Lima Menit Lagi Ya

Lima Menit Lagi Ya

Menunggu sebentar lagi, istirahat sebentar lagi, bersantai sebentar lagi. Sangat sering pemikiran seperti ini muncul saat kita tahu bahwa suatu hal harus diselesaikan dalam waktu yang tidak lama lagi. Apa itu menunda? Menunda adalah tindakan atau sikap yang dengan sengaja tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan segera. Penundaan adalah hal yang kita lakukan setiap hari tanpa kita sadari dimana kita merasionalisasikan alasan untuk tidak melakukan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan dan berpikir bahwa kita masih punya waktu lain dimasa depan untuk melakukannya. Betapa banyak dari kita telah berhasil memberikan alasan bodoh yang menenangkan jiwa kita dengan memutuskan untuk tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan dengan segera, saat itu juga.

Pada zaman revolusi Amerika, ada seorang komandan tentara Inggris di New Jersey bernama Kolonel Rahl, dia sedang bermain kartu saat seorang tukang pos datang membawa surat penting yang berisi himbauan penting bahwa musuh mereka sedang dalam perjalanan menyeberangi sebuah sungai dekat markas mereka bersembunyi. Kolonel Rahl menaruh surat itu di dalam kantongnya dan tidak peduli untuk membacanya sampai permainan kartu mereka selesai. Lalu setelah membaca surat itu dia baru sadar betapa seriusnya situasi saat itu, dia dengan segera mengumpulkan tentara-tentaranya untuk berperang tapi karena keterlambatannya dalam membaca surat itu, musuh mereka yang sudah sangat dekat berhasil membunuh ribuan dari tentara Inggris yang tidak sempat mempersiapkan diri untuk melawan dan akhirnya daerah mereka berhasil dikuasai oleh musuh. 

Contoh lainnya, bayangkan apa yang akan terjadi jikalau seorang pemadam kebakaran dengan sengaja menunda untuk pergi ke tempat terjadinya kebakaran? Apa yang akan terjadi jika paramedis dengan sengaja menunda perjalanannya ke rumah seseorang yang mengalami serangan jantung? Jika kita menjadi mereka, kita pasti berkata bahwa kita akan langsung dengan segera, saat itu juga melakukan apa yang menjadi prioritas kita. Tetapi ironisnya, sering kali menunda sudah menjadi bagian dalam keseharian kita, menunda lagi, lagi dan lagi, dan akhirnya itu menjadi suatu kebiasaan.

Jika ditelaah lebih dalam, tindakan menunda-nunda sangat membahayakan hidup kita terutama kesejahteraan jiwa kita. Ada 3 faktor yang menyebabkan kita suka menunda-nunda, yang pertama, adalah kesombongan. Dalam Yakobus 4:13 dikatakan “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota Anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung.” Banyak dari kita berpikir bahwa kita masih mempunyai hidup besok atau di waktu-waktu mendatang, masih ada waktu lain untuk mengerjakan tanggung jawab sebagai orang Kristen. 

Nanti saja baca Alkitabnya karena bangun sudah telat, nanti saja berdoanya karena sudah harus berangkat kerja, nanti saja saat teduhnya karena merasa tidak enak hati kepada Tuhan dan tidak layak karena baru berbuat dosa. Nanti, nanti dan nanti. Manusia begitu percaya diri di dalam kesombongannya, seolah-olah kita tahu persis tentang kedaulatan Tuhan dalam hidup kita. Apakah besok kita masih punya hidup untuk melakukan hal-hal yang kita tunda hari ini? Belum tentu! Dalam ayatnya yang ke-14 dikatakan “sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.Betapa sombongnya manusia yang berpikir bahwa masih ada hari esok untuk mempelajari firman Tuhan lebih dalam lagi. Berapa banyak dari kita yang berpikir seperti ini? Besok saya akan lebih taat, besok saya akan membaca Alkitab dengan lebih baik, besok saya akan berdoa lebih sering. Hari ini saya tidak bisa karena saya terlalu sibuk dengan tugas-tugas sekolah atau kantor. Ini adalah tipuan si jahat yang menjebak kita karena membuat kita merasa bahwa kita sudah produktif tapi sebenarnya kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang tidak terlalu penting, hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kekekalan dan kesejahteraan jiwa kita.

