Halo teman-teman semua, hari ini kita akan membahas seorang tokoh Reformasi yang bernama Hugh Latimer atau yang dikenal sebagai Lilin Dari Inggris (England’s Candle).
Ketika kita mendengar kata “Lilin”, apa yang muncul di pikiran kita? Panas? Cahaya? Atau mungkin kita teringat ketika mati lampu? Ketika listrik sedang mati, kita biasanya menyalakan lilin sehingga ada terang dan tidak gelap lagi. Hal itulah yang dilakukan Latimer dan teman baiknya, Nicholas Ridley di Inggris, 16 Oktober 1555. Bukan karena Inggris mati lampu saat itu, tentunya karena belum ada listrik.
Hugh Latimer lahir di Inggris tahun 1485. Ia menempuh pendidikan di University of Cambridge, dan menjadi seorang pastor. Selama 30 tahun, Latimer hidup sebagai penganut Katolik yang ketat dan sering menyerang para kaum Protestan. Namun pada tahun 1525, Ia bertemu dengan Thomas Bilney, seorang pendukung Protestan yang juga belajar di University of Cambridge. Pertemuan itu membuka mata Latimer, dan Ia beralih menjadi pendukung keras kaum Protestan.
Selama lebih dari 20 tahun, Latimer terus berjuang untuk melakukan Reformasi terhadap gereja di Inggris. Ia dikenal sebagai seseorang yang tidak pernah berhenti berkhotbah. Seorang tokoh Kristen, J. C. Ryle pernah berkata, “Tidak ada tokoh Reformasi yang menabur benih Doktrin Protestan di kalangan menengah kebawah yang lebih luas dan efektif seperti Latimer”.
Tetapi pada tahun 1553, ketika Ratu Mary menjadi penguasa, Latimer ditangkap dan dipenjarakan di Menara London (Tower of London). Ia ditangkap dengan tuduhan mau melakukan pemberontakan dengan menyebarkan pengajaran Reformasi. Di menara itu, Latimer bertemu Nicholas Ridley yang juga adalah pejuang Reformasi.
Mereka tahu bahwa hidup mereka tidak lama lagi dan mereka akan segera dijatuhi hukuman mati. Keduanya bercakap-cakap dan berdoa sebelum menjalani hukuman mereka, yaitu dibakar hidup-hidup.
Ridley mengatakan, “Bersiaplah saudaraku, sebab Tuhan akan meredakan api ini, atau Ia menguatkan kita untuk menghadapinya.”
“Be of good heart, brother, for God will either assuage the fury of the flame, or else strengthen us to abide it.”
Sesaat sebelum Latimer dieksekusi, Ia berteriak, “Bersiap-siaplah Master Ridley, dan jadilah kuat; hari ini kita akan menyalakan lilin, di dalam Anugerah Tuhan, di Inggris, yang aku percaya tidak akan terpadamkan.”
“Be of good comfort, Master Ridley, and play the man; we shall this day light such a candle, by God’s grace, in England, as I trust shall never be put out.”
Sekilas sepertinya kisah Hugh Latimer berakhir dengan tragis, Ia mati sebagai seorang martir dan dieksekusi di depan publik. Seluruh rangkaian ini menggambarkan betapa gelapnya kondisi Inggris waktu itu. Namun sesuatu yang tidak terduga terjadi tiga tahun kemudian: Ratu Mary meninggal dan digantikan oleh Ratu Elizabeth yang merupakan pendukung kaum Protestan. Gereja Protestan pun akhirnya didirikan secara permanen di Inggris.
Sejarah membuktikan bahwa sebuah lilin yang dinyalakan oleh Hugh Latimer dan para tokoh martir lainnya dengan menggunakan tubuh mereka yang dibakar, menjadi terang yang tidak terpadamkan sampai hari ini.