap petisi dalam doa kita. Sebagai contoh, setelah kita berdoa, “Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu,” kita dapat melanjutkan dengan berdoa demikian:

“Bapa, keinginan hati kami ialah supaya nama-Mu dikenal, ditakuti, dan dihormati. Engkau adalah Allah pencipta langit dan bumi, Sang Kudus yang begitu mengasihi dunia sehingga Engkau mengaruniakan anak-Mu yang tunggal demi menyelamatkan kami dari murka-Mu akan dosa-dosa kami. Beri kami hati untuk semakin mengasihi-Mu.”

Setelah mendoakan petisi ini, kita dapat melanjutkan doa kita pada petisi yang berikutnya, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga,” dan berdoa:

“Ya, Tuhan, kami rindu supaya seluruh bumi ini dipenuhi kemuliaan-Mu seperti di sorga dan engkau bertahta di atasnya. Kami tahu bahwa dunia ini penuh kegelapan, kedukaan dan kesengsaraan. Bapa, kami memohon supaya Engkau sendiri memperlengkapi kami, keluarga kami, dan gereja kami dengan kuasa untuk bergerak demi memperluas kerajaan-Mu di bumi sebagai garam dan terang dunia, supaya cinta kasih-Mu dapat dinyatakan kepada semua orang melalui kesaksian kami.”

Demikian seterusnya kita bergerak dari petisi ke petisi sampai kita menutup doa kita dengan “Amin”. Kata ini kedengaran amat pendek dan sederhana, dan mungkin terlihat tidak terlalu penting sebab ini hanya dipakai sebagai penutup doa saja, tetapi Luther menekankan kepada kita betapa pentingnya kata “Amin” ini untuk kita ucapkan dengan berani dan penuh iman.

“Engkau harus selalu dengan tegas mengatakan Amin. Jangan ragu akan belas kasihan Allah, sebab di dalam anugerah-Nya Ia tentu akan mendengarkan doamu dan berkata ‘Ya’. … Jangan engkau menutup doamu tanpa berpikir, ‘Tentu Allah mendengarkan doa ini. Aku percaya akan kebenaran ini.’ Itulah arti Amin yang sesungguhnya.”

Manfaat Berdoa Seturut Ajaran Yesus

Berdoa seturut apa yang Allah sendiri ajarkan kepada kita tentu memberikan begitu banyak manfaat. Di antaranya, ada tiga hal yang dapat kita perhatikan:

1. Mendisiplin pikiran kita.

Sangat mudah sekali bagi pikiran kita untuk melayang ke mana-mana ketika berdoa. Dalam satu momen kita berdoa, dan dalam momen selanjutnya kita memikirkan apa makan malam kita! Dengan memiliki tata doa yang terstruktur, pikiran kita akan didisiplin untuk fokus dalam doa layaknya tukang potong rambut yang memusatkan perhatiannya pada pisau cukur untuk memotong rambut dengan hati-hati dan tidak melukai pelanggannya.

2. Memperluas hati kita.

Banyak dari kita cenderung berdoa untuk diri kita sendiri, seperti mengaku dosa, meminta pertolongan Tuhan secara pribadi, dan menyatakan permasalahan kita kepada-Nya. Mendoakan Doa Bapa Kami dengan fokus akan tiap petisi akan mendorong kita mencari pengertian yang lebih luas dan dalam akan Kristus. Hal ini akan membuka hati kita untuk menghidupi hati Kristus dan memiliki beban bagi orang lain, serta visi dan misi Allah yang kita bisa bawa dalam doa kita.

3. Memperdalam intimasi dengan Allah.

Rasul Paulus menulis bahwa, “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17).” Firman yang kita hidupi dalam doa yang sungguh-sungguh tidak akan membuat doa kita kaku, namun akan menghidupkan afeksi kita yang tersembunyi serta memperkaya, memperdalam, dan memperluas doa kita. Seperti sang Pemazmur, kita dapat berkata, “Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah (Mazmur 73:28).”

Membentuk Hati yang Mengalami dan Makin Merindukan Tuhan

Kristus mengajar kita untuk “berdoa demikian” (Matius 6:9), tidak hanya untuk menyediakan kata-kata bagi orang yang tidak tahu apa yang mereka harus katakan kepada Allah. Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami untuk membentuk hati kita secara total supaya dapat melihat, bahkan menginginkan hal-hal yang Allah sendiri inginkan. Keinginan terdalam hati kita dibakar untuk mengalami dan mengenal Dia lebih lagi dalam hidup kita. Tentu, tata cara yang Martin Luther ajarkan bukanlah satu-satunya teknik jitu untuk kehidupan doa yang sempurna, tetapi dengan perlengkapan ini, kita dapat berjuang untuk suatu kehidupan doa yang lebih kaya dan menyenangkan, ditambah dengan cinta kasih yang makin dalam akan Kristus.

Saya menutup artikel ini dengan tulisan Luther dalam suratnya: “Kiranya Allah mengaruniakan padamu dan semua orang kuasa untuk berdoa dengan lebih baik dari pada diriku! Amin.”

Oleh: HN

Image source: Unsplash

Siapa Yang Membutuhkan Gereja?

Tubuh, Keluarga, Bangunan Gereja, dan Pengantin Wanita

Siapa yang membutuhkan gereja? Jawabannya adalah: Jika kamu benar-benar anak Tuhan, kamu membutuhkan gereja.

Apa yang salah dari gereja di zaman ini? Itu adalah kategori esai yang diperlombakan oleh sebuah majalah di Inggris. Kategori ini dimenangkan oleh seorang pria dari Wales, Inggris. Ia menjawab bahwa yang salah dengan gereja sekarang ini adalah kegagalan kita sebagai orang Kristen untuk menyadari dan mengagumi keindahan, kemisteriusan, kemuliaan, dan kebesaran dari sebuah gereja.

Gereja bukanlah berasal dari ide manusia; bukan juga institusi yang dibangun oleh manusia. Gereja adalah idenya Tuhan; rencananya Tuhan.

Gereja bukan hanya suatu bangunan. Secara esensi gereja itu adalah kita, orang-orang yang telah Dia selamatkan.

Di dalam kitab suci ada dua konsep gereja, yaitu Gereja (penulisan yang diawali dengan huruf besar) dan gereja (penulisan yang diawali dengan huruf kecil). Gereja berarti semua orang percaya di segala abad dan berbagai tempat, gereja yang tidak terlihat. Gereja dengan huruf kecil adalah gereja lokal, gereja yang bisa terlihat sebagai representasi dari tubuh Kristus di dunia ini.

Paulus berkata bahwa Allah mempunyai suatu rencana untuk mempersatukan orang Yahudi dengan orang-orang kafir, yang telah ditebus dari segala zaman, ke dalam satu tubuh, tubuh Kristus, yaitu Gereja (Efesus 3:9). Kristus adalah kepala, Gereja adalah tubuh, dan Allah telah mendesain kamu dan saya sedemikian rupa agar kita bisa dipersatukan dan kemudian saling melengkapi satu dengan yang lain. Kepala akan menyalurkan apa yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga setiap anggota tubuh bisa berfungsi dan tubuh itu bisa bertumbuh dan membawa orang lain kepada tubuh itu (Efesus 4:15). Setiap bagian tubuh saling bergantung dan satu bagian tidak dapat berfungsi tanpa kepalanya atau bagian tubuh lainnya. Ketika kita menyakiti bagian dari tubuh Kristus, berarti kita telah menyakiti Kristus itu sendiri.

