Jonathan Edwards dan Disiplin Rohani

Jonathan Edwards dan Disiplin Rohani

Tokoh pertama yang dibahas dalam seri “Tokoh-tokoh Kristen” kali ini adalah Jonathan Edwards. Pada suatu kesempatan, RC Sproul, pendiri Ligonier Ministeries, mengatakan bahwa Jonathan Edwards adalah tokoh paling saleh yang pernah diberikan Tuhan kepada Amerika. Ini adalah kalimat yang sangat berani, mengingat pasti begitu banyak tokoh asal Amerika yang dia pelajari. Jika kita sendiri yang mengatakan kalimat tersebut mungkin terkesan biasa, sebab mungkin sekali tokoh yang kita ketahui hanya satu saja.

Tujuan dari artikel yang sangat singkat ini bukan untuk memberikan gambaran lengkap mengenai siapa Jonathan Edwards, melainkan agar kita semua dapat mengenal, atau bahkan sekedar mengintip siapa dan mengapa dia disebut sebagai orang paling saleh di Amerika.

Mengapa belajar melalui tokoh Kristen

Ibrani 13:7 mengajarkan agar kita mengingat akan pemimpin yang telah menyampaikan firman Allah, memperhatikan akhir hidup mereka, dan mencontoh iman mereka. Paulus sendiri dalam nasihatnya kepada Timotius mengajarkan agar memegang segala pengajaran yang telah dia berikan kepadanya. Sehingga kita mengetahui adalah hal yang baik untuk melihat suatu tokoh dan mempelajari bagaimana mereka pernah dipakai oleh Tuhan.

Hidup Jonathan Edwards

Secara singkat saja, Edwards lahir di East Windsor, Connecticut pada 5 Oktober 1703. Dia terlahir di dalam keluarga Kristen, dan ayahnya, Timothy Edwards merupakan seorang pendeta di daerah tersebut. Kepandaiannya sudah terlihat sejak di usia muda.

Meskipun lahir dalam keluarga Kristen, Edwards tetap mengalami pergumulan dalam imannya. Khususnya di saat remaja, dia sangat kesulitan menerima pengajaran Calvinist mengenai “Kedaulatan Allah”. Edwards melihat itu sebagai doktrin yang sangat mengerikan. Tetapi oleh karena anugerah Tuhan, ia mendapatkan pencerahan pada tahun 1721 saat melakukan meditasi pada kitab 1 Timotius 1:17. Sejak itu Edwards memiliki suatu sukacita terhadap doktrin “Kedaulatan Allah”.

Dia mengemban pendidikan di Yale University dan memperoleh gelar Master pada tahun 1722. Ketika itu, dirasakan bahwa Harvard University telah bergeser ke arah sekular, oleh karenanya dia memilih mengambil pendidikannya di Yale ketimbang Harvard. Setelah lulus, Edwards menjadi murid dari kakeknya, Solomon Stoddard yang merupakan pendeta dan melayani bersama di dalam gereja. Edwards adalah orang yang sangat komitmen dalam hal belajar, menurut sejarah, ia menghabiskan 13 jam dalam satu hari untuk membaca dan menulis.

Terdapat banyak sekali karya terkenal yang ditulis oleh Edwards, baik dalam bentuk khotbah maupun buku-buku. Karyanya yang paling terkenal dan banyak dibaca berjudul “Orang berdosa di tangan Allah yang murka”. Suatu khotbah yang luar biasa dan memberikan banyak kebangunan rohani. Tetapi sangat disayangkan jika kita hanya berhenti di buku itu saja, sebab banyak sekali karya-karya Edwards yang

sungguh memukau, bahkan hingga hari ini, misalnya The Freedom of the Will, Religious Affections, A Faithful Narrative of Suprising Work of God, Life and Diary of David Brainerd, dan A Treatise on Original Sin”.

Great Awakening

Dalam bukunya yang berjudul A Faithful Narrative of Suprising Work of God, Edwards memberikan kesaksian secara singkat mengenai kebangunan rohani secara besar-besaran yang terjadi di New England (Amerika Serikat) tahun 1734-35, yang disebut juga The Great Awakening.

Saat itu Edwards melayani sebagai pendeta di Northampton, Massachusetts. Pada bulan Desember tahun 1734, Roh Tuhan (The Spirit of God) bekerja secara luar biasa bagi orang-orang di wilayah tersebut. Secara mendadak, satu per satu, 5 hingga 6 orang bertobat dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini sangat mengejutkan, terlebih lagi karena salah satu diantaranya adalah perempuan muda yang bisa dikatakan paling nakal di kota itu.

Edwards yang awalnya ragu kemudian mencoba berbicara dengan perempuan muda tersebut. Dalam percakapan tersebut, perempuan itu mengatakan bahwa Tuhan memberikan dia satu hati yang baru, yang hancur, dan yang telah disucikan. Mendengar hal tersebut, Edwards hanya bisa mengatakan, "I could not then doubt it, and I have seen much in my acquaintance with her since to confirm it."