Faktor kedua adalah kemalasan. Dalam Amsal 24:33-34 dikatakan, “Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring,maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.” Dalam perikop ini Salomo menekankan tentang pemilik kebun anggur yang malas. Peperangan dalam hidup ini dimulai saat kita membuka mata di pagi hari, peperangan melawan musuh terbesar kita yaitu kemalasan dalam diri kita sendiri. Saat membuka mata, akankah saya langsung bangun dan mencari wajah Tuhan lewat Firman-Nya atau bangun dan bermalas-malasan dengan bermain handphone? Ini hanya satu contoh dari banyak godaan kemalasan yang kita hadapi untuk menunda prioritas dan tanggung jawab yang seharusnya kita lakukan bagi pertumbuhan iman kita.

Dalam tulisannya, Salomo menarik pelajaran yang mengingatkan dia tentang kebodohan yang menggelikan dari seorang pemilik kebun anggur yang malas dimana ketika seharusnya bekerja, ia malah berbaring malas-malasan di tempat tidurnya dan berkata tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi sampai kedua matanya terpejam. Lalu saat dia bangun, bukannya disegarkan oleh tidurnya untuk bekerja, ia malah menjadi lesu dan lemas dan menjadi tidak berguna. Ini bukan hanya berlaku pada urusan duniawi kita tapi juga menunjukkan apa pengaruh signifikan dari kemalasan yang mempengaruhi perkara-perkara jiwa kita. 

Jiwa kita seperti ladang atau kebun anggur yang setiap hari harus kita rawat, hiasi dan jaga. Kita diberikantanggung jawab atas jiwa kita dalam bentuk ketaatan dan hidup kudus sebagai pengikut Kristus sampai nanti Kristus datang dan ini artinya dituntut jerih payah yang besar dari kita untuk memeliharanya. Ini t idak menutup kemungkinan ladang atau kebun anggur kita berada dalam keadaan yang buruk seperti tertutup oleh tanaman parasit atau jeruju (segala macam dosa dari kedagingan kita) yang menghambat atau bahkan bisa membunuh pertumbuhan kerohanian kita. Mengapa bisa sampai seperti ini? Karena kemalasan dan kebodohan diri kita yang bernatur dosa. Seringkali kita tidak mengerti mana yang penting untuk dilakukan dan mana yang tidak penting, apa yang harus dilakukan terlebih dahulu dan apa yang bisa ditunda. Dan pada akhirnya ini membawa kehancuran bagi jiwa, seperti diserbu oleh sekumpulan orang bersenjata dan kita tahu tempat seperti apa yang dipersiapkan bagi hamba yang malas. 

Faktor ketiga adalah ketidakacuhan. Kita tidak terlalu peduli kepada hal-hal yang sifatnya spiritual. Tapi mengenai hal-hal duniawi manusia menjadi pribadi yang sangat rajin. Bahkan pekerjaan untuk 2 hari kedepan bisa dikerjakan hari ini untuk mengejar batas waktu karena kita sungkan kepada atasan kita. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang tidak bertanggung jawab di mata manusia lain. Manusia akan berusaha sekeras mungkin untuk terlihat sebagai pekerja atau pelayan yang bertanggung jawab karena mereka tahu imbalan dari kerja keras mereka adalah uang. 