Gereja adalah sebuah keluarga. Allah adalah Bapa kita, Kristus sebagai Anak Sulung. Gereja adalah bait Allah, yaitu diri kita, di mana Dia bisa berdiam di dalam kita. Gereja adalah pengantin wanita dan Kristus adalah Sang Pengantin Pria, keduanya terikat dalam satu ikat janji yang berdasarkan cinta kasih. Kristus akan selalu mencintai gereja-Nya. Kamu adalah bagian dari Gereja, sebuah tubuh, keluarga, bangunan dan pengantin wanita dari Kristus, jika kamu sungguh anak Allah yang sejati.

Sebuah Organisme

Gereja terdiri dari seluruh orang percaya yang mempunyai kesatuan dengan Kristus dan juga dengan satu sama lain. Gereja adalah sebuah organisme yang hidup dan mempunyai relasi yang bertumbuh antara anggota tubuh Kristus.

Paulus berkata bahwa suatu hari nanti Allah akan mempersatukan berbagai ragam orang, Yahudi dan orang kafir, budak dan orang bebas, pria dan wanita, dan akan menjadikan mereka bagian dari satu tubuh yang hidup, yang adalah tubuh Kristus, bait Allah, dan pengantin wanita Kristus.

Titik utama dari gereja adalah Kristus. Tanpa Kristus maka itu bukanlah Gereja. Kristus adalah pemilik dari Gereja, kepala Gereja, dan tuan yang berdaulat atas Gereja. Ketika kamu pergi ke gereja, Kristus hadir di sana. Kamu menyembah, menyanyi, melayani, memberi persembahan, mendengarkan firman. Kamu juga beraktifitas di luar dari gedung gereja, sebagai Gereja-Nya di hadapan Kristus, Juruselamat dan Tuhan kita. Gereja bukan berarti tidak ada masalah di dalamnya, tetapi itu tetap Gereja-Nya, tetap tubuh-Nya. Kamu tidak bisa mencintai Kristus tapi tidak mencintai tubuh-Nya. Kristus mencintai Gereja-Nya dan mengorbankan diri-Nya untuk gereja-Nya (Efesus 5:25).

Gereja adalah rancangan dari Tuhan dan konteks untuk kesaksian hidup kita bagi dunia untuk kita bisa menjangkau dunia ini. Pada dasarnya manusia ingin menjadi bagian dari sesuatu dan kita bisa menunjukkan apa sesungguhnya arti menjadi bagian dari sebuah keluarga dan bagian dari tubuh itu. Ketika sebuah gereja itu sehat dan berfungsi dengan seharusnya, dia akan mempunyai beban untuk melayani mereka yang lanjut usia, sakit, miskin, atau para janda, yatim-piatu. Itu adalah kewajiban dari sebuah gereja yang harus kita kerjakan mulai sekarang dan kekekalan.

Satu sama lain

Apakah kita tidak hanya membutuhkan gereja saja tapi juga membutuhkan gereja lokal? Haruskah kita menjadi bagian dari gereja lokal? Apakah Allah peduli akan hal ini?

Kenyataannya, sekarang ini banyak orang-orang Kristen yang tidak setia pada satu gereja, mereka suka berpindah-pindah gereja. Jika itu yang kamu lakukan, maka kamu tidak bisa menjadi seorang Kristen seperti yang Tuhan inginkan, karena kalau kamu berada di dalam Kristus, kamu adalah anggota dari tubuh Kristus. Setiap anggota berbeda, tetapi tetap merupakan bagian dari tubuh yang sama. Kamu tidak bisa dengan segampang itu memisahkan dirimu dari tubuh itu dan kemudian menyatukan diri ke tubuh yang lain dan begitu seterusnya.

Ketika Tuhan menempatkan anggota-anggota dari tubuh-Nya di beragam gereja-gereja lokal sesuai dengan kehendak-Nya, kita harus belajar untuk merangkul dan menghargai sesama anggota tubuh. Kita adalah orang-orang yang tidak sempurna dan membutuhkan satu sama lain. Setiap anggota tubuh itu penting dan sangat diperlukan. Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat (Ibrani 10:24-25). Pemisahan dan perpecahan di dalam tubuh Kristus adalah taktik dari setan untuk menghancurkan orang-orang percaya.

Mulailah untuk mendoakan, ramah, memperhatikan, menguatkan, dan berbagi beban, jangan saling menunggu. Kita hidup di dunia yang penuh permusuhan dengan berbagai kondisi yang bisa mengancam jiwa kita, atau kuasa-kuasa yang mengancam untuk menghancurkan iman kita, menjauhkan kita dari Tuhan. Oleh karena itu, kita membutuhkan satu sama lain. Ini bukan suatu pilihan, melainkan harus dilakukan untuk bertahan hidup.

Seperti apakah gereja yang tepat? Carilah gereja yang meninggikan Kristus dan firman-Nya dan setia dalam keempat hal ini: doktrin yang benar, persekutuan yang benar, mengadakan Perjamuan Kudus, dan persekutuan doa. Maka, ini adalah gereja lokal yang sehat di mana kuasa Tuhan bekerja di dalam gereja itu.

Jadi, kalau engkau merupakan anggota sebuah gereja, bersyukurlah kepada Tuhan di mana engkau telah ditempatkan, meski itu tidak sempurna dan mempunyai cacat. Berdoalah kepada Tuhan untuk membentuk gereja itu seperti apa yang Dia kehendaki.

Menyatulah

Pergilah ke kebaktian dengan setia. Kita bisa mendengarkan firman dari berbagai sarana/teknologi yang ada, tetapi itu semua tidak bisa menggantikan komunitas. Kalau kita tidak berada di dalam satu komunitas, maka kita akan menjadi terasing, sendirian.

Kebiasaan berpindah-pindah gereja akan membuat kita menjadi gelisah dan tidak merasa puas. Ini seperti menukar pasanganmu untuk seseorang yang berbeda, mencoba menukar masalah yang kita punya dengan yang baru.

Jadi, carilah tempat di mana Tuhan kehendaki. Tanamkan dirimu di sana, menyatulah, jadilah berkat, pergilah ke gereja untuk melayani, memberi, dan berlaku ramah terhadap yang lain. Seseorang yang mempunyai teman akan menunjukkan sifatnya yang ramah (parafrase Amsal 18:24).

Dan ketika engkau telah menyatukan diri dengan gerejamu, tanya sama Tuhan untuk menunjukkan pelayanan yang Dia ingin engkau lakukan dengan talenta yang telah Ia berikan. Kita telah diberikan talenta-talenta yang berbeda sesuai dengan anugerah yang diberikan kepada kita untuk mendidik tubuh Kristus itu (Roma 12). Kita tidak lagi hanya menjadi jemaat biasa, tapi kita menjadi bagian tubuh yang berfungsi.

Kita juga harus membawa diri kita ke bawah suatu otoritas rohani, pengarahan rohani, dan penjagaan rohani dari pemimpin rohani di gerejamu seperti pendeta dan penatua. Jangan lupa untuk memberikan persembahan rutin ke gereja lokalmu. Alasan pertama, ada tertulis di Alkitab bahwa engkau harus memastikan agar orang yang melayani firman Tuhan bagi diri kita tidak kekurangan dalam kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Kedua, persembahan kita akan digunakan untuk melayani orang-orang lain yang membutuhkan. Maka, satukan dirimu dan hidupmu dengan satu gereja, jangan hanya bisa mengkritik orang lain yang tidak melakukan apa yang mereka seharusnya lakukan. Lakukan apa yang Tuhan ingin kau lakukan dan engkau akan menerima berkat Tuhan, dan gereja-Nya juga akan diberkati.