Tidak terduga berita pertobatan perempuan ini menjadi satu cara yang dipakai oleh Tuhan untuk membangkitkan kerohanian anak-anak muda di kota tersebut. Kebangunan rohani secara besar-besaran mulai terjadi di kota tersebut, mencakup segala kelas sosial dan semua rentan usia. Pembicaraan mengenai hal-hal spiritual menjadi sangat populer dan dicari-cari oleh semua orang di kota tersebut, seakan-akan semua orang melupakan segala kesibukan dunianya, dan berkomitmen untuk membaca, berdoa, dan hal-hal rohani lainnya.

Dalam durasi yang cukup singkat, jumlah orang-orang suci yang takut akan Tuhan bertambah berkali-kali lipat jumlahnya. Pada musim Spring dan Summer tahun 1735, seluruh kota seperti dipenuhi oleh hadirat Allah. Terlihat dengan jelas adanya kehadiran Tuhan hampir di semua rumah tangga yang ada. Dalam setiap pertemuan, para pemuda selalu menghabiskan waktunya untuk membicarakan mengenai kebesaran dan cinta dari Yesus Kristus.

Kebangunan rohani terjadi besar-besaran, dalam kurun waktu 4 atau 5 minggu berturut-turut, terdapat paling tidak 4 orang yang bertobat per harinya, atau sekitar 30 orang per minggunya. Semua orang mendadak menyadari kerusakan dirinya dan menyadari dosa mereka. Ada yang terjadi secara mendadak, ada juga yang terjadi secara bertahap.

Setelah mengalami kebangunan rohani, mereka mulai menyadari dosa mereka dan berhenti melakukannya. Selain itu juga mereka juga mulai secara aktif membaca, berdoa, bermeditasi, baik di gereja maupun di rumah mereka secara pribadi. Hal ini terjadi kepada setiap orang di berbagai rentan usia yang berbeda-beda, dari anak-anak yang berusia 4 tahun (The Conversion of Phebe Barlet), hingga orang tua yang berusia 70 tahun.

Hal ini bermula dari kota yang dilayani oleh Jonathan Edwards hingga ke kota-kota lainnya. Pada tahun-tahun tersebut, kebangunan rohani secara besar-besaran terjadi di New England. Tetapi pada bulan May tahun 1736, terlihat jelas sekali bahwa Roh Kudus secara bertahap mulai menarik diri dari mereka.

Selain Jonathan Edwards, ada 2 tokoh lainnya yang dipakai Tuhan secara luar biasa, yaitu John Wesley dan George Whitefield.

Akhir Pelayanan Jonathan Edwards

Setelah melayani dalam waktu yang lama di Northampton, pada tahun 1750, Edwards secara resmi dikeluarkan dari gereja melalui voting jemaat. Dari 253 jemaat yang mengikuti voting, 230 menginginkan agar dia keluar. Sungguh disayangkan sekali bahwa gereja tersebut harus kehilangan tokoh sebesar Jonathan Edwards. Tetapi alasan mengapa Edwards di voting keluar, bukan karena dia berbuat kesalahan, dosa, atau sesuatu yang negatif.

Sebaliknya, Edwards justru menginginkan agar jemaat lebih serius dan ketat di dalam kehidupan bergereja. Ia ingin menambahkan aturan agar perjamuan kudus hanya diperbolehkan kepada orang yang telah menerima anugerah dari Allah, bukan untuk semua orang. Tentu saja bukan hanya karena satu hal ini, tetapi ini menjadi satu pemicu penting.

Edwards kemudian berpindah ke Stockbridge, Massachusetts, di mana dia melayani jemaat yang lebih kecil dan sekaligus menjadi misionaris untuk suku India. Perpindahan ini membuat Edwards mengalami masalah keuangan, tetapi dia justru memiliki waktu lebih untuk belajar dan menulis. Di waktu-waktu ini justru ia menyelesaikan bukunya yang berjudul The Freedom of the Will pada tahun 1954.

Tahun 1958, Edwards terpilih menjadi presiden dari College of New Jersey (kini dikenal sebagai Princeton University). Tetapi setelah menjabat selama beberapa bulan saja, pada tanggal 22 Maret 1758, Edwards meninggal di usianya yang ke 54 tahun.

Disiplin Rohani

Setelah kita melihat secara singkat mengenai kehidupan Jonathan Edwards, mari kita melihat prinsip-prinsip penting khususnya dalam hal disiplin rohani dari dirinya.

Dalam sebuah acara konferensi yang diadakan Desiring God tahun 2003, Don Whitney memberikan satu sesi mengenai prinsip dan hal-hal mengenai disiplin rohani dari Jonathan Edwards. Disiplin rohani adalah sesuatu yang kita lakukan, bukan siapa diri kita. Disiplin tidak berkaitan dengan anugerah, karakter, ataupun buah roh.