Sungguh menjadi satu hal yang memalukan karena manusia tidak mengaplikasikan etos kerja keras mereka pada kehidupan spiritual mereka. Seringkali kita tidak peduli terhadap penilaian Tuhan akan ketaatan dan tanggung jawab kita sebagai orang Kristen. Kita tidak merasa sungkan untuk menunda dalam membaca Alkitab, kita tidak merasa sungkan dalam menunda-nunda pelayanan dan kita juga tidak sungkan untuk melewati satu hari dalam hidup kita tanpa memanjatkan doa yang tulus di hadapan Tuhan. Pada dasarnya kita tidak melihat pentingnya ketaatan dalam hal-hal yang berbau spiritualitas karena mungkin dalam hati, kita malu untuk terlihat sebagai orang yang rohani dan takut disangka terlalu fanatik oleh orang-orang sekitar kita. 

Ada saat dimana kita merasa sangat berapi-api untuk Tuhan dan ada saat dimana kita merasa tidak terlalu peduli tentang pertumbuhan iman kita. Bahkan yang lebih membahayakan adalah kita tidak lagi begitu peduli kalau kita berbuat dosa. Penyebab utama dari ketidakpedulian terhadap diri adalah sifat tinggi hati dan kecenderungan untuk menipu diri sendiri. Manusia merasa kebutuhan jasmani sudah terpenuhi dengan baik dan ini menyebabkan pengabaian akan kebutuhan-kebutuhan jiwa mereka. Apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dasar dari jiwa manusia? Berelasi dengan Tuhan, sang pencipta jiwa menjadi kebutuhan utama bagi orang-orang yang sudah diselamatkan dari dalam kekekalan. Ketaatan kita melalui pimpinan Roh Kudus adalah seperti getah yang mengalirkan semua nutrisi dari batang pohon kepada cabang-cabang yang kecil. Kristus adalah batang pohon itu sendiri dan jika tidak ada getah maka tidak mungkin nutrisi itu bisa diserap oleh cabang-cabang itu yang adalah jiwa dan kerohanian kita sendiri. Saat kita menunda - nunda untuk berelasi dengan Tuhan, cepat atau lambat kerohanian kita kering dan tidak mungkin ada pertahanan yang kuat dalam melawan dosa. Sering sekali kita malah berpikir bahwa tidak ada kebutuhan rohani yang perlu untuk dipenuhi apalagi disaat kebutuhan jasmani kita sudah cukup terpenuhi. Betapa kita harus berhati-hati supaya tidak menipu jiwa kita sendiri. Jujurlah pada diri kita sendiri dan pikirkan akan prioritas-prioritas spiritual apa saja yang terus menerus kita tunda untuk lakukan sampai hari ini. 

Terlalu sering kita menunda untuk mendekatkan diri pada Allah Tritunggal dan menunda untuk melakukan tanggung jawab yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan. Kita bertanggung jawab untuk hidup menjunjung kesucian Tuhan seturut dengan Firman-Nya. Kehidupan doa yang intim dan pendalaman akan Firman Tuhan-lah yang menjadi sarana untuk kita hidup suci sebagaimana Ia adalah suci adanya. Berhentilah berpikir bahwa masih ada kesempatan di jam-jam ke depan, di hari-hari ke depan atau di minggu-minggu ke depan untuk mengenal Tuhan yang kita sembah tapi ingatlah bahwa kebiasaan menunda kita adalah titik awal dimana manusia jatuh dalam dosa dan ini menjadi titik keterpisahan antara manusia dengan Allah yang suci. Lakukan sekarang atau tidak sama sekali. 

Manakah yang akan kita pilih? Seperti dalam Yohanes 9:4 dikatakan, kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama siang, karena akan datang malam, dimana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. Masa hidup kita sungguh terbatas, mungkin kita masih ada besok, mungkin juga tidak. Hendaklah kita peka akan pimpinan-Nya dan milikilah hati yang mau taat didepan maka pengertian itu akan mengikuti di belakang. 

Oleh:

Quote of the day

Kita cenderung menggunakan doa kita sebagai upaya terakhir, tetapi Tuhan ingin itu menjadi garis pertahanan pertama kita.

Oswald Chambers