Sangat mulia dan penting

Jika Tuhan menginginkan kamu untuk melayani gerejamu, maka itu adalah suatu tugas yang penting. Kamu tidak hanya pergi ke gereja karena kamu berharap mendapatkan sesuatu. Kamu pergi karena kamu adalah bagian dari tubuh itu; karena kamu adalah bagian dari komunitas; karena kamu telah mendengarkan firman-Nya.

Kalau kemuliaan Tuhan sudah meninggalkan sebuah gereja, maka itu berhenti menjadi gereja. Bagaimana kalau itu terjadi di gerejamu? Berlututlah dan berdoa. Tanyakan kepada Tuhan apa yang harus dilakukan dalam situasi ini. Tapi kamu juga harus bersabar dengan ketidaksempurnaan dan kelemahan dari gerejamu. Jangan suka membicarakan permasalahan di gerejamu dengan sesama jemaat, jangan gampang kritik. Itu tidak benar, itu adalah dosa. Tapi kalau memang tidak ada kehidupan rohani lagi di dalam gerejamu, yang akan mempengaruhi pertumbuhan rohanimu, maka mungkin sudah waktunya untuk berdoa kepada Tuhan agar kamu boleh berada di tempat lain di mana kamu boleh betul-betul merasakan hadirat Tuhan.

Jika kamu menginginkan sebuah gereja yang lebih baik, berdoalah untuk yang kamu punya sekarang ini. Kalau kamu ingin gembala yang lebih baik, berdoalah untuk gembala yang sekarang ini. Minta kepada Tuhan pengertian akan bagaimana Dia memberikan nafas yang baru kepada gereja yang tidak sempurna itu. Tuhan berkata di dalam Wahyu 21:5, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru.” Mungkin saja Tuhan sedang bekerja di dalam gerejamu. Dia sedang membentuk, mengaduk, membuat hal-hal baru, dan kamu harus menunggu.

Gereja milik Kristus Yesus adalah suatu hal yang agung, suatu lukisan besar, maha karya yang dirancang oleh Tuhan, di mana Dia telah mengizinkan kita berbagian untuk melukis di lukisan itu dari segala zaman, untuk menampilkan kemuliaan-Nya kepada dunia ini.

Jadi, kalau engkau merupakan anggota sebuah gereja, bersyukurlah kepada Tuhan di mana engkau telah ditempatkan, meski itu tidak sempurna dan mempunyai cacat. Berdoalah kepada Tuhan untuk membentuk gereja itu seperti apa yang Dia kehendaki.

Jadi, pelayanan apa yang kamu sedang kerjakan di gereja? Mengajar di Sekolah Minggu, menyiapkan makanan untuk ramah-tamah, menerima tamu, menyanyi di paduan suara, berdoa untuk pendetamu, dan lain sebagainya. Apapun itu, meski kamu melihatnya sebagai pekerjaan kecil, tapi sebenarnya kamu sedang membantu Tuhan untuk membangun bait-Nya, tempat di mana Dia akan berdiam, dan di dalam kitab suci, suatu hari kita akan hidup bersama dengan Dia untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, kamu membutuhkan gereja. Kita semua membutuhkan gereja. Itu semua adalah tentang Dia. Semua untuk kemuliaan nama-Nya.

Oleh: SH

Image source: Unsplash

Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (3)

Panggilan sebagai Nabi: Penyeru Kebenaran

Bagaimana dengan peran orang Kristen sebagai nabi jika dikaitkan dengan panggilan para hamba untuk menjalankan usaha Sang Tuan? Kedua hamba yang pertama menerjemahkan perintah tuannya dengan tepat. Mereka segera menjalankan uang yang dipercayakan (Mat. 25:16) karena mereka tahu bahwa tuannya mempercayakan tanggung jawab yang besar sekaligus hak istimewa kepada mereka dengan resiko jika mereka tidak menjalankan dengan baik, maka ada kemungkinan uang yang dipercayakan bukan bertambah, tapi malah berkurang. Ada pengertian akan urgensi pada diri kedua hamba tersebut karena mereka tidak tahu kapan tuannya akan pulang dan meminta pertanggungjawaban, sehingga mereka harus siap setiap saat. Rasa keterdesakan ini membuat mereka rajin dalam menjalankan tugas mengembangkan talenta. Mereka sadar tuannya begitu mengasihi mereka dan ingin mereka bertumbuh dalam kemampuan mengelola apa yang dititipkan, sehingga mereka bekerja berani berjuang sepenuh hati karena tahu bahwa mereka berbagian dalam tujuan mulia yang dicanangkan tuannya. Bandingkan dengan pemahaman hamba yang terakhir. Dia tidak mengenal tuannya dengan baik sehingga tidak bisa memandang apa yang diperintahkan sebagai tujuan yang mulia. Dia bahkan menuduh tuannya kejam karena menuntut tanggung jawab yang begitu besar, yang tidak mampu untuk dia jalankan, yang melihat tuannya hanya sebagai seorang atasan yang memeras tenaga hambanya hanya untuk keuntungan pribadi (Mat. 25:24).

Demikianlah seharusnya seorang Kristen yang menjalankan jabatan sebagai nabi dalam menyerukan kebenaran firman berdasarkan pengertian yang tepat dan pengenalan yang dalam akan Kristus. Belajar, bermeditasi mengintegrasikan kebenaran firman Tuhan dengan kehidupan yang dia jalani, dan melakukannya, adalah tindakan orang Kristen sebagai nabi penyeru kebenaran.

Seorang dokter kandungan Kristen yang sadar akan perannya sebagai nabi akan menyerukan advokasi mengenai ketidaksetujuannya terhadap aborsi, mempertimbangkan, dan mengambil keputusan yang tepat ketika dihadapkan pada situasi sulit harus memilih antara menyelamatkan sang ibu atau bayi ketika ada komplikasi dalam proses persalinan dan menasehati dan memberikan dorongan bagi ibu yang akan melahirkan melalui proses persalinan alami karena Kristus memberikan beban yang akan mampu ditanggung oleh hamba-Nya. Dia juga sadar bahwa akan ada banyak penentang kebenaran menyerangnya karena cara pandang manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Penentangnya bisa dari pemerintah melalui peraturan yang melegalkan aborsi, dari lingkungan sosial yang mendiskriminasi sikapnya yang menolak permintaan untuk menggugurkan kandungan pasien yang datang ke kliniknya, atau bahkan dari keluarga pasien karena perbedaan pandangan mengenai keputusan sulit yang dia ambil dalam situasi komplikasi persalinan. Di saat yang bersamaan, dia akan mendapatkan kekuatan yang besar untuk menghadapi semua ini karena dia sadar dengan penuh bahwa ketika di akhir zaman nanti, dia menang, menuai panen dari jerih lelahnya, dan memiliki pengertian yang disempurnakan Kristus.

Aplikasi

Ulasan di atas tentunya baru sebagian kecil dari contoh-contoh bagaimana seharusnya seorang Kristen bersikap dalam bidang pekerjaan yang Kristus percayakan. Cara pandang bahwa Kristus, yang diurapi oleh Bapa melalui Roh Kudus, mengurapi setiap orang Kristen untuk menjadi raja (sang pengusaha kehidupan), imam (sang pelayan Kristus), dan nabi (sang penyeru kebenaran) yang berjalan dalam kisah narasi penciptaan – kejatuhan – penebusan – penyempurnaan sepanjang hidupnya. Cara pandang yang menyeluruh ini kemudian tentunya diiringi dengan sikap hati seorang hamba yang taat menjalankan perintah tuannya dengan sukacita, sukarela, dan bersungguh-sungguh, serta diikuti oleh totalitas tindakan nyata yang ditunjukkan ketika bekerja, menjadi garam dan terang bagi dunia.