Tidak semua aktifitas atau kegiatan yang kita lakukan dapat disebut sebagai disiplin rohani, melainkan hanya yang berkaitan dengan Alkitab. Tetapi segala bentuk praktis dari disiplin rohani dapat menjadi sesuatu yang mematikan tanpa adanya iman dan motivasi yang benar.

Siapa yang lebih banyak berdoa, membaca kitab suci, berpuasa, dan kegiatan rohani lainnya dibandingkan dengan orang-orang Farisi? Tujuan dari melakukan disiplin rohani adalah menjadi semakin serupa dengan Kristus. Sehingga kita mengerti bahwa dengan melakukan kegiatan disiplin rohani tidak

menjamin seseorang menjadi saleh (Godly), melainkan sebaliknya, seseorang yang saleh dengan sendirinya akan melakukan disiplin rohani.

Terdapat banyak sekali penerapan disiplin rohani yang kita bisa pelajari dari Jonathan Edwards. Tetapi dalam artikel ini hanya akan 2 hal saja, yaitu meditasi dan berdoa.

Melakukan Meditasi Alkitab

Menurut Edwards, melakukan meditasi adalah cara terbaik untuk menikmati keindahan dan kemanisan dari Alkitab. Hal ini melibatkan proses berpikir dalam waktu yang lama, dan berfokus kepada sesuatu yang ditemukan dalam teks, baik saat membaca, mendengar, mempelajari, dan menghapal Akitab.

Edwards sering melakukan meditasi Alkitab saat sedang mengendarai kuda dalam perjalanannya. Dampak yang ia rasakan melalui meditasi begitu terasa dalam jiwanya. Terkadang, hanya mendengar satu kata saja dalam Alkitab, dapat membuat hatinya begitu terbakar, sama halnya ketika mendengar nama Kristus, maupun sifat-sifat Allah.

Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa saat kita membaca Alkitab di rumah masing-masing, efek dan dampaknya sangat terasa sedikit. Tetapi saat kita mendengar ayat yang sama dikhotbahkan oleh pendeta kita maupun orang lain, kita bisa begitu tergerak dan mendapatkan banyak hal? Alasannya adalah karena saat di rumah, kita hanya membacanya secara cepat, sekilas saja, seakan-akan ada suatu dorongan yang mendesak agar kita menutupnya secepat mungkin.

Tetapi jika kita mendengarnya dari orang lain, kita mendengarnya dalam waktu yang lama, melihat secara rinci hal menonjol yang ada di dalamnya, membandingkannya dengan bagian-bagian yang lain, membuat atau membayangkan ilustrasinya, dan mencoba penerapkannya dalam hidup. Kita memberikan suatu usaha keras saat kita memikirkannya.

Membaca Alkitab sangat penting, khususnya secara eksposisi. Tetapi meditasi akan firman, diibaratkan seperti menyerap dan membawa firman tersebut masuk ke dalam hati kita, dan memperbaharui diri kita.

Berdoa

Edwards adalah orang yang sangat sering berdoa sehingga kita kesulitan untuk mencari kegiatan rutin dirinya yang tidak berkaitan dengan doa. Dia berdoa sendirian saat bangun di pagi hari, doa keluarga di pagi hari sebelum sarapan dan di malam hari, berdoa ketika belajar, maupun ketika berjalan-jalan di sore hari. Berdoa adalah bentuk disiplin sekaligus ungkapan sukacita menurut Edwards.

Kita tidak bisa tau secara pasti kapan saja Edwards berdoa, sebab dia memang secara sengaja merahasiakan kegiatan rutinitasnya, mengikuti perintah Yesus untuk berdoa secara tertutup. Menurut Edwards, doa dapat dilakukan dalam bentuk formal maupun informal, direncanakan secara teratur maupun mendadak. Dia melihat doa sebagai sesuatu yang natural seperti suatu nafas dalam dalam dirinya.

Berdoa menurut Edwards adalah hal yang sangat essensial. Mendengar bahwa adanya seorang Kristen yang tidak berdoa adalah hal yang sangat tidak masuk akal. Edwards tidak bisa membayangkan jika ada orang yang mengenal Tuhan yang ia kenal, dan tidak terdorong akan kepuasan, cinta, dan kemanisan dalam kegiatan berdoa. Jika seseorang memiliki keinginan akan Tuhan, orang tersebut secara otomatis pasti akan berdoa.

Ini baru sedikit sekali yang kita bisa pelajari dari raksasa rohani yang pernah diberikan oleh Tuhan kepada Amerika. Kiranya kita semakin memiliki dorongan untuk mengenal Tuhan melalui pembelajaran tokoh-tokoh besar yang Tuhan bangkitkan di dalam sejarah kekristenan.

Semoga Tuhan memberkati. Soli Deo Gloria.

Oleh:

Quote of the day

Kita cenderung menggunakan doa kita sebagai upaya terakhir, tetapi Tuhan ingin itu menjadi garis pertahanan pertama kita.

Oswald Chambers