Kristus, yang diurapi oleh Bapa melalui Roh Kudus, mengurapi setiap orang Kristen untuk menjadi raja (sang pengusaha kehidupan), imam (sang pelayan Kristus), dan nabi (sang penyeru kebenaran) yang berjalan dalam kisah narasi penciptaan – kejatuhan – penebusan – penyempurnaan sepanjang hidupnya

Kiranya Allah Tritunggal memberikan kekuatan kepada setiap tenaga profesional untuk senantiasa berjuang dalam bidang yang dipercayakan, sehingga pada akhirnya Tuhan berkata: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.” Soli Deo Gloria. Segala kemuliaan hanya bagi Allah Tritunggal.

Oleh: AW

Image source: Unsplash

Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (2)

Panggilan dan Talenta

Lantas apa hubungannya antara seluruh narasi besar penciptaan-kejatuhan-penebusan-penyempurnaan dalam jabatan raja, imam, dan nabi yang telah dijelaskan di atas, dengan orang Kristen yang sedang menghidupi panggilan Allah dalam profesi yang ditekuninya? Ketika Kristus memanggil seseorang: “Ikutlah Aku,” 2 kata yang mengubah dunia menurut Os Guinness, maka orang Kristen yang merespons panggilan tersebut memiliki 2 panggilan dalam hidupnya, panggilan umum untuk melakukan Mandat Injil, memberitakan kabar baik kepada seluruh bangsa, dan panggilan khusus menjalankan Mandat Budaya, sesuai dengan talenta yang telah Tuhan berikan kepada tiap anak-Nya.

Dalam perumpamaan tentang talenta di Matius 25:14-30, Yesus dengan jelas memberikan pedoman bagi orang Kristen untuk mengembangkan setiap talenta yang dipercayakan. Setiap talenta yang dititipkan sangatlah berharga. Satu talenta setara dengan gaji 6.000 hari kerja, sekitar 16 tahun jika Sabtu dan Minggu juga dihitung sebagai hari kerja. Sangatlah wajar apabila Tuan yang memiliki talenta meminta pertanggungjawaban hamba-hambanya ketika ia datang kembali. Perumpamaan tentang talenta bisa dipandang sebagai respons orang Kristen dalam berjaga-jaga menyambut kedatangan Kristus yang kedua, ketika penghakiman terakhir datang, masa dimana tiap-tiap orang harus mempertanggungjawabkan respons mereka di hadapan Kristus yang bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya.

Perumpamaan tentang talenta bisa dipandang sebagai respons orang Kristen dalam berjaga-jaga menyambut kedatangan Kristus yang kedua, ketika penghakiman terakhir datang, masa dimana tiap-tiap orang harus mempertanggungjawabkan respons mereka di hadapan Kristus yang bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya

Panggilan sebagai Raja: Pengusaha Kehidupan

Panggilan Kristus agar hamba-Nya mengembangkan talenta merupakan panggilan seperti seorang pengusaha. Tuan sedang pergi dan para hamba dipercayakan untuk menjalankan usaha miliknya. Tidak ada perintah detail bagaimana uang modal usaha itu harus dikelola, tidak ada supervisi tiap saat yang dilakukan Tuan dalam mengawasi kinerja hamba-Nya, dan tidak ada manajemen mikro yang ditunjukkan Tuan dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan. Cuma ada satu pesan “Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali” (Luk. 19:13). Oleh karena itu, diperlukan mental pengusaha untuk menjalankan perintah ini, tidak bisa dengan mental pegawai. Pengusaha berani bayar harga dan mengambil resiko, sedangkan pegawai menunggu perintah dari tuannya dan bermain aman. Hamba yang dipercayakan 5 dan 2 talenta memiliki mental pengusaha, mau mengambil resiko dengan menjalankan modal usaha yang dipercayakan. Bukan tidak mungkin mereka akan mengalami kerugian ketika menjalankan usaha, namun mereka menjalankan dengan sungguh-sungguh dan kemudian menghasilkan laba sesuai dengan jumlah modal usaha yang diberikan. Hamba yang dipercayakan 1 talenta memiliki mental pegawai, bermain aman dengan menguburnya dalam tanah, takut karena tidak ada kejelasan perintah detail tentang cara menjalankan usaha tanpa resiko, padahal dia bisa saja mempercayakan pengelolaan talenta kepada kedua hamba yang pertama. Respons orang Kristen yang menghidupi perannya sebagai Raja adalah seperti respons kedua hamba yang pertama, bekerja dengan hati yang bersungguh-sungguh dalam memimpin dan mengelola yang Kristus percayakan, layaknya seorang pengusaha kehidupan.

Coba sekarang kita tarik ke penerapannya dalam panggilan profesi. Seorang insinyur Kristen yang bertanggung jawab akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk mengembangkan kompetensinya sebagai seorang insinyur, mengelola waktu dan tenaga yang imbang antara praktek rancang bangun sebuah karya teknik dan memperlengkapi diri untuk terus relevan dengan ilmu teknik terkini melalui belajar mandiri atau komunitas asosiasi profesi, mengelola sumber daya, mengatur pembagian tugas dan menjalankan fungsi supervisi untuk para teknisi, mengelola keuangan proyek dengan penuh tanggung jawab. Dia juga sadar bahwa dalam menjalankan profesinya mungkin saja dikelilingi oleh rekan yang tidak bisa mengatur sumber daya secara optimal, atau oleh kegagalannya sendiri dalam memimpin sebuah proyek, namun dia juga sadar karena Kristus telah menebusnya, maka dia tetap memegang teguh jabatan raja yang dipercayakan sehingga makin lama makin bisa mengoptimalkan sumber daya yang dipercayakan, berkembang dalam kompetensinya sebagai seorang insinyur yang semakin handal. Bukan tidak mungkin juga dalam perjalanan sebagai seorang insinyur ia akan mengalami masa-masa sulit untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam sebuah pelaksanaan proyek, tetapi dengan bermodalkan cara pandang penyempurnaan yang dikaruniakan Roh Kudus, dia yakin bahwa jerih lelahnya tidak akan sia-sia (1Kor. 15:58).

Panggilan sebagai Imam: Pelayan Kristus

Dari perumpamaan tentang talenta, kita juga bisa melihat bahwa hamba yang dipercayakan Sang Tuan untuk mengelola bukanlah pemilik dari talenta tersebut. Tuanlah pemilik talenta tersebut, dan mereka hanya pelayannya. Tak hanya talenta yang dimiliki tuan, hamba-hambanya pun adalah milik kepunyaannya sehingga merupakan sebuah kewajiban bagi mereka untuk melayani tuannya. Tuanlah yang berinisiatif memanggil para hamba untuk melayani dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Ketiganya merupakan pelayan yang jujur dalam hal keuangan, tidak melarikan uang tuannya, namun respons mereka dalam melayani sangatlah berbeda. Respons dari kedua hamba yang pertama terhadap tanggung jawab pelayanan yang diberikan adalah dengan memberikan kembali talenta yang dipercayakan, ditambah dengan keuntungan yang didapatkan dari menjalankan usaha dengan penuh kerajinan dan keberanian. Hamba yang terakhir tidak menanggapi tanggung jawab pelayanan tersebut dengan rasa bersyukur, tapi dengan rasa takut, tidak berani menerima tugas yang diberikan, sehingga menjadi malas untuk bertindak.

Orang Kristen dalam jabatannya sebagai imam sadar bahwa hidupnya bukan milik dia lagi, melainkan Kristus yang hidup dalam dirinya (Gal. 2:20), hidupnya untuk melayani Kristus dan dipersembahkan kembali kepada Kristus sebagai bentuk ucapan syukur atas kesempatan istimewa yang diberikan. Berdoa untuk bisa bekerja sebaik mungkin melayani di bidang keahlian, persekutuan yang erat dengan Kristus melalui waktu teduh pribadi, menjadi salah satu kebiasaan orang Kristen sebagai imam yang melayani.

Ketika menerapkan jabatan imam dalam bidang pekerjaan, seorang akuntan Kristen akan melayani rekan kerja dan bidang usaha melalui pembuatan laporan keuangan yang akurat, pemberian masukan yang tepat untuk keputusan strategi bisnis berdasarkan hasil laporan keuangan yang handal, pertanggungjawaban keabsahan perhitungan keuangan melalui fungsi audit keuangan, serta perencanaan sistem yang lebih efektif dalam menyajikan laporan neraca dan laba-rugi. Seorang akuntan Kristen bekerja dengan penuh kesadaran bahwa ia akan berhadapan dengan rekan yang mungkin kurang bertanggung jawab sehingga terkadang ia harus bekerja lebih berat karena diminta mengambil alih sementara pekerjaan yang menjadi tanggung jawab rekannya, seperti talenta yang dialihkan dari hamba yang memiliki 1 talenta ke hamba yang memiliki 10 talenta. Dia juga sadar bahwa hidupnya telah ditebus sehingga bisa mempersembahkan seluruh hasil karya dalam pekerjaannya kembali kepada Kristus yang dia layani. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kol. 3:23). Perjalanannya dalam melayani Kristus melalui profesi mungkin tidak mudah, tak jarang ia harus melewati berbagai tantangan dan kesulitan yang membentuk karakternya untuk menjadi seorang akuntan yang tetap memiliki integritas, melewati masa dimana mungkin tidak ada seorang rekan kerja pun yang menghargai apa yang telah dikerjakan, bahkan mungkin mempermasalahkan kekurangan kecil yang dia perbuat. Tak hanya melayani di pekerjaan, dia juga melayani di gereja lokal sebagai tim yang mengelola keuangan gereja, bersama-sama berjuang untuk mempertanggungjawabkan setiap uang yang Kristus percayakan kepada gereja-Nya.

 

Oleh: AW

Image source: Unsplash

Pengusaha Kehidupan, Pelayan Kristus, dan Penyeru Kebenaran (1)

Pernah kepikiran gak apa yang membedakan dokter Kristen dengan dokter lainnya? Atau akuntan Kristen dengan akuntan lainnya? Pelajar Kristen dengan pelajar lainnya? Mungkin ada yang menjawab dokter Kristen memegang erat sumpah jabatan dan menjalankan praktik sesuai dengan etika kedokteran, akuntan Kristen mencatat setiap pembukuan dengan teliti dan melaporkannya dengan jujur, pelajar Kristen belajar dengan rajin dan tekun. Apakah benar ini pembedanya? Coba lihat dengan lebih teliti lagi, dokter, akuntan, dan pelajar non-Kristen pun melakukan hal yang sama, kan? Mereka sangat berkontribusi memberikan yang terbaik di tempat mereka bekerja, dihormati karena sumbangsih mereka bagi bidang keahlian yang ditekuni, dan tak jarang bahkan memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang mengaku Kristen. Jadi apa yang membedakan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari lihat apa kata Alkitab tentang panggilan orang Kristen dalam profesi. Di Kejadian 1, Allah memberikan tugas perdana kepada manusia yang baru saja diciptakan menurut gambar-Nya. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej. 1:28). Allah memerintahkan manusia untuk memiliki keturunan yang akan mengisi bumi ciptaan-Nya sekaligus memberikan kekuasaan kepada mereka untuk mengelolanya (Kej. 2:15). Perintah untuk mengusahakan dan memelihara ciptaan-Nya ini dikenal sebagai “Mandat Budaya”. 

Jabatan Raja, Imam, Nabi dalam Narasi Penciptaan-Kejatuhan-Penebusan-Penyempurnaan

Apabila kita lihat mandat budaya dari sisi jabatan yang diberikan Tuhan kepada manusia, maka dalam konteks ini manusia ditugaskan sebagai “raja” yang mewakili Allah untuk menguasai alam semesta sekaligus mengelolanya dengan bertanggung jawab. Kemudian Tuhan memberikan makanan kepada manusia melalui ciptaan-Nya (Kej. 1:29). Manusia diajak untuk menikmati ciptaan Allah sekaligus menikmati Allah Sang Pencipta, seperti yang disebutkan dalam jawaban pertanyaan pertama Katekimus Singkat Westminster, “Tujuan utama hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah serta menikmati Dia selamanya.” Sebagai ungkapan syukur, maka manusia mempersembahkan hasil kelola ciptaan-Nya kembali kepada Allah Sang Pemberi. Tugas jabatan ini seperti seorang “imam” yang mempersembahkan korban syukur sebagai bentuk apresiasi atas berkat yang telah Tuhan berikan. Tugas berikutnya yang Allah berikan adalah menamai tiap-tiap makhluk hidup dengan terlebih dahulu memberi contoh bagaimana Ia menamainya (Kej. 2:19-20). Allah memberi tugas kepada manusia untuk memberi makna kepada ciptaan-Nya, melakukan interpretasi terhadap apa yang diamati, dan menyuarakan pengetahuan dari Allah Sang Sumber Pengetahuan. Ini adalah jabatan manusia sebagai “nabi” yang berbicara dan mengajar tentang kebenaran Allah. Ketiga jabatan ini: raja, imam, dan nabi, langsung diberikan Allah kepada manusia ketika baru saja selesai menciptakan dunia ini.

Di Kejadian 3, kita tahu bahwa akhirnya manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga menyebabkan manusia tidak mampu melaksanakan ketiga jabatan yang telah Allah berikan. Adam, yang seharusnya menjadi pemimpin bagi Hawa, malah lebih memilih mendengarkan perkataan istrinya ikut memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Hawa, yang seharusnya menjadi penolong yang sepadan, yang bersama-sama Adam dimandatkan Allah untuk menguasai alam ciptaan, malah berbalik dikuasai oleh ular, yang lebih rendah derajatnya dari manusia. Urutan yang seharusnya Adam – Hawa – alam ciptaan, sudah dibalik oleh manusia menjadi alam ciptaan – Hawa – Adam. Akibatnya, Allah langsung menghukum manusia saat itu juga. Alam ciptaan yang seharusnya tunduk pada manusia, akhirnya dibuat memberontak sebagai konsekuensi dosa (Kej. 3:17). Tidak hanya gagal menjadi wakil Allah sebagai raja atas alam ciptaan, manusia juga gagal menikmati Allah. Setelah melanggar perjanjian, manusia menjadi takut bertemu dengan Allah. Mereka bersembunyi ketika mendengar bunyi langkah Allah yang berjalan-jalan dalam taman itu. Mereka takut dan malu menghadapi Allah karena telah berdosa, gagal menjadi imam yang seharusnya menghampiri Allah dengan rasa syukur. Alih-alih bersyukur, mereka bahkan tidak bertanggung jawab, menyalahkan pihak lain atas kesalahan yang telah diperbuat. Adam menyalahkan Hawa dan Hawa menyalahkan ular. Manusia yang harusnya sebagai nabi menyerukan kebenaran Allah malah memelintir kebenaran.

Tak hanya menghukum manusia sebagai konsekuensi dosa, Allah juga sudah merencanakan keselamatan yang digenapi melalui keseluruhan karya Kristus. Allah menubuatkan akan terjadi peperangan antara anak manusia keturunan Hawa dan keturunan ular, yang akan dimenangkan oleh Anak Manusia (Kej. 3:15). Allah juga langsung menyiapkan korban pendamaian (Kej. 3:21), sebagai bayang-bayang dari Kristus, korban pendamaian yang sejati, yang menyatukan kembali hubungan yang telah terpisah antara Allah dan manusia. Nama Kristus, artinya “Yang Diurapi”, mengingatkan para pembaca perjanjian lama akan 3 jabatan yang menerima urapan dengan minyak ketika ditahbiskan, yakni raja, imam, dan nabi. Allah berbicara kepada orang percaya melalui perantaraan Kristus, nabi yang juga merupakan Sang Firman itu sendiri, cahaya kemuliaan, dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya (Ibr. 1:2-3). Allah juga menjadikan alam semesta melalui Kristus, raja yang sejati, yang juga menopang segala yang ada dengan penuh kekuasaan, duduk di sebelah kanan Allah, di tempat yang maha tinggi, dikaruniakan nama yang indah, berhak menerima segala yang ada (Ibr. 1:2-4). Kristus, Sang Imam Besar Agung, juga melakukan penyucian dosa, korban pendamaian yang sempurna (Ibr. 1:3). Kristus menebus seluruh dosa umat pilihan-Nya dengan tuntas dan memulihkan 3 jabatan tersebut. Secara status, orang Kristen, sebagai pengikut Kristus, juga menerima urapan yang sama untuk jabatan raja, imam, dan nabi dalam mandat budaya yang diberikan.

Kristus menebus seluruh dosa umat pilihan-Nya dengan tuntas dan memulihkan 3 jabatan tersebut. Secara status, orang Kristen, sebagai pengikut Kristus, juga menerima urapan yang sama untuk jabatan raja, imam, dan nabi dalam mandat budaya yang diberikan.

Tentunya kita tahu bahwa menghidupi status yang sudah dipulihkan tidak otomatis membuat kehidupan orang Kristen langsung sempurna, tetapi ada proses pengudusan seumur hidup. Orang Kristen tahu dengan jelas arah tujuan hidupnya, walau di tengah jalan masih bisa terjatuh, tetapi kemudian bisa bangkit kembali karena Roh Kudus memberikan kekuatan untuk menang atas dosa, mengalami disiplin dari Tuhan sebagai konsekuensi dari kesalahan yang diperbuat, karena Ia menghendaki orang Kristen untuk beroleh bagian dalam kekudusan-Nya dan menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibr. 12:6-11). Ada sebuah kemajuan yang terus-menerus terjadi seumur hidup, mengejar hadiah panggilan surgawi yang telah Allah karuniakan dalam Kristus (Flp. 3:14), dengan pengharapan yang penuh kepastian bahwa semua ini akan menuju resolusi di langit dan bumi yang baru (Why. 21:1).  

Oleh: AW

Image source: Unsplash

YOLO – Kamu Hanya Hidup Sekali

Istilah ini sangatlah populer di kalangan orang-orang muda pada zaman ini. Pemikiran para generasi muda zaman sekarang telah teracuni oleh prinsip hidup yang tidak mau pusing dan berpikir panjang. Saya pun juga dulunya sempat menganggap hal ini sebagai sesuatu yang positif, berpikir tidak ada salahnya untuk bersenang-senang selagi bisa. Prinsip hidup YOLO dalam pandangan saya waktu itu yaitu hidup memang untuk dinikmati selagi sempat karena belum tentu ada hari esok. Ya, memang benar bahwa hari esok belum tentu ada, tapi yang menjadi fokus yang salah yaitu ditujukan untuk kesenangan pribadi yang sementara dari dunia ini.

Dulunya pikiran saya hanya sebatas saya dan keluarga saya saja, memikirkan bagaimana yang terbaik untuk diri saya dan keluarga. Itu sungguh memprihatinkan bukan? Dengan pemikiran yang sempit, saya dulunya lupa akan kedaulatan Tuhan yang memelihara saya sampai saat ini. 

Sejak kecil saya sudah ditanamkan konsep hidup mandiri, yaitu berusaha keras sendiri untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Puncaknya sejak pertama kali saya datang ke Australia. Saya mesti bertanggung jawab penuh terhadap diri saya sendiri dan tidak boleh sampai berpikiran kalau orang tua saya pasti akan membantu. Jadi, hidup di negara asing dengan mengandalkan diri sendiri sangatlah menyeramkan bagi saya yang saat itu baru berusia 18 tahun. Tidak ada pengalaman hidup di dunia kerja, benar-benar baru tamat dari bangku SMA.

Tidak ada kepastian hidup yang bisa saya pegang, ya, tentunya saya percaya kalau Tuhan itu ada, tapi yang saya hidupi dulu yaitu hanya sebatas ke gereja tiap minggu, dan bahkan tidak pernah menghidupi doa-doa saya, karena sebenarnya saya sendiri pun tidak yakin kalau Tuhan itu mendengarkannya.

Waktu-waktu berlalu amat cepat, menginjak tahun kedua di Australia saya baru belajar untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan. Awalnya sungguh tidak mudah karena membutuhkan komitmen yang kuat, tapi saat itu seorang teman mengatakan kepada saya kalau firman Tuhan-lah yang menjadi kekuatan di dalam hidupnya. Pada saat itu saya hanya kepikiran: “Saya juga mau merasakan kekuatan dari Tuhan yang nyata.” Jadi, saya coba belajar membaca firman Tuhan sejak saat itu dan akhirnya menemukan suatu kepastian yang terus menguatkan saya.

Yeremia 9:23-24, Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”

Ketika saya membaca ayat tersebut, saya baru kepikiran dan menyadari kalau Tuhan yang sesungguhnya yaitu Tuhan yang ingin dikenal. Selama ini saya tidak pernah memahami konsep-konsep dasar iman kekristenan karena saya sendiri tidak pernah berusaha untuk bersikap aktif untuk mencari wajah Tuhan. Sebaliknya, dengan sekuat tenaga saya hanya mencoba untuk mengandalkan diri saya sendiri. Ketika mengingat kembali masa-masa seperti itu, rasanya sungguh sangat menakutkan dan sungguh penuh dengan ketidakpastian. Contohnya, pada saat awal datang ke Australia, benar-benar hidup yang mencoba berjalan sendiri dan sungguh tidak ada kelegaan sama sekali. Semua kelihatannya baik-baik saja dan terlihat sangat normal, tetapi tidak ada kelegaan yang menyegarkan jiwa saya. Tidak ada ketenteraman pribadi di dalam hati saya, karena saya hanya mengandalkan diri saya sendiri.

Saya teringat akan kutipan dari Elisabeth Elliot yang mengatakan, “Ketakutan muncul ketika kita membayangkan semuanya tergantung pada kita.”

Namun, setelah saya mengetahui kebenaran firman Tuhan itu, saya benar-benar belajar untuk menyangkal diri saya dan berusaha untuk menghidupinya. Ketika beberapa saat berlalu, saya sangat bersyukur dan baru menyadari tentang doa-doa saya dulu yang bersifat egois, dimana saya hanya meminta apa yang berfokus pada kebaikan diri saya, untuk memuaskan kesenangan pribadi yang hanya sesaat itu, yang ketika saya tidak mendapatkannya saya akhirnya menjadi kecewa dan sulit untuk mempercayainya lagi. Saya dulunya sungguh sangat egois dan hanya memikirkan kepentingan saya saja, padahal saya ada sebagaimana saat ini hanyalah semata-mata karena belas kasihan Tuhan. Merenungkan kembali hal itu, sejujurnya saya sangat bersyukur ketika Tuhan tidak memberikan apa yang saya anggap baik pada saat itu, karena justru itulah yang mungkin akan mencelakakan saya. 

Saya teringat akan Yeremia 17:5-8 yang mengatakan, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”

Setelah saya belajar menghidupi firman Tuhan, saya akhirnya menyadari tentang kebenaran yang paling besar akan kebahagiaan yang sesungguhnya adalah hidup yang boleh menghasilkan buah, yaitu hidup yang mengerti panggilannya, yang rela taat untuk dipakai menjadi alat bagi kemuliaanNya. Tuhan sesungguhnya tidak memerlukan kita untuk melangsungkan rencana-Nya yang dahsyat. Siapakah kita? Kita mungkin hanya memperlambat pekerjaan Tuhan saja.

Tetapi, ketika kita boleh memiki kesempatan untuk bekerja bagi kemuliaan Tuhan, marilah kita melihatnya sebagai keistimewaan kita sebagai anak-anak Tuhan. Ketika kita hidup untuk melayani Tuhan, di saat yang sama kita bisa mengalami dan melihat pimpinan Tuhan yang sangat nyata, yang senantiasa memimpin hidup kita.

Bersyukur kepada Tuhan jika saat ini saya dapat melihat kalau prinsip hidup YOLO sendiri sangat berarti ketika difokuskan kepada Tuhan, yaitu jika hidup kita yang hanya sekali ini boleh diresponi dengan mengejar pengenalan akan Tuhan yang sejati dan hidup giat bagi Dia, sehingga kita boleh mengenal dan puas di dalam Dia, yaitu Yesus Kristus yang telah menciptakan dan menebus hidup kita. Kita juga terus memohon belas kasihan Tuhan agar Dia berkenan menyatakan kemuliaan, keindahan dan kesucian-Nya kepada kita. Tanpa anugerah dari Tuhan sendiri, tidak ada orang yang sanggup untuk mengenal Dia. Kiranya kita semua boleh menggunakan waktu yang singkat ini untuk terus belajar hidup semaksimal mungkin bagi kemuliaan nama Tuhan. Sungguh tidak ada yang lebih membahagiakan ketika kita bisa memiliki kepenuhan di dalam hidup berjalan bersama Tuhan.

Bersyukur kepada Tuhan jika saat ini saya dapat melihat kalau prinsip hidup YOLO sendiri sangat berarti ketika difokuskan kepada Tuhan, yaitu jika hidup kita yang hanya sekali ini boleh diresponi dengan mengejar pengenalan akan Tuhan yang sejati dan hidup giat bagi Dia, sehingga kita boleh mengenal dan puas di dalam Dia, yaitu Yesus Kristus yang telah menciptakan dan menebus hidup kita.

Oleh: CH

Image source: Unsplash

Lima Menit Lagi Ya

Menunggu sebentar lagi, istirahat sebentar lagi, bersantai sebentar lagi. Sangat sering pemikiran seperti ini muncul saat kita tahu bahwa suatu hal harus diselesaikan dalam waktu yang tidak lama lagi. Apa itu menunda? Menunda adalah tindakan atau sikap yang dengan sengaja tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan segera. Penundaan adalah hal yang kita lakukan setiap hari tanpa kita sadari dimana kita merasionalisasikan alasan untuk tidak melakukan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan dan berpikir bahwa kita masih punya waktu lain dimasa depan untuk melakukannya. Betapa banyak dari kita telah berhasil memberikan alasan bodoh yang menenangkan jiwa kita dengan memutuskan untuk tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan dengan segera, saat itu juga.

Pada zaman revolusi Amerika, ada seorang komandan tentara Inggris di New Jersey bernama Kolonel Rahl, dia sedang bermain kartu saat seorang tukang pos datang membawa surat penting yang berisi himbauan penting bahwa musuh mereka sedang dalam perjalanan menyeberangi sebuah sungai dekat markas mereka bersembunyi. Kolonel Rahl menaruh surat itu di dalam kantongnya dan tidak peduli untuk membacanya sampai permainan kartu mereka selesai. Lalu setelah membaca surat itu dia baru sadar betapa seriusnya situasi saat itu, dia dengan segera mengumpulkan tentara-tentaranya untuk berperang tapi karena keterlambatannya dalam membaca surat itu, musuh mereka yang sudah sangat dekat berhasil membunuh ribuan dari tentara Inggris yang tidak sempat mempersiapkan diri untuk melawan dan akhirnya daerah mereka berhasil dikuasai oleh musuh. 

Contoh lainnya, bayangkan apa yang akan terjadi jikalau seorang pemadam kebakaran dengan sengaja menunda untuk pergi ke tempat terjadinya kebakaran? Apa yang akan terjadi jika paramedis dengan sengaja menunda perjalanannya ke rumah seseorang yang mengalami serangan jantung? Jika kita menjadi mereka, kita pasti berkata bahwa kita akan langsung dengan segera, saat itu juga melakukan apa yang menjadi prioritas kita. Tetapi ironisnya, sering kali menunda sudah menjadi bagian dalam keseharian kita, menunda lagi, lagi dan lagi, dan akhirnya itu menjadi suatu kebiasaan.

Jika ditelaah lebih dalam, tindakan menunda-nunda sangat membahayakan hidup kita terutama kesejahteraan jiwa kita. Ada 3 faktor yang menyebabkan kita suka menunda-nunda, yang pertama, adalah kesombongan. Dalam Yakobus 4:13 dikatakan “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota Anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung.” Banyak dari kita berpikir bahwa kita masih mempunyai hidup besok atau di waktu-waktu mendatang, masih ada waktu lain untuk mengerjakan tanggung jawab sebagai orang Kristen. 

Nanti saja baca Alkitabnya karena bangun sudah telat, nanti saja berdoanya karena sudah harus berangkat kerja, nanti saja saat teduhnya karena merasa tidak enak hati kepada Tuhan dan tidak layak karena baru berbuat dosa. Nanti, nanti dan nanti. Manusia begitu percaya diri di dalam kesombongannya, seolah-olah kita tahu persis tentang kedaulatan Tuhan dalam hidup kita. Apakah besok kita masih punya hidup untuk melakukan hal-hal yang kita tunda hari ini? Belum tentu! Dalam ayatnya yang ke-14 dikatakan “sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.Betapa sombongnya manusia yang berpikir bahwa masih ada hari esok untuk mempelajari firman Tuhan lebih dalam lagi. Berapa banyak dari kita yang berpikir seperti ini? Besok saya akan lebih taat, besok saya akan membaca Alkitab dengan lebih baik, besok saya akan berdoa lebih sering. Hari ini saya tidak bisa karena saya terlalu sibuk dengan tugas-tugas sekolah atau kantor. Ini adalah tipuan si jahat yang menjebak kita karena membuat kita merasa bahwa kita sudah produktif tapi sebenarnya kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang tidak terlalu penting, hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kekekalan dan kesejahteraan jiwa kita.

Faktor kedua adalah kemalasan. Dalam Amsal 24:33-34 dikatakan, “Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring,maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.” Dalam perikop ini Salomo menekankan tentang pemilik kebun anggur yang malas. Peperangan dalam hidup ini dimulai saat kita membuka mata di pagi hari, peperangan melawan musuh terbesar kita yaitu kemalasan dalam diri kita sendiri. Saat membuka mata, akankah saya langsung bangun dan mencari wajah Tuhan lewat Firman-Nya atau bangun dan bermalas-malasan dengan bermain handphone? Ini hanya satu contoh dari banyak godaan kemalasan yang kita hadapi untuk menunda prioritas dan tanggung jawab yang seharusnya kita lakukan bagi pertumbuhan iman kita.

Dalam tulisannya, Salomo menarik pelajaran yang mengingatkan dia tentang kebodohan yang menggelikan dari seorang pemilik kebun anggur yang malas dimana ketika seharusnya bekerja, ia malah berbaring malas-malasan di tempat tidurnya dan berkata tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi sampai kedua matanya terpejam. Lalu saat dia bangun, bukannya disegarkan oleh tidurnya untuk bekerja, ia malah menjadi lesu dan lemas dan menjadi tidak berguna. Ini bukan hanya berlaku pada urusan duniawi kita tapi juga menunjukkan apa pengaruh signifikan dari kemalasan yang mempengaruhi perkara-perkara jiwa kita. 

Jiwa kita seperti ladang atau kebun anggur yang setiap hari harus kita rawat, hiasi dan jaga. Kita diberikantanggung jawab atas jiwa kita dalam bentuk ketaatan dan hidup kudus sebagai pengikut Kristus sampai nanti Kristus datang dan ini artinya dituntut jerih payah yang besar dari kita untuk memeliharanya. Ini t idak menutup kemungkinan ladang atau kebun anggur kita berada dalam keadaan yang buruk seperti tertutup oleh tanaman parasit atau jeruju (segala macam dosa dari kedagingan kita) yang menghambat atau bahkan bisa membunuh pertumbuhan kerohanian kita. Mengapa bisa sampai seperti ini? Karena kemalasan dan kebodohan diri kita yang bernatur dosa. Seringkali kita tidak mengerti mana yang penting untuk dilakukan dan mana yang tidak penting, apa yang harus dilakukan terlebih dahulu dan apa yang bisa ditunda. Dan pada akhirnya ini membawa kehancuran bagi jiwa, seperti diserbu oleh sekumpulan orang bersenjata dan kita tahu tempat seperti apa yang dipersiapkan bagi hamba yang malas. 

Faktor ketiga adalah ketidakacuhan. Kita tidak terlalu peduli kepada hal-hal yang sifatnya spiritual. Tapi mengenai hal-hal duniawi manusia menjadi pribadi yang sangat rajin. Bahkan pekerjaan untuk 2 hari kedepan bisa dikerjakan hari ini untuk mengejar batas waktu karena kita sungkan kepada atasan kita. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang tidak bertanggung jawab di mata manusia lain. Manusia akan berusaha sekeras mungkin untuk terlihat sebagai pekerja atau pelayan yang bertanggung jawab karena mereka tahu imbalan dari kerja keras mereka adalah uang. 

Sungguh menjadi satu hal yang memalukan karena manusia tidak mengaplikasikan etos kerja keras mereka pada kehidupan spiritual mereka. Seringkali kita tidak peduli terhadap penilaian Tuhan akan ketaatan dan tanggung jawab kita sebagai orang Kristen. Kita tidak merasa sungkan untuk menunda dalam membaca Alkitab, kita tidak merasa sungkan dalam menunda-nunda pelayanan dan kita juga tidak sungkan untuk melewati satu hari dalam hidup kita tanpa memanjatkan doa yang tulus di hadapan Tuhan. Pada dasarnya kita tidak melihat pentingnya ketaatan dalam hal-hal yang berbau spiritualitas karena mungkin dalam hati, kita malu untuk terlihat sebagai orang yang rohani dan takut disangka terlalu fanatik oleh orang-orang sekitar kita. 

Ada saat dimana kita merasa sangat berapi-api untuk Tuhan dan ada saat dimana kita merasa tidak terlalu peduli tentang pertumbuhan iman kita. Bahkan yang lebih membahayakan adalah kita tidak lagi begitu peduli kalau kita berbuat dosa. Penyebab utama dari ketidakpedulian terhadap diri adalah sifat tinggi hati dan kecenderungan untuk menipu diri sendiri. Manusia merasa kebutuhan jasmani sudah terpenuhi dengan baik dan ini menyebabkan pengabaian akan kebutuhan-kebutuhan jiwa mereka. Apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dasar dari jiwa manusia? Berelasi dengan Tuhan, sang pencipta jiwa menjadi kebutuhan utama bagi orang-orang yang sudah diselamatkan dari dalam kekekalan. Ketaatan kita melalui pimpinan Roh Kudus adalah seperti getah yang mengalirkan semua nutrisi dari batang pohon kepada cabang-cabang yang kecil. Kristus adalah batang pohon itu sendiri dan jika tidak ada getah maka tidak mungkin nutrisi itu bisa diserap oleh cabang-cabang itu yang adalah jiwa dan kerohanian kita sendiri. Saat kita menunda - nunda untuk berelasi dengan Tuhan, cepat atau lambat kerohanian kita kering dan tidak mungkin ada pertahanan yang kuat dalam melawan dosa. Sering sekali kita malah berpikir bahwa tidak ada kebutuhan rohani yang perlu untuk dipenuhi apalagi disaat kebutuhan jasmani kita sudah cukup terpenuhi. Betapa kita harus berhati-hati supaya tidak menipu jiwa kita sendiri. Jujurlah pada diri kita sendiri dan pikirkan akan prioritas-prioritas spiritual apa saja yang terus menerus kita tunda untuk lakukan sampai hari ini. 

Terlalu sering kita menunda untuk mendekatkan diri pada Allah Tritunggal dan menunda untuk melakukan tanggung jawab yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan. Kita bertanggung jawab untuk hidup menjunjung kesucian Tuhan seturut dengan Firman-Nya. Kehidupan doa yang intim dan pendalaman akan Firman Tuhan-lah yang menjadi sarana untuk kita hidup suci sebagaimana Ia adalah suci adanya. Berhentilah berpikir bahwa masih ada kesempatan di jam-jam ke depan, di hari-hari ke depan atau di minggu-minggu ke depan untuk mengenal Tuhan yang kita sembah tapi ingatlah bahwa kebiasaan menunda kita adalah titik awal dimana manusia jatuh dalam dosa dan ini menjadi titik keterpisahan antara manusia dengan Allah yang suci. Lakukan sekarang atau tidak sama sekali. 

Manakah yang akan kita pilih? Seperti dalam Yohanes 9:4 dikatakan, kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama siang, karena akan datang malam, dimana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. Masa hidup kita sungguh terbatas, mungkin kita masih ada besok, mungkin juga tidak. Hendaklah kita peka akan pimpinan-Nya dan milikilah hati yang mau taat didepan maka pengertian itu akan mengikuti di belakang. 

Quote of the day

Carilah kebenaran, dengarkan kebenaran, ajarkan kebenaran, cintai kebenaran, patuhi kebenaran, dan pertahankan kebenaran sampai mati.

John Huss